Kamis, 26 Maret 2015

Disiplin dalam Rumah Tangga; Tangga Awal Kesuksesan

Pada hakikatnya, disiplin merupakan sebuah keteraturan dalam hidup (sehari-hari) yang bisa mulai diajarkan pada seorang bayi sekalipun. Sebuah keteraturan yang memiliki cakupan yang sangat luas dalam berbagai aspek kehidupan. Salah jika kita hanya mempersepsikan disiplin hanya sebagai aturan yang serba ketat, segala sesuatu dibuatkan aturan dan tata tertib berikut sanksi dan hukumannya jika terjadi pelanggaran terhadap aturan tersebut.
Sebagai sebuah miniatur dari sebuah masyarakat yang besar dan kompleks, serta basis pendidikan dan tarbiyah bagi seorang anak, rumah tangga (keluarga) menempati peran dan fungsi yang besar dalam meletakkan disiplin sebagai pondasi kepribadian dan karakter seluruh anggota keluarga.
Ibarat anak tangga, maka disiplin menempati anak tangga pertama menuju keberhasilan dan kesuksesan dalam berbagai variannya. Di dalam rumahlah, disiplin diajarkan, dibiasakan dan dikembangkan. Disiplin memang tidak menjamin keberhasilan tapi tidak ada keberhasilan tanpa disiplin. Orang-orang besar dan hebat memiliki antusiasme dan kedisiplinan yang tinggi melebihi orang awam pada umumnya. Para shahabat radhiyallahu ‘anhum adalah bukti yang mewarisi antusiasme dan kedisiplinan dalam ilmu, ibadah dan semua bentuk ketaatan.
Sebuah keteraturan akan melahirkan kekuatan, sehingga dalam masa I’dadul quwwah, kedisiplinan terhadap berbagai rancangan amal jama’i yang telah diprogramkan tidak bisa diabaikan. Hatta, dalam kehidupan keluarga khususnya dalam mendidik anak-anak yang kuat fisik dan mentalnya, fikriyah, ibadah maupun akhlaknya, niscaya kesemuanya membutuhkan kedisiplinan dalam pendidikan dan pembiasaan mereka. Dan, kepada orang tualah Allah SWT memberikan tanggung jawab pendidikan yang pertama dan terutama. Oleh karena itu, hendaklah kita menjadi cermin yang jernih dan konsisten bagi anak-anak dengan memberikan contoh yang hidup dalam pribadi kita. Energi keteladanan adalah yang terkuat memberikan pengaruh dalam pribadi seorang anak.
Disiplin adalah Tentang Mengatur Waktu dan Amal
Sedemikian penting waktu, Allah SWT banyak menggunakan waktu sebagai sumpah di awal ayat beberapa surat dalam Al-Qur’an. Dalam Al-‘Ashr Allah berfirman ;
وَالْعَصْرِ .إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ .إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa (1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (2) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (3)” (Al-‘Ashr (103) : 1-3).
Dalam sebuah pepatah Arab yang masyhur disebutkan bahwa waktu itu ibarat pedang yang tajam, jika engkau tidak menggunakannya niscaya ia (waktu) yang akan menebasmu dengan ketajamannya. Maknanya banyak. Sering terjadi kita (seolah) kehabisan waktu padahal banyak tugas dan pekerjaan kita yang belum selesai. Atau, kita disibukkan oleh suatu pekerjaan sehingga melalaikan pekerjaan lain yang lebih penting. Atau, kita menghabiskan waktu untuk hal yang sia-sia, tidak bermanfaat bagi peningkatan iman dan ilmu. Atau, kita hanya menghabiskannya untuk hal-hal yang mubah, dan sebagainya.
Sebagai ummahat, berjibaku dengan waktu dan seabreg rutinitas harian tidaklah mudah mencapai kondisi ideal sebagaimana cita-cita saat masih lajang. Barangkali mendisiplinkan waktu dan merutinkan sebuah amalan adalah kendala yang paling umum terjadi. Namun bukan berarti keumuman ini harus selalu ditoleransi, justru inilah masalah yang harus dicari solusinya sesuai kondisi dan keadaan masing-masing pribadi, jika tak ingin terseret oleh waktu.
Ya, waktu terus berjalan tanpa kita bisa menghentikan lajunya. Jika kita tidak disibukkan dengan kebaikan dan ketaatan, niscaya kita disibukkan dengan keburukan dan kefasikan. Jika bukan untuk ketaatan waktu kita gunakan, niscaya kemaksiatan akan memenuhinya. Hanya ada dua pilihan, dan kita yang menentukannya. Pun kita yang kan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak, dan pada saat itu setiap orang kan terperanjat sebagaimana firman-Nya :
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلا كَبِيرَةً إِلا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun”.(Al-Kahfi :49)
عَنْ أَبِي بَرْزَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ : عَنْ مَالِهِ ، مِمَّ اكْتَسَبَهُ ؟ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ ؟ وَعَنْ عِلْمِهِ ، مَا صَنَعَ فِيهِ ؟ وَعَنْ شَبَابِهِ ، فِيمَ أَبْلَاهُ ؟ وَعَنْ عُمُرِهِ ، فِيمَ أَفْنَاهُ ؟ ” أَخْرَجَهُ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ فِي جَامِعِهِ وَقَالَ : هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Dari Abu Barzah RA ia berkata, “ Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ditanyakan kepadanya tentang empat perkara: perihal harta bendanya darimana ia dapatkan dan ia belanjakan dalam hal apa, perihal ilmunya apa yang ia kerjakan di dalamnya, perihal masa mudanya untuk apa ia lewatkan, perihal umurnya untuk apa ia habiskan.” (HR. Tirmidzi dalam kitabnya Al Jami’ dan dia berkata, “Hadits hasan shahih.”)
عن بن عباس رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لرجل وهو يعظه : ” اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاَتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ ”
أخرجه الحاكم في المستدرك رقم (7846) 4 / 341 وقال : هذا حديث صحيح على شرط الشيخين ولم يخرجاه وصححه الألباني في صحيح الجامع رقم (1077) ، وفي صحيح الترغيب والترهيب رقم
3355)
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “ Rasulullah SAW bersabda kepada seorang lelaki sebagai nasehat kepadanya:
“Jagalah yang lima sebelum datangnya yang lima: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, masa mudamu sebelum masa tuamu dan kayamu sebelum miskinmu.” (HR.Hakim, beliau berkata, “ Ini hadits shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim hanya mereka tidak mengeluarkannya.” Syekh Al Albani menshahihkannya dalam Shahih Al jami’ No 1077 dan Shahih targhib wa tarhib no 3355.).
Adalah sebuah pilihan cerdas jika kita pun beramal dengan amalan orang yang cerdas dalam keseluruhan waktu yang dianugerahkan Allah Taala pada kita, sebagaimana sabda Rasulullah SAW menyebutkan ciri-cirinya kepada kita:
اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ اْلمَوْتِ…
“Orang yang cerdas adalah orang yang introspeksi diri dan beramal untuk bekal setelah mati…” (HR. Tirmidzi, beliau berkata,’hadits ini hadits hasan’).
Seorang ahli hikmah juga berkata, “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang cerdas. Yang tidak mengutamakan dunia dan takut akan fitnahnya. Mereka senantiasa memperhatikan dan mereka pun tahu bahwa dunia ini bukan tempat tinggal selamanya. Mereka jadikan dunia laksana samudra, dan menjadikan amal shalih sebagai bahtera untuk berlayar mengarunginya.”
Jadi, kita memang harus selektif dalam memilih aktivitas dan menjadikannya kesibukan yang mengisi waktu-waktu kita. Jangan biarkan waktu bergulir begitu saja tanpa rencana. Awali semua aktivitas dengan basmalah dan niatkan seluruhnya untuk ibadah niscaya kan menyempurnakan keutamaannya.
Aktivitas ringan yang bisa ‘disambi’ dengan pekerjaan lain, yang memiliki keutamaan luar biasa, yang bisa men-charge iman sewaktu-waktu, yakni dzikrullah dengan lisan kita. Andai kita bisa melazimi dan mendisiplinkannya, insyaAllah besar manfaatnya.
Awali dengan Kedisiplinan Diri
Seorang ummahat (orang tua) yang menghendaki anak-anaknya tumbuh dalam kedisiplinan hendaknya memulai hal tersebut dalam dirinya. Disiplin dalam shalat maupun ibadah-ibadah selainnya, disiplin dalam belajar, disiplin dalam berbagai amal ketaatan dan kebaikan serta disiplin dalam menggunakan waktunya sehari-hari.
Mereka adalah anak-anak yang tidak tumbuh melainkan menurut kebiasaan dan pendidikan yang ditanamkan orang tuanya. Jiwa mereka sedemikian lentur, sehingga mudah sekali menerima segala sesuatu yang memberikan pengaruh terhadapnya sesuai dengan lingkungan pertamanya.
Sampai-sampai Rasulullah SAW meletakkan kaidah mendasar yang kesimpulannya adalah seorang anak tumbuh dan berkembang mengikuti dien kedua orang tuanya. Keduanyalah yang memberikan pengaruh yang kuat terhadapnya.
Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Hurairah RA berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تَنْتِجُ الْبَهِيْمَةَ، هَلْ تَرَى فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Lalu kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Majusi, atau Nashrani sebagaimana permisalan binatang itu melahirkan binatang (yang sama secara utuh). Apakah kamu melihat pada anaknya ada yang terpotong telinganya?” Kemudian Abu Hurairah RA membaca firman Allah SWT:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada dien Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) dien yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Ruum (30) : 30).
Imam Ghazali mengatakan, “Anak merupakan amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan mutiara yang masih polos tanpa ukiran dan gambar. Ia siap diukir dan cenderung kepada apa saja yang mempengaruhinya. Jika ia dibiasakan dan diajarkan untuk berbuat kebaikan, ia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Dengan begitu kedua orang tuanya akan berbahagia di dunia dan akhirat. Sedangkan apabila ia dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja seperti membiarkan binatang ternak, maka ia akan sengsara dan binasa. Dosanyapun akan dipikul oleh orang yang bertanggung jawab mengurus dan walinya.”
Beliau juga menjelaskan bahwa mentarbiyah (mendidik) seorang anak serupa dengan pekerjaan seorang petani yang membuang duri dan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan asing atau rerumputan yang mengganggu tanaman agar ia bisa tumbuh dengan baik dan membawa hasil yang maksimal.
Allah SWT telah memerintahkan orang tua untuk mencurahkan segala upaya dan terus berbuat tanpa henti untuk mendidik dan membiasakan anak-anak berbuat kebaikan, meluruskan dan memperbaiki kesalahan mereka. Karena inilah jalan yang ditempuh oleh para Nabi dan Rasul. Nabi Nuh AS telah mengajak anak beliau kepada iman, Nabi Ibrahim AS telah memerintahkan putera-puteranya agar hanya beribadah kepada Allah, dan seterusnya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahriim (66) :6).
Sungguh, amanah pendidikan adalah di pundak orang tua. Dalam ayat di atas, Allah SWT memulai perintah-Nya kepada orang tua. Sehingga, orangtualah yang harus memberikan pendidikan dan teladan. Dengan memahami sifat anak-anak yang suka memperhatikan dan meniru perilaku orang tua, maka seharusnya orang tua menjadikan hal ini sebagai sarana yang efektif dalam mengarahkan dan membiasakan mereka dalam kebaikan.
Mulailah kebaikan dari diri kita. Mulailah kedisiplinan dari diri kita. Sungguh kemampuan audio-visual mereka sangatlah tinggi – bahkan di luar dugaan kita – dalam menerima respon baik positif maupun negatif. Mereka bukanlah anak kecil yang belum mengerti apa-apa.
Bahkan dalam berbagai penelitian ilmiah modern, kemampuan mereka merespon telah ada sejak masih janin di dalam kandungan. Subhanallah…Maka tidakkah kita rugi jika tidak memanfaatkan potensi ini dan menyalurkan energi yang positif melalui sikap dan tingkah laku kita yang tunduk pada aturan dan kehendak Allah SWT ??
Seorang ahli hikmah berkata, “Bergegaslah mendidik anak-anak sebelum kesibukanmu bertumpuk-tumpuk. Jika ia telah menjadi dewasa namun tidak berakal, sungguh ia akan lebih memusingkan pikiranmu.”
http://www.lasdipo.com/bilik-muslimah/2015/03/17/disiplin-dalam-rumah-tangga-tangga-awal-kesuksesan.html

