“Ummi harus membuat sebuah artikel tentang keluarga, bagusnya tentang
apa yaa?” tanyaku padaanak-anak yang mengelilingiku dan
sebentar-sebentar merekaberlomba membuatku mengomel, sambil memainkan
ujung bajuku, Sarah menarik dan mengikatnya dengan sebuah pencil, dan
Adyt anakku yang nomer 3 terkikik-kikik, membayangkan uminya yang sibuk
kesana-kemari itu, digelantungi oleh sebatang pensil yang bergelayut
diujung bajuku. Sungguh pemandangan yang konyol namun lucu dimata
mereka, dan aku membiarkan saja, toh tidak setiap hari mereka begini.
“ Ayo..siapa yang bisa bantu Umi mikir, apa topik yang paling bagus
buat umi tulis untuk majalah baru yang akan memuat tulisan Umi…?”
Ikhsan anak sulungku segera angkat bicara, sambil matanya tak lepas
dari buku“Pembebasan Palestine”, karya Nusyamsi. Anakku bergumam
“tentang meja makan saja Mi, pentingnya meja makan sebagai ajang
pertemuan anak, ayah dan ibu.” sambil melirik seadanya Ikhsan memberi
usul, dan tidak lama kemudian Ikhsanmeneruskan bacaannya.
“Benar, ide yang briliant, gumamku.” Di meja makan setiap anak akan
melihat posisi di sebuah keluarga, ada ayah yang dihormati dan menjadi
pemimpin rumah tangga. Ada ibu yang menjadi pengurus rumah tangga dan
sambil mendengarkan ini itu, tangannya asyik mengiris entah buah entah
membagi-bagi makanan, lalu ada abang, anak paling sulung yang biasanya
diam saja dan duduk tenang dikursi paling nyaman menghadap makanan utama
yang biasanya diambil dengan irisan yang paling tebal, minimal walau
agak tipis jumlahnya cukup banyak, misal ketika mengiris ayam bakar,
nampaknya tipis dan sederhana, namun yang diambil5 lapis sekaligus,
tanpa seorangpun adik-adik yang berani protes, oh abang.. sebaiknya
engkau kembali ke pesantren, demikian doa si bungsu diam-diam, memang
terlihat posisi anak sulung yang dominan dan cenderung egois.
Lalu ada juga kakak, yang lagaknya dan seharusnya membantu ibu, namun
kakak lebih memilih ikut abang yang diam saja dan adik yang mengikuti
abang bermain lego kecil di atas meja makan, dan ibu akan selalu menegur
dua, tiga kali atau empat kali, dan setelah suara ibu mulai meninggi,
maka mereka berdua segera menghentikan permainannya dan menyimpan mainan
serta duduk tenang menunggu antrian pembagian makanan dan seiris dua
iris lauk yang siap disajikan di atas piring mereka.
Yaa, betul, di meja makan kita dapat :
1) Menentukan dan melihat posisi anggota keluarga dan bisa belajar menghormati posisi dan perannya masing-masing.
2) Saling tolong-menolong.
3) Dapat terlihat siapa anggota keluarga yang bersikap selfish (mementingkan dirinya sendiri).
4) Sehebatnya wanita tetap saja harus melayani kelaurga, telihat dari
peran ibu di meja makan, yang sibuk mengurus ini itu, bahkan kehadiran
ibu di meja makan, lebih banyak dari pada yang lain, karena ibu ada di
meja makan dari sejak sebelum makan sampai setelahnya pun masih ibu juga
yang membersihkan piring dan mengemas semua peralatan makan dan semua
itu dilakukakannya untuk keluarga, demi kepentingan keluarga.
5) Yang terpenting di meja makan, kita bisa sharing, becanda, tertawa
dan mengemukakan pendapat, usulan dan juga bercerita, dan bisanya di
meja makan akan terjalin keakraban, maka di meja makan itu jualah,
pantang bagi kita makan sambil membicarakan kekurangan dan kelebihan
orang lain.
6) Di meja makan, waktu makan yang membuat anggota kelurga berkumpul
dari kegiatan yang dilakukan masing-masing jangan biarkan anggota
keluarga makan sendiri-sendiri, dan jangan jadikan meja makanhanya
sebagai tempat menaruh makanan saja.
Ya, peran meja makan sangat penting bagi sebuah keluarga, karena
ditempat itulah kita bisa berkumpul bersama dengan sejuta cerita di
dalamnya, dibalik kuah sup yang tumpah, dibalik kulit ayam dan
remah-remah tepung berserakan.
Ya, meja makan, bisa menjadi bagian dari saksi sejarah sebuah
keluarga. “Wariskan aku meja makan kita saja Mi,” bisik anakku setelah
ikut membaca artikel yang kutulis ini.
http://www.eramuslim.com/pendidikan-keluarga/pendidikan-pk/pentingnya-meja-makan.htm#.VHZY6J520r8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar