Selasa, 19 Mei 2015

Mengelola Uang Riba

assalamualaikum ustad..semoga ustad dibawah rahmat Allah selalu..semoga ilmu yang dicurahkan didalam web ini berterusan dan diberkati Rabbbul Izzati amin..semoga mendapat pahala yang berterusan bagi ustad  dan juga para pembaca..ini soalannya ustad..ustad saya nak tahu macam mana untuk menangani duit riba didalam bank? untuk pengetahuan ustad.bapa saya menyimpan duit di sebuah bank di malaysia yang x lari dari sistem kafir ini iaitu sistem berasaskan riba.dan skrg mempunyai duit riba sebanyak RM15 000 .apa yang saya tau(maaf jika saya silap) duit riba jika kita tak dpt mengelakkan dari mengambil keuntungannya ianya harus digunakan untuk kepentingan awam contohnya membaiki lampu jalan,membaiki tandas awam yang rosak n etc..bolehkah sekiranya bapa saya menggunakan duit itu untuk menolong saudaranya yang yatim? atau boleh kah digunakan untuk membina taman dihadapan rumah peribadi tetapi kegunaan taman tersebut adalah untuk org2 awam@ anak2 kampung? atau bolehkah digunakan untuk libur bersama keluarga? Apakah hukum2 yang dikeluarkan ulamak mengenai masalh ini??terima kasih ya ustad atas jawapannya..moga pertanyaan ini cepat dijawab..jazakallahukhoironkathiro
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Linasaif yang dimuliakan Allah swt
Sebagaimana telah diketahui bahwa riba termasuk didalam golongan dosa-dosa besar yang diharamkan Allah swt terhadap kaum muslimin, hal itu ditandai dengan adanya ancaman Allah swt untuk memerangi orang-orang yang melakukan praktek riba, sebagaimana firman-Nya :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al Baqoroh : 278 – 279)
Ayat ini memerintahkan orang-orang yang berinteraksi dengan uang riba untuk segera bertaubat kepada Allah swt dengan hanya mengambil pokok hartanya saja dan berprinsip bahwa tambahan dari pokoknya itu adalah riba.
Al Qurthubi mengatakan bahwa ayat “dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu” adalah sebagai penegasan akan pembatalan atas apa yang belum mereka genggam dan agar mengambil pokok hartanya yang tidak mengandung riba didalamnya. (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz III hal 314)
Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk mengambil bunga bank (duit riba). Adapun langkah yang harus diambil bagi seorang yang mendapatkan bunga bank, menurutnya, hendaklah dia sedekahkan kepada fakir miskin atau disalurkan pada proyek-proyek kebaikan atau lainnya yang oleh si penabung dipandang bermanfaat bagi kepentingan islam dan kaum muslimin. Karena harta haram itu bukanlah milik seseorang, uang itu bukan milik bank atau milik penabung, tetapi milik kemaslahatan umum.
Tidak diperbolehkan bagi seseorang mengambil bunga bank untuk kepentingan dirinya, dan jangan pula membiarkannya menjadi milik bank sehingga dimanfaatkan karena hal ini akan memperkuat posisi bank dalam bermuamalat secara riba. Tetapi hendaklah ia mengambilnya dan menggunakannya pada jalan-jalan kebaikan. (Fatwa-fatwa Kontemporer juz I hal 764 – 765)
Dengan demikian dibolehkan bagi ayah anda untuk mensedekahkan bunga bank (duit riba) itu kepada anak-anak yatim dikarenakan ia termasuk didalam golongan orang-orang fakir dan miskin dari kaum muslimin.
Sedangkan digunakan untuk memperbaiki atau membina taman pribadi, apabila taman itu adalah milik pribadi ayah anda maka ini termasuk didalam memanfaatkan harta haram untuk kemaslahatan si penabung dan ini tidak diperbolehkan adapun apabila taman itu milik masyarakat umum (awam) maka hal itu diperbolehkan.
Begitu pula halnya dengan penggunaan duit riba untuk liburan keluarganya maka hal ini tidak diperbolehkan.
Wallahu A’lam
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/cara-menangani-duit-riba-didalam-bank.htm#.VVuxLuZWxzk