Polusi Udara Hambat Perkembangan Otak pada Janin

Pengaruh paparan polusi udara terhadap rahim, bisa menimbulkan dampak buruk bagi otak anak-anak dan berkontribusi terhadap kelambatan proses dan masalah perilaku, kata satu penelitian.
Penelitian ini difokuskan pada hidrokarbon aromatik polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbons, PAH), polusi udara beracun yang disebabkan oleh emisi kendaraan, pembakaran batu bara, dan merokok, lapor kantor berita Xinhua.
PAH dapat melewati plasenta dan mempengaruhi anak dan otak hewan percobaan yang belum lahir, sebagai paparan pralahir yang dapat mengganggu perilaku dan pembelajaran, kata peneliti dari Rumah Sakit Anak Los Angeles (CHLA) dan Columbia University.
Untuk menguji efek dari paparan PAH pada struktur otak, para peneliti melakukan studi pencitraan yang melibatkan 40 anak usia sekolah perkotaan di New York City. Anak-anak itu keturunan Latin atau Afrika Amerika.
Anak-anak diamati dari sebelum lahir sampai tujuh sampai sembilan tahun dan ibu mereka dilakukan pemantauan PAH pranatal (saat kehamilan) dan menjawab kuesioner pranatal.
“Temuan kami menunjukkan bahwa PAH adalah kontributor bagi penyimpangan hiperaktif dan kurangnya kemampuan perhatian (attention deficit hyperactivity disorder, ADHD) dan masalah perilaku lainnya karena efek mengganggu polutan pada perkembangan otak awal,” kata peneliti utama Bradley Peterson, Direktur Institute untuk Pengembangan Pemikiran di CHLA.
Penelitian ini menemukan hubungan yang kuat antara peningkatan paparan PAH pranatal dan pengurangan hampir seluruh permukaan materi putih otak kiri.
Berkurangnya permukaan materi putih di sisi kiri otak dikaitkan dengan proses yang lebih lambat dari kecerdasan untuk pemrosesan informasi dan masalah perilaku lain yang lebih parah, termasuk ADHD dan agresi.
Peterson mencatat bahwa temuan penelitian ini terbatas pada populasi minoritas dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dan pencapaian pendidikan yang rendah, dan mungkin tidak menggeneralisasi untuk populasi lain, meskipun populasi minoritas miskin di perkotaan tidak seluruhnya terkena polusi udara.
Sebagai awal penelitian ini masih terbatas, para peneliti sedang melakukan studi yang jauh lebih besar untuk mengkonfirmasi dan memperluas temuan mereka.
“Temuan kami meningkatkan kekhawatiran penting tentang efek polusi udara pada perkembangan otak pada anak-anak, dan konsekuensi dari efek-efek otak pada kognisi dan perilaku,” kata Peterson.
“Jika dikonfirmasi, temuan kami memiliki implikasi kesehatan publik yang penting mengingat dampak polusi udara PAH pada masyarakat umum.”
Para peneliti Columbia sebelumnya melaporkan bahwa paparan udara PAH selama kehamilan dalam kelompok ini dikaitkan dengan beberapa gangguan perkembangan saraf, termasuk pelambatan perkembangan anak usia tiga tahun, berkurangnya IQ lisan pada usia lima tahun, dan gejala kecemasan dan depresi pada usia tujuh tahun.
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal JAMA Psychiatry AS, kemudian dilansir New Straits Times, Kamis (26/3/2015).*

Waspadai Berhala Diri

Oleh: Abdullah Sholeh Hadrami
Alhamdulillah, aku sudah melewati masa itu. Jujur aku dulu pernah berpemahaman merasa kelompokku adalah paling benar sendiri dan yang lain adalah sesat.
Pernah aku terperangkap dalam pemikiran bahwa kelompokku adalah Al-Firqotun Najiyah (golongan yang selamat) sedang yang lainnya adalah ahli neraka.
Alhamdulillah akhirnya Allah berikan hidayah kepadaku untuk keluar dari pemikiran sempit seperti itu.
Aku belajar ke banyak guru dan aku mencintai mereka semua dan tidak mungkin melupakan jasa-jasa mereka.. Walau akhirnya Allah arahkan aku untuk berada dalam barisan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Salafy, ini adalah pilihanku.
Bagiku, semua umat Islam adalah saudaraku dan aku suka saling mengingatkan dan saling menasehati serta saling mendoakan.
Aku berharap kita semua sama-sama Allah masukkan ke dalam Jannah.
Pengalaman masa lalu, buku-buku yang dibaca, dan guru-guru yang mengajari serta lingkungan, kesemuanya itu akan berpengaruh dalam pemahaman keagamaan seseorang.
Berbicara tentang kelompok dalam Islam tidak akan pernah tuntas karena semua merasa paling benar dan menuduh yang lain tersesat.
فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُم بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).” [QS: Al-Mukminun [23]: 53]
Kita perlu selalu membaca dan merenungkan ayat ini secara rutin dan terus menerus disertai muhasabah, koreksi dan mawas diri;
فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”[QS : An-Najm Ayat [53] 32]
Hanya Allah Yang Maha Tahu siapa yang terbaik diantara kita di SisiNya.
Ada satu berhala dalam diri kita semua yang harus kita hancurkan, yaitu; NAFSU!
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah menyesatkannya berdasarkan ilmu yang dimilikinya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [QS: Al-Jatsiyah Ayat [45]: 23]
Daku hanyalah seorang hamba yang miskin papa di hadapanNya. Dosa-dosaku teramat sangat banyak,  amal ketaatanku teramat sangat sedikit, hatiku selalu berbolak-balik, perjalananku cukup jauh, bekalku belum mencukupi, tapi ajalku telah dekat.
Harapanku Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang berkenan mengasihi lagi menyayangiku.
Ayat harapanku,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
”Katakanlah: “Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS: 39 Az-Zumar [39]: 53)
Ya Allah, ampunilah semua kejahilan hamba dan bimbinglah hamba istiqomah di jalanMu yang lurus.
Dari saudaramu yang selalu mencintaimu dan berharap berkumpul denganmu sampai di Jannah Firdaus.*
@AbdullahHadrami

Muslihat Pencuri Vs Kecerdikan Imam Abu Hanifah

Suatu saat datanglah kepada Imam Abu Hanifah seorang laki-laki, ia menangis dan dirundung kesedihan.
“Wahai Imam, sejumlah pencuri telah masuk rumahku dan mengambil hartaku. Aku tahu salah satu dari mereka, ia tinggal di kampung bersama kami. Ketika laki-laki itu tahu kalau aku mengenalnya, maka ia mengikatku dan memaksaku bersumpah untuk mentalak istriku dan memerdekakan para budakku serta mensedahkahkan seluruh hartaku jika aku sampai memberi tahu mengenai dirinya, baik dengan tangan, perkataan maupun isyarat”, lelaki itu bercerita.
“Pergilah kepada sultan agar ia mengumpulkan penduduk kampung. Jika bukan puncuri maka katakanlah,’bukan dia’. Jika engkau tahu pencurinya maka diamlah dan jangan menunjuk  isyarat dengan tanganmu atau perkataanmu. Maka polisi tahu bahwa pencuri itu adalah dia dan dia akan menangkapnya”, jawab Imam Abu Hanifah.
Akhirnya lelaki itu menuruti saran dari Imam Abu Hanifah dan polisi pun berhasil menangkap si pencuri. (Al Adzkiya, hal. 148)

Bohong Itu Bikin Capek, Sist!

Masih ada yang mengganjal di dalam hati. Sebenarnya, Nisa tak ingin ikut memesan jaket seragam yang ditawarkan Nunik tadi. Mengingat sisa uang bulanannya yang sudah sangat mepet. Membayar uang pemesanan jaket tadi, memotong sebagian besar uang bulanannya yang harus cukup hingga akhir bulan.
Minta uang tambahan sama Ibu rasanya tak mungkin karena Ibu biasanya hanya mau menambah uang bulanan Nisa jika memang berkaitan dengan pelajaran atau sekolah.
Sebenarnya Nisa tak ingin ikut memesan jaket itu karena ia pun masih punya beberapa jaket yang bagus. Namun, ia takut, kalau tak ikut memesan jaket dan punya jaket kelas, ia akan dikucilkan. Maklumlah Nisa, baru beberapa minggu saja menjadi murid di sekolah itu.
Ada pula Anak Baru Gede (ABG) yang sengaja menunjuk rumah sepupunya sebagai rumahnya.
Pasalnya ia malu dengan keadaan rumahnya yang tak sebagus rumah sepupunya. Hingga akh, teman-temannya pun tahu dimana rumahnya yang sebenarnya dan lebih parah nge-bully si ABG.
Hati-hati Bohong!
Tak ingin berbeda, takut dikucilkan, takut di bilang kupdet, dan takut-takut lainnya, nggak jarang membuat kita bohong. Foto di depan mall keren yang baru buka (padahal cuma sekadar lewat) atau foto duduk di resto mahal (yang sebenarnya cuma numpang duduk, terus buru-buru ngacir karena takut keburu didatangi sama pelayannya) buat dijadiin foto profil di medsos; semua jadi sah-sah aja demi untuk sekadar ngejar gengsi atau yang sekarang bahasa kerennya pencitraan.
Bohong, memang kadang jadi jalan keluar saat kita tak ingin ditinggalkan dalam pergaulan, tak ingin diremehkan, dan ingin terlihat cantik. Bohong sekarang juga nggak sekadar pakai lisan, tapi juga pakai foto (yang udah diedit puluhan kali) dan pakai status-status di medsos. Hadeehh, makin banyak aja cara bohong jaman sekarang ya, Sister.
Btw, apapun cara kita bohong, sebaiknya kita ingat bahwa Allah Subhanahu Wata’ala sama sekali nggak suka sama orang yang berbohong, Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) Sangat dibenci disisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”(QS: Ash-Shaaff: 2-3)
Nah, karena cara berbohong sekarang juga sudah beraneka macam, kita harus waspada pada apapun yang membuat kita terjerumus pada kebohongan.
Jika kita suka bisnis online, usahakan barang yang kita kirim sesuai dengan yang kita posting. Waktu pengiriman pun sesegera mungkin setelah pembayaran. Jika kita suka selfie, jangan sampai berlebihan menggunakan Perfect 365 karena nantinya kamu bakal nggak pede kalau harus kopi darat. Jika kamu memang tak menyukai sesuatu atau tak sanggup melakukannya, maka jujurlah.
Semakin jujur, semakin kamu tak menyusahkan dirimu sendiri karena orang yang berbohong, nantinya akan terus-menerus berbohong menutupi yang sebenarnya. Kamu juga nggak rugi atau di-bully seperti kasusnya Nisa dan ABG di atas.
So, jujur itu sebenarnya gampang, simple, hemat, dan nggak cape’, Sist! 
*/Kartika Trimarti

Pilih Dada Sempit atau Dada Lapang?

Suatu hari ada seorang ustaz didatangi seorang murid yang sedang dirundung masalah. Tanpa membuang waktu sang murid langsung menceritakan semua masalahnya.
Sang ustaz hanya mendengarkan dengan seksama, lalu ia mengambil segenggam garam dan meminta anak muda itu untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
“Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya,” kata Sang Ustaz.
“Asin, asin sekali,“ jawab murid itu sambil meludah ke samping.
Ustaz itu tersenyum, lalu mengajak muridnya ini untuk berjalan ke tepi telaga belakang rumahnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampai ke tepi telaga yang tenang itu.
Sesampai di sana, Sang Ustaz itu kembali menaburkan garam ke telaga itu, dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya.
“Coba ambil air dari telaga ini dan minumlah,” Kata Sang Ustaz.
Saat si murid mereguk air itu, ustaz kembali bertanya lagi kepadanya, “Bagaimana rasanya?”
“Segar“, sahut si murid.
“Apakah kamu merasakan asin di dalam air itu ?” tanya Ustaz.
“Tidak, ” sahut murid itu.
Ustaz tersenyum sambil berkata:
“Wahai muridku, dengarkan baik-baik. Problem dalam kehidupan, adalah layaknya segenggam garam ini. Semuanya sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Bahagia dan sengsara itu mengikuti perasaan tempat kita meletakkannya. Dadamu harus lapang dan hatimu harus bersih jika kamu ingin hidup damai dan bahagia dalam kondisi apapun.”
Ustaz itu lalu kembali menasehatkan: “Dada dan hatimu adalah wadah itu, tempat kamu menampung segalanya. Jangan jadikan hatimu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu menampung setiap permasalahan dalam kehidupan ini, dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian.”
Sang Ustaz menutup nasehatnya seraya berkata:
“Wahai muridku, jika ingin dadamu lapang dan hatimu bersih kamu harus selalu dekat kepada pemiliknya yang mengusainya, dengan cara selalu taat dan patuh kepadaNya. Dia adalah Robbmu, penciptamu, pemilikmu dan pengatur semua tentang dirimu. Bacalah kitabNya, Al-Qur’an dan hiduplah sesuai dengan petunjukNya. Semoga engkau selamat, sukses dan bahagia wahai muridku, barokallah fiik“.
Allah berfirman:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
“Ini (Al-Qur’an) adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” [QS: Shood [38]: 29]
Berkata sebagian ahli tafsir:
“Kami menyibukkan diri kami dengan membaca, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an maka kamipun diliputi oleh keberkahan dan berbagai kebaikan.”*
Akhukum Fillah
@AbdullahHadrami

Sabtu, 21 Maret 2015

Tidak, Kamu Kafir!