Menjemput atau Dijemput Maut

Seringkali saya melihat sebuah peristiwa di jalan raya yang sangat memilukan. Sebuah peristiwa kecelakaan lalu-lintas. Biasanya antara sebuah sepeda motor dan sebuah mobil. Baik mobil angkutan umum maupun kendaraan berat lainnya.
Peristiwa yang sering terjadi ini, karena si pengendara motor yang mengejar waktu, agar tidak terlambat ke tempat tujuannya. Atau juga sopir angkot yang tergesa-gesa langsung meminggirkan kendaraan di sebabkan adanya penumpang yang tiba-tiba minta di turunkan secara mendadak. Hingga kendaraan yang dari arah belakang mobil, harus berhenti atau mendadak mencari celah agar tidak menabrak angkot di depannya.
Jika kecelakaan itu mengakibatkan manusia kehilangan nyawanya, maka bisa dikatakan ada dua kesimpulan yang bisa diberikan pada si mayat. Bila dia mengendarai kendaraannya karena sifat ketergesaan dan tidak mematuhi peraturan lalu-lintas, maka tentu saya bisa memberikan kesimpulan bahwa dialah yang menjemput maut. Karena dia lalai untuk berjalan sesuai prosedur berlalu-lintas.
Lain lagi bila si korban adalah orang yang bersikap sebaliknya. Dia berusaha untuk patuh berlalu-lintas di jalan raya dan bersikap hati-hati dalam mengendarai kendaraannya. Maka kesimpulan yang bisa di berikan : dia di jemput oleh maut.
Menjemput dan di jemput maut, memang sama-sama berakhir pada hilangnya nyawa seseorang. Tapi perlu di waspadai, bila kitalah yang mendatangi maut, maka bisa saja itu berkonotasi bunuh diri.( terkecuali bila kita datang menjemput maut untuk meraih syahid di jalan Allah, ).
Seperti seseorang yang suka memakan sesuatu yang tidak boleh dimakannya, karena alasan penyakitnya. Penyakit seperti tekanan darah tinggi, yang harus memerhatikan kadar garam yang di konsumsinya, misalnya Ataupun seorang perokok yang tahu bahwa asap rokok membahayakan jiwanya sendiri dan orang di lingkungannya.
Hal-hal kecil yang nampak sepele untuk kita abaikan, mungkin akan berakibat fatal akan kesehatan kita. Memang sih urusan maut, Allah Swt. yang mempunyai wewenang. Tapi, kita sebagai manusia yang diciptakan dengan akal yang baik, tentu saja harus tahu apa yang boleh dilakukan untuk menjaga kesehatan.
Ada sebuah kisah yang menyedihkan. Seorang karyawan sebuah perusahaan yang bertugas sebagai sopir kendaraan mengangkut karyawan pagi dan sore hari. Pada suatu pagi ( mungkin masih jam enam ), dia memarkir mobilnya di sebuah pinggir jalan raya. Penempatan mobilnya sesuai aturan. Hingga ada seorang anak muda dari arah yang berlawan arah dengan arah mobil yang di parkir. Anak muda ini mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Apa yang terjadi? Dia menabrak mobil yang sedang diam tersebut, yang akhirnya membuat pengendara motor tersebut meninggal dunia, dan orang yang diboncengnya luka parah.
Bagaimana komentar orang? Mereka menyesalkan sikap anak muda tersebut. Terlihat baru pulang dari begadang. Ternyata motor yang dikendarainya pun adalah pinjaman. Tapi naas bagi sopir mobil tersebut. Dia tetap harus masuk penjara untuk beberapa bulan. Saya juga tidak tahu persis bagaimana proses hukumnya. Tapi yang jelas anak muda yang telah lalai menaati peraturan lalu lintas itu, selain menjemput mautnya sendiri ternyata membuat orang lain juga menderita.
Oleh karena menjemput dan di jemput maut adalah sama pada akhirnya, ternyata berbeda pada prosesnya. Yah sebuah proses yang terjadi tergantung pada manusianya. Apakah memang dia selalu berhati-hati, ataukah memang dia sendiri lalai..
Semoga tulisan ini dapat membuat kita dapat lebih berhati-hati dalam bersikap, terutama dalam hal mengendarai kendaraan. Karena yang kita inginkan adalah maut sendiri yang menjemput kita tentunya.
Ambe.mardiah@gmail.com