“Tidaklah aku melihat para qari kita ini melainkan orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta pembicaraannya, dan paling pengecut di antara kita dalam peperangan,” demikian pria itu bertutur kepada teman-temannya. Tiba-tiba ada yang menimpalinya dengan penuh kemarahan, “Dusta! Engkau ini seorang munafik! Akan aku beritahukan ini kepada Rasulullah.”
Siapa mereka berdua? Apa yang mereka ributkan? Keduanya merupakan bagian dari rombongan yang berjihad bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam perang Tabuk. Lantas siapa yang diejek oleh pria yang pertama? Ia mengejek para sahabat Nabi yang ahli baca Al-Quran.
Karena itulah pria yang kedua menjadi berang lalu mengancam akan melaporkan ucapannya itu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Lantas, apakah ia melaporkannya? Akhirnya ia melaporkannya. Namun, belum sampai ia di hadapan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, wahyu telah turun mendahuluinya.
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kufur sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah [9] : 65-66)
Akhirnya datanglah pria pertama tadi kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sedangkan beliau صلى الله عليه وسلم sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Ia berkata sembari berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sedang kedua kakinya tersandung-sandung batu, “Ya Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda dengan mengucapkan ayat, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok? ” Beliau tidak menengoknya, dan tidak pula berkata kepadanya lebih dari itu. (Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir)
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa memperolok-olok apa pun yang datang dari agama adalah kekufuran dan kemurtadan, mengeluarkan pelakunya dari islam. Dan itu adalah perkara yang sangat besar dan tidak ringan tentunya.
Jika orang yang telah merasakan keutamaan berjuang bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan mencecap shalat di belakang beliau saja, menjadi murtad karena ucapan yang keluar dari lisannya, lantas bagaimana pula orang yang tidak pernah merasakan keutamaan itu?
Lalu bagaimana dengan orang yang shalat pun sering bolong-bolong dan kerap bergelimangan maksiat? Apa jadinya jika kondisi amalnya yang sudah rusak, ditambah pula dengan memperolok-olok agama?
Jika mengolok-olok agama yang tentunya itu bergurau, bukan serius saja menyebabkan kemurtadan, lantas bagaimana pula jika dilakukan dalam keadaan serius dan sungguh-sungguh?
Kalau begitu, siapa yang berolok-olok, “Al-Quran itu buatan orang Arab!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?
Siapa yang berolok-olok, “Al-Quran itu kitab porno!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?
Siapa yang bercanda, “Saya sudah tobat dari agama!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?
Siapa yang bersenda gurau, “Jangan puasa, puasa Ramadhan itu perintah manusia!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?
Siapa yang berkelakar, “Setan itu lebih baik dibandingkan Nabi Adam!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?
Siapa yang berseloroh, “Allah keliru telah menyebutkan poligami dalam Al-Quran!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?
Siapa yang bertingkah, “Saya tidak takut neraka! Saya tidak butuh surga!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?
Siapapun dan dengan alasan apapun jika berani memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya dan para rasul-Nya atau apa saja perkara dalam agama-Nya, entah dengan lisan atau perbuatan, bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kufur sesudah beriman.” (QS. At-Taubah [9] : 66)
Demikianlah balasan bagi setiap orang yang melecehkan-Nya dan menghinakan syiar-syiar-Nya. Allah akan menghukum mereka atas ucapan yang meluncur dari lisan mereka. Ucapan yang sebenarnya merupakan perwujudan dari apa yang ada di batin mereka. Ya, kekufuran lahir mereka menunjukkan akan kekufuran batin mereka. Sebab, seandainya dalam hati mereka ada pengagungan terhadap-Nya, tentu tak mungkin mereka berani untuk memperolok-olok dan melecehkan agama serta syiar-syiar-Nya.
Dan siapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj [22] : 32)
Maka, wahai para pencela Allah, segeralah bertaubat kepada Allah dengan setulus hati kalian. Hentikanlah kekufuran kalian. Menangislah dengan penuh penyesalan atas apa yang telah kalian perbuat. Bertekadlah dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi lagi. Niscaya Allah mengampuni kalian dan merahmati kalian.
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi, sungguh, akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu.”(QS. Al-Anfal [8] : 38)
Tapi, jika kalian kukuh bersikeras berada dalam penentangan ini, mari… marilah kemari. Ini kabar gembira untuk kalian:
1. Seorang murtad tidak boleh menikah dengan seorang muslim, dan apabila telah menikah, maka batallah pernikahannya.
Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hati kalian. Dan janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hati kalian. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 221)
2. Seorang murtad tidak bisa mendapatkan warisan dari kerabatnya yang muslim.
“Seorang Muslim tidak berhak mewarisi harta orang kafir dan seorang kafir tidak berhak pula mewarisi harta seorang muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid رضي الله عنهما )
3. Seorang murtad tidak terjaga darahnya.
Siapa yang mengganti agamanya (murtad), bunuhlah ia.” (HR. Bukhari)
4. Seorang murtad jika mati tidak boleh dishalati dan dikuburkan di pekuburan muslimin.
Dan janganlah kamu sekali-kali menyolati (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah [9] : 84)
5. Seorang murtad akan disiksa di neraka kekal selama-lamanya
Siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 217)
Siapkah kalian menghadapi konsekuensi ini?
Jakarta,
anungumar.wordpress.com
http://www.eramuslim.com/oase-iman/anung-umar-tidak-kamu-kafir.htm

Bahaya! Karyawan Facebook Mampu Akses Akun Kita Tanpa Password

Sering menaruh data pribadi di Facebook? Nampaknya kebiasaan ini harus Anda ubah, karena ternyata akun facebook Anda dapat diakses oleh para engineer (baca: insinyur) atau pegawai Facebook tanpa memasukkan password sama sekali.
Tidak diragukan lagi, Facebook dan perusahaan teknologi besar lainnya termasuk Google, Apple dan Yahoo berusaha untuk menjaga data mereka di luar jangkauan dari lembaga penegak hukum dan mata-mata. Mereka mengadopsi komunikasi, end-to-end solusi enkripsi dan dienkripsi dalam waktu dekat, tapi sekarang mereka memiliki akses ke data pribadi Anda. Setidaknya beberapa karyawan mereka dapat mengaksesnya dengan satu kali klik saja.
Awal pekan ini, direktur label rekaman Anjunabeats, Paavo Siljamäki, memberi perhatian pada masalah tersebut dengan memposting sebuah cerita yang sangat menarik di dinding Facebook-nya. Selama kunjungannya ke kantor Facebook di LA, seorang insinyur Facebook login ke akun Facebook-nya setelah izin, tapi anehnya mereka melakukannya tanpa meminta password!
http://www.lasdipo.com/teknologi/2015/03/05/bahaya-karyawan-facebook-mampu-akses-akun-kita-tanpa-password.html

Empat Hal Menyebabkan Su’ul Khatimah

Dalam kitab Ensiklopedia Kiamat (aslinya: al-Yaum al-Akhir:al-Qiyamah ash-Shughra wa ‘Alamat al-Qiyamah al-Kubra), Dr Umar Sulaiman al-Asyqar menulis pasal khusus berjudul “Hal-hal Yang Menyebabkan Su’ul Khatimah (akhir kehidupan yang buruk)”.
Di dalamnya beliau menyebutkan ada empat perkara yang dapat menyebabkan seseorang mengakhiri hidupnya dalam keadaan buruk sehingga menghantarkannya ke Neraka di kehidupan abadi negeri akhirat kelak. Namun sebelum kita uraikan keempat hal tersebut alangkah baiknya kita perhatikan hadits di bawah ini yang memuat salah satu rukun iman yang fundamental, yaitu iman akan taqdir Allah, baik itu taqdir yang terasa menyenangkan maupun yang terasa pahit.
ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ
بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا
إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: “…Kemudian diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh kepadanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Muslim)
Seorang yang beriman kepada taqdir yang ditetapkan oleh Allah pastilah sangat khawatir bilamana dirinya termasuk ke dalam golongan yang disabdakan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di atas yaitu “… sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya.” Sungguh merugilah orang yang ditaqdirkan Allah seperti itu. Namun tentunya melalui pelajaran ini Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bermaksud untuk menjelaskan adanya orang yang amalan baiknya selama ini sekedar yang tampak pada manusia. Sedangkan bisa jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya.
Sebaliknya golongan orang yang digambarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai ”dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” Tentunya ini adalah orang yang sangat beruntung dan disayang Allah ta’aala. Boleh jadi manusia memberi penilaian buruk karena perilakunya selama ini, namun sesungguhnya ia memiliki suatu kebaikan tertentu yang tersembunyi dari penglihatan orang lain sedangkan Allah memandang kebaikannya itu layak menjauhkan dirinya dari neraka dan menghantarkannya ke surga. Wallahu a’lam.

Yang pasti, beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir hidup dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap husnul khatimah. Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Beriman kepada taqdir justru semakin membuat seseorang berusaha keras berbuat sebanyak mungkin ’amal sholeh dan ’amal ibadah sekaligus menjauhi segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan yang berpotensi menyebabkan terjadinya su’ul khatimah.
Shiddiq Hasan Khan mengatakan bahwa su’ul khatimah memiliki sebab-sebab yang harus diwaspadai oleh seorang mukmin. Pertama, kerusakan dalam aqidah, walau disertai zuhud dan kesholehan. Jika ia memiliki kerusakan dalam aqidah dan ia meyakininya sambil tidak menganggap itu salah, terkadang kekeliruan aqidahnya itu tersingkap pada saat sakratul maut. Bila ia wafat dalam keadaan ini sebelum ia menyadari dan kembali ke iman yang benar, maka ia mendapatkan su’ul khatimah dan wafat dalam keadaan tidak beriman. Setiap orang yang beraqidah secara keliru berada dalam bahaya besar dan zuhud serta kesholehannya akan sia-sia. Yang berguna adalah aqidah yang benar yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Mereka terancam oleh ayat Allah berikut:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
”Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-Kahfi ayat 103-104)
Kedua, banyak melakukan maksiat. Orang yang sering bermaksiat akan didominasi oleh memori tersebut saat kematian menjelang. Sebaliknya bila seseorang seumur hidupnya banyak melakukan ketaatan, maka memori tersebutlah yang menemaninya saat sakratul maut. Orang yang banyak dosanya sehingga melebihi ketatannya maka ini sangat berbahaya baginya. Dominasi maksiat akan terpateri di dalam hatinya dan membuatnya cenderung dan terikat pada maksiat, dan pada gilirannya menyebabkan su’ul khatimah. Adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Kaba’ir mengutip Mujahid: Tidaklah seseorang mati kecuali ditampilkan kepadanya orang-orang yang biasa ia gauli. Seorang lelaki yang suka main catur sekarat, lalu dikatakan kepadanya: ”Ucapkanlah La ilaha illa Allah.” Ia menjawab: ”Skak!” kemudian ia mati. Jadi, yang mendominasi lidahnya adalah kebiasaan permainan dalam hidupnya. Sebagai ganti kalimat Tauhid, ia mengatakan skak.
Ketiga, tidak istiqomah. Sungguh, seorang yang istiqomah pada awalnya, lalu berubah dan menyimpang dari awalnya bisa menjadi penyebab ia mendapat su’ul khatimah, seperti iblis yang pada mulanya merupakan pemimpin dan guru malaikat serta malaikat yang paling gigih beribadah, tapi kemudian tatakala ia diperintah untuk sujud kepada Adam, ia membangkang dan menyombongkan diri, sehingga ia masuk golongan kafir. Demikian pula dengan ulama Bani Israil Bal’am yang digambarkan dalam ayat berikut:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ
فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ
ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ
”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.” (QS Al-A’raaf ayat 175-177)
Keempat, iman yang lemah. Hal ini dapat melemahkan cinta kepada Allah dan menguatkan cinta dunia dalam hatinya. Bahkan lemahnya iman dapat mendominasi dirinya sehingga tidak tersisa dalam hatinya tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan jiwa, sehingga pengaruhnya tidak tampak dalam melawan jiwa dan menahan maksiat serta menganjurkan berbuat baik. Akibatnya ia terperosok ke dalam lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat, sehingga noda hitam dosa menumpukdi dalam hati dan akhirnya memadamkan cahaya iman yang lemah dalam hati. Dan ketika sakratul maut tiba, cinta Allah semakin melemah manakala ia melihat ia akan berpisah dengan dunia yang dicintainya. Kecintaannya pada dunia sangat kuat, sehingga ia tidak rela meninggalkannya dan tak kuasa berpisah dengannya. Pada saat yang sama timbul rasa khawatir dalam dirinya bahwa Allah murka dan tidak mencintainya. Cinta Allah yang sudah lemah itu berbalik menjadi benci. Akhirnya bila ia mati dalam kondisi iman seperti ini, maka ia mendapat su’ul khatimah dan sengsara selamanya.
Ya Allah, kami memohon kepadaMu husnul khatimah dan berlindung kepadaMu dari su’ul khatimah. Amin ya Rabb,-
http://www.eramuslim.com/suara-langit/kehidupan-sejati/empat-hal-menyebabkan-su-ul-khatimah.htm 

Jenazahku Engkau Yang Memandikan

Manisnya madu perkawinan selama sepuluh tahun terakhir masih terasa kental di bibir hatinya yang dalam. Wanita yang dinikahi saat duduk di bangku kuliah semester tujuh itu benar-benar telah menghadirkan “kesempurnaan” nya sebagai lelaki, sebagai suami dan ayah bagi anak-anaknya. Hingga kehadiran anak ketiga mereka, ritual kemesraan dan kehangatan mu’asyarah masih dirasakan seperti dulu, seperti awal pengantin baru. Selalu saja rasa cinta dan sayang isterinya itu, mampu menutupi segala cela yang biasa terjadi layaknya di setipa rumah tangga. Meskipun ada yang kadang terlupa, seperti teh hangat yang luput di sore hari kepulangannya setelah bekerja, isterinya bisa mengalihkannya dengan hal lain yang membahagiakan dan menghapus rasa haus dan letihnya. Bahkan kenikmatan regukan teh Tong Tji kesukaannya, tidak berarti apa-apa saat isterinya mengatakan,
“Ayah, saya telah menunggumu sejak seperempat jam yang lalu. Ingin segera melihat senyummu yang khas dan menakjubkan”.
Maka dipeluknya mesra wanita itu dengan senyum yang dibanggakannya. Barulah ia mencari anak-anaknya dan menciumnya adil satu persatu. Setelah itu, ia berbisik di ujung anak telinga isterinya yang putih dengan lembut,
”Wah, gara-gara senyumku, teh Tong Tjinya kelupaan”.
Seperti biasa, segera isterinya menyela. Bahkan cerdiknya ia, selaannya sering disesuaikan dengan konteks hidup suaminya. Ia tahu bahwa suaminya sedang dituntut mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris, spontan ia berujar,
”Wait a minute, honey. I will be back with your favorite cup of tea”.
Bagai rembulan yang turun di pangkuannya, terkesima. Hampir biasa ia mendengar ungkapan seperti itu, seperti biasanya melihat bulan purnama di langit yang tinggi. Tetapi kala ungkapan itu meluncur lancar dari bibir isterinya, seolah purnama sengaja turun menghampirinya dan mempertontonkan pesona kecantikannya yang tanpa cela. Maka puaslah hatinya mendapatkan wanita pilihan Tuhan di rumah tangganya. Kadang ia sendiri menerka-nerka, inikah yang dimaksud sakiinah, mawaddah dan rahmah?
Dalam pengalaman empirik pribadinya, kebahagiaan dan kepuasan pada pasangan hidup dapat diperoleh tidak hanya pada saat berada dalam satu selimut. Tetapi ia bisa diraih hampir di seluruh sudut ruang rumah tangganya. Saat ia ditemani di atas sajadah dalam tahajjud malam, saat wanita itu membuka sepatunya di teras rumah, saat membalurinya dengan telon karena cuaca dingin di pojok sofa, bahkan saat membantu isterinya menautkan resleting di punggung baju gamis isterinya. Ada kepuasaan saat ia dilayani dan melayani, meskipun pada hal yang sangat sepele saja.
Maka sering ia merasa miris mendengar ocehan para lelaki yang hanya sanggup mengukur kepuasan berumah tangga hanya dari sudut tempat tidur dan mengabaikan sisi lumrah dari perhatian pasangan hidupnya. Seolah-olah ukuran kepuasan rumah tangga hanya diukur dari termometer tinggi rendahnya suhu saat di ranjang privat. Sementara suguhan secangkir teh, menautkan dasi di leher atau memilihkan warna dasi yang cocok dengan warna kemeja dianggap hal biasa yang tidak perlu diapresiasi sebagai sebuah kepuasan.
Lebih terheran-heran ia, apabila mendengar ada suami ringan tangan menyakiti badan, pahit lidah menyakiti hati dan masam muka yang membuat gundah atas isterinya. Tetapi saat malam merayap pelan dan suasana menjadi temaram, dengan tanpa merasa bersalah ia membuka seluruh tabir yang melekat di tubuh isterinya sampai ia kelelahan dan bermandi peluh. Bukan hanya ia yang keheranan, bahkan manusia terbaikpun begitu terheran-heran dengan perlakuan suami macam ini. Imam Bukhari ada menuliskan dalam sahihnya, hadits nomor 4805 demikian:
Abdullah bin Zam’ah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kalian memukul isterinya, seperti ia memukul seorang budak, namun saat hari memasuki waktu senja ia pun menggaulinya.”
Sebagai suami, ia merasa bukan suami super dengan gaji besar dan kedudukan yang mapan. Bahkan jika gajinya dimatematikakan, ha ha ha, kalau bukan karena modal ikhlas menerima pemberian Tuhan, rasa-rasanya akan hilang kesabaran hidup dengan penghasilan yang habis dalam hitungan dua minggu. Itu pula yang sering ia keluhkan pada isterinya di sela-sela pengantar tidur malamnya.
Dalam penampilan, wajahnya pun tergolong biasa saja, tidak tampan juga tidak amat mengecewakan. Namun wanita di sampingnya itu tetap menganggapnya sebagai laki-laki terbaik dalam hidupnya. Itu diketahuinya dari membuka diary milik isterinya diam-diam saat ia sudah terlelap.
Benarlah kata seorang motivator, bahwa jangan pernah sepelakan kata-kata. Kata-kata bisa mengubah hal kecil menjadi besar, hal biasa menjadi istimewa dan impian menjadi kenyataan.
Satu hal yang kadang terlupakan, bahwa seorang suami adalah motivator bagi isterinya. Seringkali pula, kesuksesan seorang lelaki terwujud karena wanita di sampingnya menjadi inspirasi yang mengantarkan kesuksesannya itu.
Begitulah setiap hari ia lewatkan dalam kebersahajaan bersama pendamping hidup yang telah memberinya tiga buah hati titipan Tuhan. Tetapi dari seluruh ingatan manis yang membekas di relung sukma romantisme perkawinannya ada satu sesi yang paling keras membekas. Saat laut menjadi saksi bisu perbincangan ala sufi dengan wanita ibu dari anak-anaknya itu.
Senja itu menjadi tidak terlupakan olehnya. Saat menikmati mentari hampir tenggelam di pantai laut Anyer setengah tahun lalu. Perbincangan mereka menjadi sangat serius dan liat. Tidak seperti biasanya yang santai dan cair. Apalagi, deru ombak seolah ingin terlibat dalam obrolan mereka berdua. Sambil jemari mereka bertaut, mereka keheranan bahwa mereka masih menyimpan berjuta-juta kemesraan di saat telah memiliki dua putra dan seorang putri. Genggaman tangan mereka masih dirasakannya bergetar seperti zaman seminggu menikah sepuluh tahun lalu. Apalagi suasana pantai yang romantis, di atas kelembutan pasir laut, deru ombak yang bersahutan dan nyanyian camar yang seolah menggoda seperti selaksa pantun yang melenakan. Romantisme itu terusik.
”Suamiku, kelak aku ingin mati lebih dulu darimu”.
Hatinya melonjak, terkejut dan terpana. Ia gagap sesaat. Hampir ia kehilangan kesimbangan di atas romantisme yang memuncak dan tiba-tiba limbung. Seolah ia tidak siap sebagaimana ia selalu siap menikmati kearifan dan kelembutan kalimat dari bibir isterinya.
Tiba-tiba pendengarannya kacau, suara debur ombak menjadi gemuruh yang mengancam. Nyanyian camar berubah menakutkan seperti berita duka yang menggema. Tiba-tiba perasaan hatinya berubah galau. Pasir laut terasa tidak lagi lembut dan sejuk, tetapi seperti tusukan duri semak dan mendidih. Temaram senja tidak lagi menggairahkan, tetapi seperti tanda bahwa hari akan segera berakhir. Hatinya kecut, pikirannya kusut masai.
”Bunda, kok ngomongnya begitu?”, terbuka juga bibirnya yang sejak tadi terkatup rapat. Dadanya yang seolah sesak, mulai kendur dan teratur nafasnya lebih halus.
”Loh, kan kita pasti semua akan mati. Tidak ada di antara kita yang kuasa menolak kehadirannya cepat atau lambat. Andaikan ada obat agar orang tidak bisa mati, saya ingin membelinya banyak dan meminumnya teratur supaya saya tetap bisa mendampingimu, suamiku”.
”Tapi mengapa harus kita ucapakan ingin duluan atau belakangan? Biarkanlah ia datang tanpa kita mengharapnya, asalkan kita sama-sama siap mengahadapinya. Bukankah ini lebih menentramkan isteriku?”.
Alam seolah turut campur dalam perbincangan itu. Seolah ia memberi isyarat supaya mereka mengambil jeda untuk diam. Maka dialog terputus dalam beberapa saat, diisi oleh musikalisasi laut yang sambung-menyambung. Seperti iklan di TV pengiring sinetron kesukaan para ibu. Dalam diam mereka berdua sesekali menatap, persis remaja tanggung yang sedang kasmaran.
”Apakah suamiku kali ini tidak berkenan atas ucapanku?”
”Hmm, mungkin tidak pada isinya sayangku. Tapi, bukankah saat seperti ini sebaiknya kita menikmati keindahan Kasih Tuhan dalam kemesraan kita? Kita mengingat Tuhan dalam romantisme kehidupan rumah tangga kita yang masih saja hangat”.
”Jadi, tidak bolehkah kita ingat mati saat kita menjalin kemesraan? Padahal kematian sendiri datang tanpa kompromi”.
Kali ini suara ombak terasa lebih lembut seolah tersihir kalimat sufistik istrinya soal kematian. Tanpa dituntun, alam pikirannya berdiskusi bahwa memang kelalaian manusia mengingat Tuhan seringkali terjadi karena manusia enggan mengingat mati di saat senang. Tuhan lebih didekati di saat kritis dan kepepet. Sementara di saat lapang dan suka cita, urusan Tuhan dan kematian sengaja dikesampingkan sementara waktu. Jadilah manusia tenggelam dalam kemewahan hidup dan lupa beratnya hidup sesudah mati.
”Bunda, kalau boleh, aku ingin mati bersamaan dengan kematianmu. Agar aku tidak merasa cemburu yang bisa saja akan ada lelaki yang meminangmu setelah kematianku. Atau aku akan tergoda berpaling pada wanita lain setelah kepergianmu”.
”Tidak sayang. Siapa yang akan memandikanku kelak jika kita wafat bersamaan. Biarlah aku yang duluan dan aku puas jika jenazahku Engkau yang memandikan”.
”Sama saja. Aku juga baru merasa puas jika jenazahku Engkau yang memandikan”.
Tiba-tiba tawa keduanya pecah seiring senja yang semakin tua. Langit semakin kemerahan dengan warna tembaganya yang khas. Terlihat tangan mereka saling menggapit. Saling mencubit mesra seperti layaknya kemesraan bulan madu. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh teriakan tiga bocah kecil yang berlarian sambil melambaikan tangan.
”Ayaaaah, Bundaaaa … ”.
Ketiga anaknya berlarian berebutan ingin duluan menubruk ayah bundanya. Keringat mereka berkilat-kilat ditimpa cahaya lampu tepi pantai yang sudah menyala seluruhnya. Berlima kemudian mereka tertawa riang berpelukan. Si bungsu memilih mendekap bundanya seolah tidak ingin dilepaskan. Sementara kedua tangan lelaki suaminya digandeng anak pertama dan keduanya.
Suara adzan Maghrib terdengar sayup-sayup. Berlima mereka pulang ke penginapan dan menghabiskan malam dengan senyum kebahagiaan. Sebuah kenangan yang tidak tertandingi indahnya sepanjang kenangan.
——-
Ciputat, September 2010.
abdul_mutaqin@yahoo.com
http://www.eramuslim.com/oase-iman/abdul-mutaqin-jenazahku-engkau-yang-memandikan.htm