Rabu, 13 Mei 2015

Berbicara Saat Berwudhu

Assalamualaikum Ustadz yang insya Alloh dimuliakan Allah..
Saya mau menanyakan hukum berbicara di saat kita sedang berwudhu. Apakah wudhu kita batal atau tidak? Mohon penjelasannya ustadz, jazakallah.
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Saudara Maulana yang dimuliakan Allah swt
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa berbicara dengan orang tanpa adanya suatu keperluan disaat berwudhu adalah bertentangan dengan keutamaan. Akan tetapi jika terdapat suatu keperluan untuk dibicarakan karena jika tidak dibicarakan —saat berwudhu— dikhawatirkan hilang kesempatannya maka hal itu tidaklah termasuk kedalam meninggalkan adab.
Sementara itu para ulama Maliki berpendapat makruh berbicara disaat berwudhu selain daripada dzikrullah. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 12756)
Namun demikian berbicara disaat berwudhu tidaklah membatalkan wudhu orang tersebut meskipun perbuatan itu termasuk yang dimakruhkan karena bertentangan dengan keutamaan.
Wallahu A’lam
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/berbicara-saat-berwudhu.htm#.VVOJ38ZWxzl 

Kemenangan Iblis

Syeikh Dhirar bin Murrah, seorang ulama sufi kenamaan yang hidup di Kufah (Irak), wafat pada 132 Hijriyah pernah berkata bahwa Iblis mengatakan, ”Jika saya mampu mengusai Bani Adam dalam tiga hal, berarti keinginanku telah tercapai dan saya telah menang, yaitu: 1. Jika lupa akan dosanya; 2. Jika merasa cukup akan amalnya; 3. Jika kagum dan bangga akan pendapatnya (merasa pintar).
Sebenarnya ketiga hal (penyakit) pancingan Iblis yang dikhawatirkan Syeikh Dhirar merupakan penjelmaan dari inti ajaran Agama yang banyak ayat dan hadits Nabi SAW secara mantuq dan mafhum yang meminta untuk menjauhkan hal-hal tersebut. Penyakit lupa akan dosa, intinya adalah agar manusia senantiasa ingat dan beristighfar kepada Allah SWT, karena semua manusia tak luput dari dosa.
Ingat dosa, istighfar dan bertaubat adalah sarana untuk menyambut ke depan yang lebih baik dengan penuh asa. Jika manusia lupa akan dosa akan mudah tertutup hatinya karena tidak merasa butuh kepada ampunan Allah, maka rasa keangkuhan akan timbul, pada gilirannya keagungan dan kebesaran Tuhan sudah tidak tampak lagi dihadapannya, karena Allah menghilangkan bukti kebesaran dan keagunganNya dari para mutakabbirin, firman Allah SWT, ”Aku akan memalingkan tanda-tanda kekuasaan-Ku dari orang-orang yang menyombongkan diri (mutakabbir) di muka bumi tanpa alasan yang benar”(QS.7/146).
Manusia seperti ini tidak lagi merasa bersalah jika melakukan maksiat atau dosa, parahnya lagi sudah tidak sungkan untuk terang-terangan dalam maksiat atau mujaharah. Perbuatan dosa yang Mujaharah ini yang sulit diampunkan oleh Maha Pengampun, karena sudah tidak takut dan malu lagi terhadap Allah SWT dan tidak malu pula terhadap manusia. Tidak berpuasa secara terang-terangan, minum-minum keras di depan khalayak, berselingkuh, baca: berzina direkam, sehingga teredarkan.
Orang yang berbuat dosa tapi sembunyi hanya Allah SWT yang tahu, lebih baik ketimbang manusia yang berbuat dosa tapi terang-terangan. Pada saat Allah SWT menutup rahasia dosa manusia agar manusia tersebut suatu ketika bertaubat kepadaNya, sayangnya manusia sendiri mendeklarasikan, bahkan menceritakan dan bangga dengan dosanya! Bagaimana manusia lain dapat menutup aib saudara yang mujaharah, kalau dia sendiri yang menyebarkannya?
Musibah lain yang merupakan penyakit bani Adam yaitu merasa cukup dengan amal (cukup dengan apa yang diketengahkan). Apa yang telah dikerjakan seakan sudah sempurna, sehingga tidak mau mengoreksi dan mengembangkan ke arah lebih baik lagi. Tak pernah bertanya sudah cukupkah amal saya? sudah betulkah ibadahnya, akibatnya tidak mau balajar qiraat al-Qur’an karena sudah merasa betul bacaannya, juga tidak mau belajar hukum taharah, wudhu, salat secara benar karena sudah merasa cukup benar, dan tidak mau pula meningkatkan kerja yang bermanfaat.
Penyakit merasa cukup harus segera ditanggalkan, sebaliknya, harus terus menyempurnakan dan mengembangkan ke arah yang lebih baik lagi, yang dituntut merasa cukup dan qana’ah hanyalah terhadap karunia yang diberikan Allah SWT (rizki) agar jangan menjadi tamak, tentunya setelah berusaha maksimal dan tawakkal! Penyakit lain yang manusia lengah yaitu merasa pintar dan selalu bangga dengan pendapatnya.
Akibatnya, tidak mau lagi mendengar nasihat orang lain dan tidak merasa perlu untuk bermusyawarah kepada orang yang pantas untuk diajak musyawarah. Selalu merasa pendapatnyalah yang paling benar, padahal belum tentu demikian, kalau Nabi SAW saja diminta bermusyawarah kepada para sahabatnya, apalah artinya manusia biasa, tentunya lebih diminta untuk menghormati dan mendengar pendapat orang lain, dengan harapan semoga keputusan yang diadopsi dan diterapkan akan lebih dekat kepada kebenaran.
Semoga kita semua terhindar dari ketiga penyakit yang dikhawatirkan Syeikh Dhirar, yang digambarkan sebagai kemenangan Iblis tersebut!
http://www.eramuslim.com/oase-iman/kemenangan-iblis.htm#.VVOIMsZWxzk