Sabtu, 14 Maret 2015

Inilah Rahasia Api Berwarna-warni dan Bertingkat-Tingkat

Api tak lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Meski dianggap berbahaya, api ternyata memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Tanpa keterlibatan api, sebagian manusia tidak bisa menghasilkan makanan yang bisa dinikmati setiap hari. Sebab sebagian manusia masih tergantung dengan kompor gas.
Seperti diketahui, api adalah suatu reaksi kimia (oksidasi) yang terbentuk dari tiga unsur; panas, udara dan bahan bakar yang menimbulkan panas dan cahaya.
Elemen pendukung terjadinya kebakaran  adalah panas, bahan bakar dan oksigen. Meski ada tiga elemen tersebut peristiwa kebakaran belum terjadi. Sebab proses pembakaran diperlukan komponen keempat, yaitu rantai reaksi kimia (chemical chain reaction).
Nah, menyangkut masalah api, ada peristiwa menarik dan menakjubkan di dalamnya. Sebab, ternyata jika diperhatikan, warna api sangat berbeda-beda.
Kadang api memancarkan warna biru, kadang  oranye kekuningan atau merah.
Nah, mengapa api bisa berbeda-beda warnanya?
Warna api sangat dipengaruhi oleh elektron-elektron dalam api yang selalu berpindah-pindah.  Setiap unsur mempunyai spektrum emisi tertentu dan bila tersorot api, maka akan memancarkan radiasi elektromagnetik yang akan menghasilkan pancaran api dengan warna-warna tertentu.
Secara teori, api terjadi dari reaksi pembakaran senyawa yang mengandung oksigen (O2). Jika suatu reaksi pembakaran kekurangan oksigen, maka efisiensi pembakaran berkurang dan menghasilkan suatu senyawa karbon seperti asap (jelaga). Contohnya, lilin akan mati karena jika ditutup dengan gelas. Sebab ia  kekurangan oksigen. Faktor yang mempengaruhi warna nyala api adalah faktor fisika (suhu) dan faktor kimia (zat yang megalami reaksi).
Pada pembakaran sodium akan menghasilkan apri berwarna oranye, pembakaran stronsium klorida mengahasilkan warna merah,  pembakaran kalium nitrat menghasilkan warna ungu, pembakaran boron menghasilkan warna hijau, pembakaran tembaga menghasilkan warna biru, dan sebagainya.
Api yang berwarna merah umumnya bersuhu di bawah 1000 derajat celsius. Api berwarga biru, bersuhu lebih tinggi dari api merah, tapi masih di bawah 2000 derajat celcius. Kemudian api yang lebih panas, api putih yang bersuhu di atas 2000 derajat celcius. Api ini juga yang terdapat di dalam inti matahari. Api putih juga digunakan pada industri yang memproduksi material besi dan sejenisnya. Api paling panas adalah api berwarna hitam (kabarnya jenis api ini hanya terdapat di neraka, wallahu ‘alam).
Begitulah mengapa api bisa berwarna-warni. Metode seperti ini juga yang digunakan dalam teknologi pembuatan kembang api yang bisa memancarkan api berwarna-warni nan indah. Sebab ia  merupakan proses campuran berbagai macam unsur kimia. Ia akan bereaksi warna-warni jika terjadi reaksi pembakaran.
Sudah Disebut Al-Quran dan Hadits
Ketika para ilmuwan mempelajari api dan hubungan antara temperatur dan mereka menemukan bahwa warna api adalah merah, kemudian jika ditinggikan suhunya maka warna api akan menjadi putih dan jika dinaikkan lagi suhunya maka warna api akan berubah menjadi hitam dan fenomena ini disebut oleh para ulama radiasi benda hitam, dan yang menakjubkan lagi adalah Nabi saw telah menyebutkan fenomena ini, adanya perubahan  warna api! Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
أُوقِدَ عَلَى النَّارِ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى احْمَرَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ ثُمَّ أُوقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ فَهِيَ سَوْدَاءُ مُظْلِمَةٌ
 “Api dinaikkan suhunya selama seribu tahun sampai berubah menjadi merah, lalu dinaikkan lagi selama seribu tahun hingga berubah menjadi putih, kemudian dinaikkan lagi selama seribu tahun sampai menghitam, dan itulah yang disebut dengan hitam legam.”(At-Tirmidzi).
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam bersabda, “Api kalian, yang dinyalakan oleh anak Adam, hanyalah satu dari 70 bagian nyala api Jahannam. Para shahabat kemudian mengatakan, ‘Demi Allah! Jika sepanas ini saja niscaya sudah cukup wahai Rasulullah! Rasulullah menjawab, ‘Sesungguhnya masih ada 69 bagian lagi, masing-masingnya semisal dengan nyala api ini’.” [Muttafaqun Ilaihi]
ApiNeraka Lagi1
Dalam Al-Quran, Allah bahkan telah menyebut tingkatan-tingkatan pada api.
لَهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ ظُلَلٌ مِنَ النَّارِ وَمِنْ تَحْتِهِمْ ظُلَلٌ ذَلِكَ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ يَا عِبَادِ فَاتَّقُونِ
“Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah merekapun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku Hai hamba-hamba-Ku.” [QS:  Az-Zumar:16]
Yang tak kalah menarik, kelak di akhirat, api saling melaporkan diri di hadapan Allah Subhanallah atas tugas mereka membakar manusia.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اِشْتَكَتِ النَّارُ إِلَى رَبِّهَا فَقَالَتْ: رَبِّ أَكَلَ بَعْضِي بَعْضًا, فَإِذَنَ لَهَا بِنَفَسَيْنِ نَفَسٍ فِى الشِّتَاءِ وَنَفَسٍ فِى الصَّيْفِ, فَأَشَدُّ مَا تَجِدُوْنَ فِى الْحَرِّ, وَأَشَدُّ مَا تَجِدُوْنَ مِنَ الزَّمْهَرِيْرِ. متفق عليه
“Api neraka mengadu kepada Rabb-nya, ia berkata: “Ya Rabb, sebagian kami memakan sebagian yang lain. Maka Dia memberikan izin kepadanya dengan dua napas, satu napas di musim dingin dan satu napas di musim panas, maka panas yang sangat kuat yang kami dapatkan, dan dingin yang sangat kuat yang kamu temukan.”  [HR: Bukhari].
Maha benar Allah yang telah menurunkan Islam dan menjadikan Rasulullah Muhammad sebagai utusan yang terbaik.*