Dibangunkan Malaikat

Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan mengangkatmu ke tempat yang terpuji .” (QS. Al-Isra 79)
Mendadak aku terjaga dari tidurku di tengah malam buta itu. Mataku terbelalak seolah-olah ada kekuatan ghaib yang memaksaku untuk melek dan segera bangun. Aku lihat jam weker di atas meja belajar masih menunjukkan waktu pukul dua malam. Lantunan ayat-ayat suci Al Quran lewat suara imam kondang dari Arab Saudi Syeikh As-Sudais yang biasa aku putar lewat kaset di radio tape usang milik kawanku pun tidak mampu membuaiku untuk kembali memejamkan mata. Biasanya ketika kaset itu berhenti berputar dan meminta untuk dibalik dari sisi A ke sisi B aku secara otomatis akan terbangun dari tidur dan akan kembali tidur setelah selesai membalik dan membuat kaset itu kembali membunyikan alunan merdu “pesan-pesan dari Langit”. Namun, malam ini sungguh tidak biasa.
Entahlah kenapa malam itu suasana di kamar kos yang aku tempati ini sedikit aneh. Kabarnya memang ada beberapa tempat kos di daerah ini yang memiliki cerita-cerita mistik tersendiri, dan diantaranya adalah tempat kos sahabatku ini. Kebetulan sahabat sejak aku kuliah dulu ini kos seorang diri dan saat itu ia sedang melakukan perjalanan dinas dari kantornya keluar daerah selama beberapa minggu. Ia pun tidak keberatan ketika aku berniat menginap selama beberapa malam di kamar kosnya, hitung-hitung sekalian sebagai penjaga barang-barang berharga miliknya.
Hampir setengah jam lamanya aku mencoba memejamkan mata sambil pikiranku menerawang kemana-kemana, terutama teringat akan cerita-cerita horor dari pengalaman pribadi teman-teman kuliah dulu. Di tengah kesunyian malam dan saat aku dijangkiti penyakit paranoid, hanya Syeikh As-Sudais, sahabat terbaik pengantar tidurku, yang mampu menghiburku dengan bacaan ayat-ayat Qurannya yang menggetarkan jiwa dan dapat membuat siapa saja yang mendengarnya ikut-ikutan menangis. Benar-benar luar biasa.
Tiba-tiba, terlintas dalam pikiranku: “Kenapa tidak melaksanakan shalat malam saja sambil mencoba menenangkan kegelisahanku malam ini? Siapa tahu Allah akan mempercepat pengabulan semua doa dan harapanku yang tertunda.
Shalat malam, suatu kegiatan yang sudah sangat lama sekali tidak aku kerjakan. Iya, seingatku terakhir kali aku rajin mengerjakan shalat malam adalah ketika aku kepengen sekali lulus UMPTN dan masuk UI. Setelah semua doaku dijabah oleh Allah, rasanya hampir tidak pernah aku melaksanakan lagi shalat yang istimewa ini. Sungguh durhaka memang mahluk yang namanya manusia, ketika menderita mereka merengek-rengek kepada Allah, namun setelah permintaannya dikabulkan mereka seolah-olah tidak kenal lagi dengan Tuhannya. Dan akupun mungkin bagian dari kaum ini. Tolong ampuni kami ya Allah..!
Malam itu, setelah selesai “berkomunikasi” dan bermunajat kepada Allah, aku kembali ke pembaringan untuk melanjutkan istirahatku. Namun, belum beberapa lama aku merebahkan diri , tiba-tiba terdengar suara “gemelitik” aneh dari kaca jendela yang berada tepat di samping tempatku berbaring. Kaca jendela itu tidak berteralis besi dan kadang-kadang juga berfungsi sebagai pintu darurat apabila kunci pintu kamar kos itu tidak bisa terbuka. Makin lama suara itu semakin kerap terdengar ditambah lagi dengan suara “klotek-klotek” aneh. Aku berpikir mungkin kucing tetangga kos kawanku yang baru saja beranak yang iseng menggaruk-garuk kaca jendela karena ingin masuk dan dibukakan pintu. Tapi, apa iya itu perbuatan si kucing, kalau bukan bagaimana?
Hatiku jadi gundah ketika terlintas pikiran paranoid kalau-kalau itu adalah perbuatan demit-demit iseng yang kabarnya pernah menyambangi kamar demi kamar di kosan kawanku ini hanya untuk pamer bahwa mereka masih eksis di tempat itu. Tapi akan lebih gawat lagi kalau itu adalah perbuatan maling yang kabarnya punya jadual tetap menyatroni kosan demi kosan di wilayah itu. Kalau itu benar adalah hantu, aku bisa merapal semua ayat-ayat suci yang aku hapal untuk mengusir jin dan sebangsanya, tapi kalau itu adalah gerombolan rampok, apa dayaku? Celakanya, senjata yang tersedia di kamar ini hanyalah gagang sapu ijuk rombeng dan beberapa garpu makan yang ujung sudah tidak harmonis lagi. Tidak ada golok, martil, ataupun linggis yang bisa aku gunakan untuk membela diri.
Kecurigaanku bertambah kuat ketika aku dengar “degup” langkah-langkah kaki manusia mendekati jendela kamar itu. Akupun semakin pasti bahwa ini adalah langkah-langkah manusia dan bukannya kucing atau setan-setan kurang kerjaan. Namun, aku masih berbaik sangka bahwa jangan-jangan ini ulah teman-teman tetangga kosku yang kadang iseng mengganggu atau menakut-nakuti para penghuni kos yang lain.
Dengan masih menggunakan celana pendek dan sarung yang aku pakai sehabis shalat tadi, dengan nekad dan membaca bismilllah aku mencoba memberanikan diri membuka tirai yang menutup jendela itu sekalian ingin memberi surprise kepada siapapun yang ada diluar sana. Syukur-syukur kalau itu adalah benar perbuatan kawan tetangga kos sebelah, jadi aku akan membuat mereka malu karena mereka tidak sukses mengerjai aku.
Hal yang membuat aku kaget setengah mati adalah ketika aku menyibakkan tirai jendelanya secara mendadak. Ternyata ada dua sosok mahluk di luar kamar kosan itu, yang satu berbadan pendek namun gempal sedangkan satunya lagi berbadan sedang. Manusia-manusia salah karir itu sedang asyik berjongkok sambil khusyuk mencongkel daun jendela kamar sahabatku. Mataku dan mata mereka saling bertatapan dan sama-sama terkejut bukan kepalang. Secara spontan aku teriak “Maling…!” sekeras-kerasnya dan berulang-ulang untuk mengusir mereka sambil mencoba membangunkan tetangga untuk sama-sama mengejar dan membekuk para penjahat tengik itu.