Meninggalkan yang Haram, Diganti yang Lebih Baik

Seorang pemuda tinggal di sebuah bilik Masjid Jami’ at-Taubah, Suriah yang tengah didera kelaparan hebat. Tiga hari berlalu, ia belum juga memperoleh makanan. Pemuda itu memilih untuk mencuri sesuatu yang bisa menegakkan tulang punggungnya.
Ia berhasil masuk ke sebuah rumah. Di dalam dapur rumah itu, ia mendapatkan sebuah periuk berisi terong. Secepat kemudian ia mengambil satu terong dan memakannya. Saat makanan itu nyaris ditelan, akal dan nuraninya bekerja.
“Aku berlindung kepada Allah, saya seorang pencari ilmu dan mukim di masjid, tapi kenapa saya melabrak rumah orang dan mencuri apa yang ada di dalamnya?” gumamnya.
Perasaan bersalah dan menyesal menyelimutinya. Tak lupa ia beristighfar kepada Allah Subhanahu Wata’ala, seraya mengembalikan terong. Ia bergegas kembali ke masjid dan bergabung dalam halaqah taklim yang dipandu Syeikh Salim.
Usai pengajian, Syeikh Salim memanggil sang pemuda tadi, “Apakah kamu sudah punya istri?” Jawabnya, “Belum.” Sambung Syeikh, “Apakah kamu ingin menikah?” Ia terdiam. Syeikh pun mengulangi pertanyaannya. Kemudian dia menjawab, “Ya Syeikh, kami tidak punya uang untuk membeli roti. Wallahi! Dengan apa saya harus menikah?”
“Wanita ini telah bercerita pada saya bahwa suaminya telah meninggal dan dia terasing dari tanah airnya. Di negerinya, bahkan di dunia ini ia tidak punya sesuatu pun kecuali seorang paman yang lemah dan miskin. Dan ia juga ikut datang bersama wanita ini,” demikian ucap Syeikh sambil menunjuk ke pamannya yang duduk di sudut halaqah.
Akhirnya pemuda itu siap menikahi si wanita tadi. Dan si wanita itu pun menerima pemuda tadi sebagai suaminya.
Usai menikah, si wanita itu menuntun suaminya ke rumahnya. Sang istri bertanya kepada sang pemuda yang telah menjadi suaminya.
“Engkau mau makan?”
“Ya,” jawabnya.
Saat sang istri membuka periuk, ia heran sambil berkata, “Siapa orang yang masuk rumah dan menggigit terong ini?” Si pemuda itu lalu menangis dan berkisah kepada istrinya. Dan sahutnya, “Inilah buah amanah. Engkau telah menjaga diri dari dosa dan meninggalkan terong yang  haram, lalu Allah memberimu rumah seisinya lengkap dengan pemiliknya secara halal.” (Disarikan dari kitab Man Taraka Syai’an Lillahi ‘Awwadhallahu Khairan Minhu yang ditulis oleh Ibrahim bin Abdullah Al-Hazimi).
Takut kepada Allah
Ada ibrah penting yang bisa kita petik dari kisah di atas, bahwa rasa takut kepada Allah Subhanahu Wata’ala sangat penting dimiliki oleh setiap hamba. Lebih-lebih di zaman yang penuh fitnah ini. Halal dan haram yang ditetapkan oleh syariat sudah tak lagi menjadi rambu-rambu bagi manusia dalam berucap dan bertindak.
Karena itu, agar bisa selamat, yang mesti dilakukan oleh setiap hamba adalah terus menumbuh-suburkan rasa takut kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Salah satu jalan yang bisa ditempuh yaitu dengan mempertebal keyakinan tentang pembalasan dan kecepatan penghisaban-Nya. Juga, bisa dengan cara merenungkan kengerian azab-Nya yang tak bisa ditolak oleh siapapun dan apapun. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras.” (Al-Buruuj [85]: 12).
Dengan cara tersebut, semoga rasa takut itu terus bersemi dalam hati. Bahkan, rasa takut itu makin kuat. Pada akhirnya rasa takut itulah yang akan melahirkan keteguhan diri. Seperti batu karang yang tetap kokoh di atas kebenaran, meski dihantam ombak fitnah zaman yang dahsyat. Meski kesempatan untuk berbuat yang haram terbuka lebar, ia tetap tak akan mengambilnya. Sebab, ia sadar bahwa Tuhannya selalu mengawasi. Baginya, tiada yang lebih ditakuti selain kemurkaan-Nya. Tiada yang lebih dirisaukan dalam kehidupan ini selain tak meraih keberkahan hidup dan rahmat dari-Nya.
Diganti yang Lebih Baik
Dengan berbekal rasa takut kepada Allah Subhanahu Wata’ala, seorang hamba akan mampu menentukan pilihan yang benar. Ia akan senantiasa memilih yang halal dan meninggalkan yang haram. Seperti dalam mengejar kekayaan, meski peluang mendapat kekayaan yang berlimpah itu membentang luas, tapi bila harus ditempuh dengan jalan yang haram, seperti menipu, korupsi dan sejenisnya, maka tidak akan mengambilnya. Pilihannya tetap pada cara yang halal, meski harta yang akan diperoleh jauh lebih sedikit. Sebab, baginya harta yang terbaik bukanlah yang berlimpah jumlahnya. Yang terbaik adalah yang halal dan dipergunakan di jalan yang halal. Harta seperti itulah yang berkah dan membawa keselamatan di dunia dan akhirat.
Begitu pula dalam perkara lainnya, setiap orang beriman mutlak mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram. Sebab, dengan jalan itu Allah akan mengganti dengan yang lebih baik dan berbagai kemudahan dari Allah Subhanahu Wata’ala akan tercurah kepada kita. Sangat tak pantas bila tersedia banyak jalan yang halal, lantas memilih yang haram. Karena jika mengambil yang haram akan ditimpa kesulitan dan akan memberatkannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam menegaskan, Sesungguhnya engkau, tidaklah kau tinggalkan sesuatu karena takut kepada Allah, kecuali Allah akan memberimu dengan sesuatu yang lebih baik darinya.” (Riwayat Ahmad).
Selain kisah di atas, kita juga patut mengambil spirit dari kisah manusia terdahulu yang diistimewakan Allah Subhanahu Wata’ala karena rela mencampakkan yang haram. Seperti Nabi Yusuf Alaihissalam. Beliau memilih mencampakkan perbuatan keji bersama istri Abdul Aziz, maka Allah pun melimpahkannya kedudukan terhormat di bumi Mesir.
Juga, Nabi Sulaiman Alaihissalam. Tatkala ia rela menyembelih kudanya karena amat takut bila kudanya menyibukkannya hingga ia terlambat dari salat Ashar, maka Allah pun menundukkan angin untuknya yang berhembus sesuai keinginannya. Inilah bukti kebenaran janji-Nya. Dia akan memberi balasan istimewa bagi siapa yang meninggalkan perkara yang haram karena-Nya.
Dengan spirit tersebut, kita tidak berat untuk segera meninggalkan yang haram menuju yang halal. Kita tidak berat untuk meninggalkan riba, kemudian beralih kepada bisnis yang halal lagi menguntungkan. Tidak berat meninggalkan korupsi dan menggantinya dengan kejujuran dan sikap amanah. Tidak berat meninggalkan cara-cara kotor dalam mencari rezeki dan menggantinya dengan cara-cara yang terpuji. Bahkan, dalam komunitas yang lebih besar, kita tidak berat untuk meninggalkan hukum jahiliyah yang batil, kemudian beralih kepada syariat-Nya yang dijamin kesempurnaannya.
Dengan jalan seperti itu, semoga keberkahan dan rahmat Allah Ta’ala akan selalu tercurah dalam kehidupan kita. Allahu a’lamu bishshawab.
*/ Masrokan. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Hidayatullah

Kapan Suami Boleh Memukul Istri?