Dengan lari terbirit-birit karena dikejar-kejar orang sekampung, para bandit kampung itu pontang-panting melewati lorong dan gang sempit sepanjang kampung. Akhirnya para penjahat itu berhasil meloloskan diri dengan membonceng dua unit sepeda motor yang dikemudikan anggota komplotannya yang diparkir tidak jauh dari tempat kos kawanku itu. Ternyata ada sepasang maling lagi yang mengintai pas di depan kamar kos yang ikut lari tunggang-langgang karena kaget kejahatannya ketahuan. Jadi, total maling yang beroperasi malam itu kira-kira ada enam personil.
Setelah para penjahat amatiran itu kabur, barulah aku tahu ternyata pada saat yang sama ada beberapa tempat kos yang sedang disambangi oleh mereka dan malam itu rencana mereka gagal total gara-gara teriakanku sewaktu mengejar kawan sepermalingannya. Menurut orang-orang kampung, biasanya para klub maling yang beroperasi di daerah itu dalam semalam akan menjarah lebih dari dua target operasi dalam sekali operasinya.
Segala kegelisahanku malam itu akhirnya terjawab lunas dengan adanya kejadian kemalingan itu. Saudaraku, apa jadinya kalau saja aku tetap bebal untuk memaksakan diri melanjutkan tidur ketika Allah telah mengutus malaikatNya untuk memberi sinyal tanda bahaya kepadaku dengan membangunkanku dan membuat mataku tiba-tiba terbelalak mirip orang yang sedang tersedak biji salak? Segala sesuatunya atas ijin Allah bisa saja terjadi. Hal yang wajib aku syukuri adalah diriku dan harta benda milik kawanku juga milik kawan-kawan kos yang ada di sekitarnya ikut terselamatkan.
Subhanallah…! Alhamdulillah..!”, ucapku berkali-kali dalam hati.
Kejadian itu membuat aku memahami lagi salah satu rahasia Allah akan manfaat dan keutamaan shalat malam. Memang berat untuk menjalankan segala perintah Allah baik yang wajib maupun yang sunah apabila kita tidak mengalami sendiri suatu pengalaman spiritual yang menguatkan keimanan kita. Ada orang-orang yang diberi hidayah dan kembali kejalan Allah setelah dirinya diperlihatkan sebuah kejadian yang membuat spirit keimanannya bangkit kembali. Semua proses menjadi seorang muslim dan muslimah yang kaffah memang bukanlah perkara instan yang terjadi dalam semalam. Semua itu adalah hasil dari proses pembelajaran panjang dan lewat dialog bathin yang mungkin melelahkan bagi sebagian orang. Dan semoga kita adalah termasuk diantara manusia-manusia pilihan Allah yang selalu dilimpahkan barokah, diselamatkan dari segala bala, diberi petunjuk, dijaga keimanan dan keislamannya hingga akhir hayat.
Semoga…!
Seseorang dari ummatku yang berdiri shalat pada sebagian malam telah mengobati jiwanya untuk selalu suci. (Sebab) di atas jiwa itu terdapat simpul-simpul, jika ia membasuh kedua tangannya (berwudhu) lepaslah satu simpul. Jika ia mengusap kepalanya, lepaslah satu simpul. Jika ia membasuh kakinya, lepaslah satu simpul. Kemudian Allah berfirman kepada mahluk yang ada dibalik hijab (Malaikat), “Lihatlah hambaKu ini, ia mengobati jiwanya dan memohon kepadaKu. Apa yang diminta hambaKu kepadaKu, maka untuknya (Ku kabulkan).” (HR. Ahmad & Ibn Hibban)
***
(Sebuah pengalaman spiritual di sebuah tempat kos di Depok, Jawa Barat tahun 2001)
eljowo@yahoo.com
http://www.eramuslim.com/oase-iman/dibangunkan-malaikat.htm#.VVOHLsZWxzk