Selain urusan poligami, banyak kaum Hawa yang alergi dengan yang satu ini: dipukul suami. Memukul istri memang bagian dari hak yang diberikan Allah Subhanahu Wata’ala pada suami. Hak ini pula yang seringkali dijadikan alas an bagi kaum feminis untuk memojokkan Islam. Padahal, dalam Al-Quran, jelas sekali diterangkan syarat-syarat bagi suami hingga diperbolehkan memukul istrinya.
Adab Menghukum Istri
Surat An-Nisa ayat 34 menyatakan, “Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz , hendaklah kamu beri nasihar kepada mereka,pisahkanlah tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.” Ayat ini jelas sekali menyatakan urut-urutan kapan seorang suami boleh memukul istrinya.
Istri yang nusyuz  artinya istri yang bertindak tidak bersahabat dengan suaminya. Hendak menodai pernikahan, berbuat jahat pada suaminya, berbuat sekehendaknya tanpa memedulikan kewajibannya sebagai istri, dan melakukan hal-hal yang dilarang Islam.
Bila seorang istri sudah mulai terlihat melakukan nusyuz , tindakan seorang suami yang pertama adalah menasehatinya dengan cara yang benar dan untuk kebenaran. Artinya, tidak boleh mencaci-maki dan tidak bolehberdasarkan kemarahan semata. Oleh karena itu, suami juga dituntut menjadi orang yang sabar menghadapi istri. Istri yang beriman pun, biasanya akan menerima dan memperbaiki diri dengan nasihat.
Yang kedua, pisahkanlah tempat tidurnya. Kadang seseorang butuh waktuuntuk menyendiri. Gunanya untuk menata emosi dan mengevaluasitindakan-tindakan yang telah dilakukan. Inilah gunanya memisahkanranjang seorang istri yang melakukan nusyuz .
Terakhir, setelah dinasehati dan dibiarkan menyendiri tidak juga berhasil, seorang suami boleh memukul istrinya yang terlihat melakukannusyuz . Adapun tata-cara memukul istri adalah sebagai berikut:
Membatasi penyebab pukulan dan tujuan pukulan
Artinya, memukul harus karena si istri telah benar-benar melanggar syariah, menodai rumah tangga, dan mengancam kehormatan suami. Bukan karena hawa nafsu suami,marah yang tak terkendali, dan bukan karena senang melihat istrinyamenderita dan terhina. Para suami, hendaklah takut pada Allah Subhanahu Wata’ala danbertaqwa pada-Nya dalam membina hubungan dengan istrinya.
Membatasi waktu pemukulan
Artinya, pemukulan baru boleh dilakukanketika istri sudah tak bisa dinasehati dan tak kunjung mengintrospeksidiri setelah dipisah ranjang.
Membatasi alat pemukul
Al-Qasimi menyatakan dalam tafsirnya bahwa para fuqaha menyatakan, “Seorang suami tidak boleh memukul istrinya dengan cemeti atau tongkat, tetapi cukup dengan tangan, kayu siwak,  atau dengan sapu tangan yang digulung. Artinya, pukulan itu tidak boleh mengakibatkan cedera, menyiksa, dan membabi-buta karena memperturutkan kemarahan. Cukuplah sekadar memberi pelajaran dan bukan untuk menyaikiti. Ingatlah bahwa para suami harus lebih berhati-hati menjaga taqwa dan takutnya pada Allah Subhanahu Wata’ala untuk membina rumah tangga.
Lebih Bagus, tidak memukul
Memukul adalah alternatif terakhir. Karena, selain resikonya yang terbilang besar, ada istri yang justru semakin parah nusyuz -nya karena dipukul. Pukulan sebaiknya digunakan bila memang si suami yakin benar bahwa pukulan akan memperbaiki sikap istrinya.
Mengingat besarnya resiko pukulan, Rasulullah Shallallahu “alaihi Wassallam bersabda:
“Apakah pantas, salah seorang di antara kalian memukul istrinya seperti seorang budak tetapi kemudian menggaulinya di penghujung malam?
Terakhir, para suami hendaknya mendahulukan kelanjutan firman Allah Subhanahu Wata’ala, masih di surat An-Nisa ayat 34,
فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
“…Kemudian, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sungguh Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.”
Artinya, bila si istri telah terlihat memperbaiki diri dengan nasihat yang baik atau teguran, maka sebaiknya suami tidak melanjutkan hingga memukul.
Hikmah Wewenang Suami
Selanjutnya, mengapa suami diberi wewenang untuk menghukum istrinya?
Karena, amatlah rumit bila setiap permasalahan rumah tangga yang bisa terjadi berkali-kali harus selalu dibawa ke pengadilan. Disamping itu, Islam sangat menjaga keharmonisan keluarga, terutama yang menyangkutrahasia dan aib suami-istri. Psikologis anak juga sangat terganggu, bila setiap masalah “dalam rumah” harus dibawa ke pengadilan dan diketahui umum. Inilah hikmah, mengapa seorang suami diberi wewenang untuk memberi hukuman dalam keluarga.
 */Kartika Ummu Arina
http://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-keluarga/read/2015/03/12/40492/kapan-suami-boleh-memukul-istri.html#.VQSTfuPqtyY

Senin, 09 Maret 2015

Hukum Menikah Dengan Wanita yang Pernah Dizinahi

Pertanyaan: 


Assalamu’ alaikum ustadz,  saya mau tanya tentang orang yang berzina, lebih baik manakah seorang laki-laki pezina menikahi perempuan yang di-zinai-nya atau perempuan yang berzina menikah dengan orang lain (bukan lelaki pezina). Terima kasih uztad wassalamu alaikum wr.wb.
Jawaban:
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menikahi orang yang berzina, menurut mayoritas ulama dibolehkan menikahi orang yang pernah berzina, baik laki-laki maupun perempuan, berdasarkan keumuman perintah untuk menikah dan menikahkan orang-orang yang masih sendiri.
Begitu juga, mereka berbeda pendapat tentang kebolehan menikahi perempuan yang hamil karena perzinaan,  Madzhab Asy-Syafi’I dan Abu Hanifah serta Muhammad al-Hasan membolehkan seorang yang berzina dan menghamili seorang wanita, maka dia dibolehkan menikah dengannya dan menggaulinya.  Tetapi jika yang menikahi wanita yang hamil karena perzinaan tersebut adalah laki-laki lain, maka dalam hal ini dia hanya boleh menikahinya dan tidak boleh menggaulinya, ini menurut Abu Hanifah dan Muhammad al-Hasan. Atas dasar pendapat tersebut, maka yang lebih baik adalah jika laki-laki yang pernah berzina dengan wanita tersebut menikahinya. Bukan menikah dengan laki-laki lain. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah :
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak boleh menikah kecuali dengan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak boleh dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman.” (Qs. An Nur : 3). Wallahu A’lam.* [DR. Ahmad Zain An-Najah, MA]

Merekam Adegan Bercinta

assalaamualaikum wr.wb
Pak Ustadz yg di rahmati Allah,ana ingin bertanya,apakah boleh mengambil gambar bagian aurat pasangan atau merekam adegan bercinta dengan pasangan?
Daripada melihat gambar atau film porno yg tidak bolehkan melihat aurat orang lain.
Mohon penjelasan dari ustadz.
Jazaakalloh
Waalaikumussalam Wr Wb
Diantara kewajiban suami terhadap istrinya atau sebaliknya adalah saling menjaga, memelihara rahasia yang mereka berdua lakukan di tempat tidur dan tidak menceritakannya kepada siapa pun, berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya diantara orang yang buruk posisinya di sisi Allah swt pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang menggauli istrinya dan istrinya menggauli suaminya lalu dia menyebarluaskan rahasianya.” (Muttafaq Alaih)
Imam Nawawi mengatakan bahwa didalam hadits ini terdapat pengharaman menyebarluaskan yang dilakukan seorang lelaki tentang apa yang terjadi antara dirinya dengan istrinya yaitu tentang perkara-perkara kenikmatan antara mereka berdua, mengisahkan tentang rincian yang dilakukan istrinya, seperti : ucapannya, apa yang dilakukannya atau lainnya.
Adapun jika hanya sebatas menyebutkan jima’ (bahwa dirinya telah berjima, pen) maka jika tidak ada perlu atau kebutuhan untuk mengatakannya maka hal itu makruh karena bertentangan dengan kesopanan. Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang beriman dengan Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata yang baik atau diam.”. Namun jika terdapat kebutuhan atau penyebutannya itu mengandung manfaat seperti menepis anggapan bahwa dirinya tidak mau menggauli istrinya atau anggapan bahwa dirinya tidak lagi memiliki kesanggupan untuk berjima’ atau sejenisnya maka penyebutan hal ini tidaklah makruh, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya aku melakukannya aku dan dia.” Sabda Rasulullah saw bersabda kepada Abi Thalhah,”Apakah engkau menggaulinya semalam?” Dan ungkapannya kepada Jabir.”Cerdas, cerdas.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi Juz X hal 13)
Dengan demikian tidak dibolehkan bagi seorang suami mengambil gambar baik dengan foto maupun video terhadap adegan bercinta yang dilakukannya dengan istrinya di tempat tidur meskipun hanya sebatas untuk konsumsi mereka berdua saja karena tidak menutup kemungkinan bahwa gambar atau film tersebut suatu saat akan dilihat oleh selain mereka berdua atau jatuh ketangan orang lain. Dan jika hal ini terjadi maka apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah saw didalam hadits diatas akan terjadi bahkan lebih berat lagi karena hal itu bukan hanya sebatas perkataan akan tetapi sudah berupa gambar atau film yang mengisahkan sesuatu yang jelas-jelas dilarang oleh Allah swt :
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ ﴿٣٠﴾
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur : 30 – 31)
Begitu pula dengan mengambil gambar atau foto bagian tubuh istrinya yang termasuk auratnya meskipun hanya untuk konsumsi dirinya saja maka tidak dibolehkan dikarenakan alasan diatas.
Kedua perbuatan tersebut—mengambil gambar atau film adegan bercinta atau hanya sebatas foto salah aurat istrinya—bisa menjadi pintu-pintu perzinahan atau memberikan sarana untuk terjadinya maksiat orang yang melihatnya jika foto atau film itu jatuh atau dilihat oleh mereka, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairoh berkata dari Nabi saw,”Sesungguhnya Allah telah menetapkan terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah penglihatan, zina lisan adalah perkataan dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua atau mendustainya.”
Juga firman Allah swt :
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)
Artinya : “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah : 2)
Jadi perbuatan tersebut tidaklah dibolehkan dikarenakan tindakan preventif dari akan terjadinya sebuah kemaksiatan lebih diutamakan, sebagaiman disebutkan didalam sebuah kaidah ushul “Menutup Jalan Terjadinya Kemaksiatan”.

Wallahu A’lam