Jumat, 01 Mei 2015

Tobatnya Sang Penggali Kubur

Dalam sebuah kisah yang masyhur dari Ibnu Hubaiq yang meriwayatkan dari bapaknya, ‘Yusuf bin Asbath pernah menemani seorang pemuda dari Hijaz. Namun, dia belum berbicara dengannya, kecuali setelah sepuluh tahun lamanya. Yusuf melihat pemuda itu senantiasa gelisah dan bersedih disamping beribadah siang dan malam.
Kemudian, Yusuf bertanya kepadanya, ‘Apa pekerjaanmu? Sesungguhnya aku tidak pernah melihatmu berhenti dari menangis?’. Pemuda itu menjawab, ‘Aku adalah penggali kubur’. Yusuf bertanya lagi, ‘Apa yang kamu lihat setelah berada di liang lahat?’. Pemuda itu menjawab,’Aku melihat kebanyakan wajah mayat-mayat itu telah berubah posisi dari menghadap kiblat, kecuali hanya sebagian kecil saja’. Kemudian, Yusuf terjatuh dan tidak sadarkan diri, sehingga harus diobati oleh seorang tabib.
Ibnu Hubaiq melanjutkan ceritanya, bapakku berkata, ‘Kami memanggil Tabib Sulaiman agar mengobati Yusuf. Ketika agak sadar, Yusuf langsung berkata, ‘Hanya sebagian kecil?’.Dia terus mengulangi kata-kata itu didepan Tabib Sulaiman. Dan, setelah selesai mengobati, Tabib Sulaiman pulang, dan meninggalkan Yusuf.
Ketika sudah dalam keadaan sadar dan sembuh, Yusuf bertanya kepada kami, ‘Imbalan apa yang kalian berikan kepada Tabib itu?’. Kami menjawab, ‘Tabib itu tidak menghendaki imbalan apapun’, jawab mereka. Yusuf berkata, ‘Subhanallah. Maha Suci Allah, kalian memanggil Tabib Istana, dan kalian tidak memberikan imbalan atau upah apapun kepadanya?’. Kemudian kami berkata, ‘Berikan Tabib itu satu dinar’. Yusuf berkata, ‘Ambilah uang ini, berikan kepadanya dan beritahukan bahwa aku tidak punya uang lagi, agar supaya dia tidak salah paham, bahwa aku kurang menghargainya dibandingkan dengan raja-raja’.
Hubaib bercerita, ‘Yusuf bin Asbath pernah berkata, ‘Aku mewarisi sebuah perkebunan dari ayahku di Kufah senilai lima ribu dirham, namun timbul perselisihan antara aku dengan paman-pamanku. Kemudian aku meminta pendapat dari al Hasan bin Saleh dan beliau menasehatiku, ‘Sebaiknya kamu tidak berselisih dengan mereka, karena sesungguhnya perkebunan itu (dibeli) dari uang pajak bumi’.
Maka, aku meninggalkan warisan itu demi memperoleh ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan akupun jatuh miskin. Wallahu ‘alam.
http://www.eramuslim.com/peradaban/bercermin-salaf/tobatnya-sang-penggali-mayat.htm#.VUQM-sZWxzk

Nilai Diri Seorang Muslim bukan pada Harta dan Kedudukan

Ada seorang lelaki miskin, mengenakan kain yang usang , pakaian yang dekil, perut lapar , tanpa alas kaki, berasal dari garis nasab tidak terhormat, tidak punya kedudukan , harta dan keluarga besar, tidak punya rumah untuk berteduh, tidak punya perabot yang bernilai, minum hanya air dari kolam umum dengan gayung kedua tangannya bersama orang orang yang lewat, tidur di masjid , hanya berbantalkan tangannya, dan berkasur pasir bercampur kerikil.
Namun begitu, dia adalah seorang yang selalu berdzikir kepada Rabb nya, selalu membaca kitab Allah, selalu berada pada barisan terdepan dalam shalat maupun pada saat perang.
Suatu ketika, dia lewat di depan Rasulullah SAW, lalu Rasul memanggilnya,” Wahai Julaibib, tidakkah kamu ingin menikah?” orang itu menjawab,”Wahai Rasulullah, siapakah yang mau menikahkan putrinya denganku?” Aku tidak punya kedudukan dan tidak pula harta.” Beberapa hari kemudian Rasulullah bertemu dengannya. Rasulullah menanyakan hal yang sama pula. Dan dia pun menjawab dengan jawaban yang sama. Pada pertemuan yang ketiga Rasulullah mengajukan pertanyaan yang sama, dan dijawab dengan jawaban yang sama pula. Maka bersabdalah Rasulullah,” Wahai Julaibib, pergilah ke rumah fulan, (nama seorang Anshor)-lalu katakan padanya, “Rasulullah menyampaikan salam untukmu dan memintamu untuk mengawinkanku dengan anak perempuanmu.”
Sahabat Anshar dimaksud berasal dari keluarga terhormat dan terpandang. Maka berangkatlah Julaibib menemui sahabat anshar itu. Diketuknya pintu rumahnya, dan selanjutnya disampaikannya apa yang diperintahkan oleh Rasulullah. Sahabat anshar itu berkata, “semoga kesejahteraan tercurah untuk Rasulullah, tapi bagaimana bisa aku mengawinkan anakku denganmu yang tidak mempunyai kedudukan dan harta benda? Pada saat itu isteri sahabat anshar itu juga mendengar pesan rasulullah SAW yang disampaikan Julaibib itu, dan dia pun terheran heran dan bertanya tanya…Dengan Julaibib, yang tidak mempunyai harta dan kedudukkan?” dari dalam putrinya mendengar apa yang dikatakan oleh Julaibib dan pesan Rasulullah yang disampaikannya, segera anak perempuan itu berkata kepada kedua orang tuanya,”apakah kalian menolak permintaan Rasulullah ? Tidak, demi dzat yang jiwaku ditanganNya !”
Selanjutnya , terjadilah pernikahan yang penuh berkah, lahir rumah tangga yang penuh keridhaanNya. Beberapa waktu kemudian, datanglah seruan jihad. Julaibib pun ikut serta ke medan perang. Dengan tangannya, terbunuh tujuh orang musuh dari orang orang kafir. Namun dia sendiri juga terbunuh. Dia meninggal dengan berbantalkan tanah dengan penuh keridhaan Allah dan RasulNya.
Setelah itu Rasulullah SAW memeriksa semua korban perang saat itu, dan para sahabat memberitakan nama nama yang syuhada. Tak ada nama Julaibib disebut, sebab memang dia tidak termasuk orang yang dikenal dan terpandang di kalangan sahabat. Namun Rasululllah sangat ingat Julaibib dan tidak pernah melupakannya. Beliau hapal nama itu ditengah kerumunan nama nama besar yang syahid dan tidak melalaikannya. Sergah rasulullah.” Tapi kini aku kehilangan Julaibib.”
Rasulullah mendapati jasadnya yang penuh dengan debu, dan mengusap debu dari wajahnya seraya berkata, “ Kau telah membunuh tujuh orang, lalu kamu sendiri terbunuh, kamu bagian dariku dan aku bagian darimu.
Sebenarnya  nilai seorang Julaibib adalah keimanannya, kecintaan Rasulullah kepadanya, dan prinsip yang ia pegang hingga ajalnya. Kemiskinan dan ketidakjelasan kedudukan di masyarakat tidak menghambatnya untuk memperoleh kedudukan yang mulia, dia telah mencapai cita citanya untuk mati syahid, mendapatkan keridhaanNya, meraih kebahagiaan di dunia dan akherat. – Aidh Al qarni-
http://www.eramuslim.com/oase-iman/nilai-diri-seorang-muslim-bukan-pada-harta-dan-kedudukan.htm#.VUQMY8ZWxzk