Suatu hari seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad Saw. meminta
nasihat dan Nabi berpaling kepadanya, lalu beliau bersabda dengan
berulang-ulang: “Jangan pernah marah!” (HR Bukhari)
Hal ini kemudian diperjelas oleh penelitian ilmiah yang menekankan
bahwa kemarahan, secara psikologis dan rangsangan neorotik, tidak
memiliki pengaruh yang lebih besar daripada berlari dalam hal
meningkatkan denyut jantung dan memompa lebih banyak darah dan lebih
cepat. Namun, marah tidak seperti berlari, pelari bisa berhenti jika dia
mau, sedangkan marah tidak dapat dikuasai dengan mudah, terutama jika
orang tersebut tidak terbiasa. Kemudian apa yang bisa terjadi?
Secara klinis terbukti bahwa orang-orang yang melampiaskan kemarahan
dapat dengan mudah menderita hipertensi dan arteriosklerosis karena
tekanan darah menjadi terlalu tinggi, sedangkan pembuluh darah
kehilangan kemampuan untuk memperluas diri untuk menampung tambahan
darah yang terpompa. Selain itu ada juga dampak psikologis dan sosial
yang dapat merusak hubungan manusia.
Namun, layak diperhatikan bahwa yang menjadi pemikiran utama sejak
lama adalah bahwa menahan marah juga menjadi pemicu banyak penyakit.
Sebuah studi di Amerika menjelaskan bahwa marah dan menahwan marah
memiliki bahaya kesehatan yang sama, meskipun berbeda tingkat
keparahannya.
Jika kita menahan amarah, tidak akan ragu untuk menderita hipertensi
dan kadang-kadang kanker. Dan dalam kasus lain, ini dapat menyebabkan
serangan jantung mematikan, karena ledakan kemarahan akan terjadi, dan
itu lebih sulit untuk dikontrol. Dan karena kondisi fisik begitu banyak
terkait dengan psikologis, ini dapat menyebabkan organ-organ vital
lainnya dan kelenjar untuk mengeluarkan hormon sampai-sampai mengganggu,
dan akibatnya melemahkan sistem kekebalan, atau menghilangkannya sama
sekali setelah terjadi keadaan kritis pada tubuh.
Jadi, ini menjelaskan mengapa sel-sel tubuh yang sehat dapat berubah
menjadi kanker karena tidak adanya sistem kekebalan yang normal. Hal ini
menunjukkan aspek ilmiah dan filsafat praktis di belakang pengulangan
nasihat Nabi Saw. untuk menjaga ketenangan.
Di sisi lain, Dr.Ahmed Shawki Ibrahim, anggota dari Royal Society of
Medicine di London dan konsultan kardiologi internal medicine,
mengatakan bahwa kodrat manusia ditandai oleh kecenderungan dan perilaku
yang berbeda. Sebagai contoh, keinginan jasmani mengarah kepada
kemarahan, sifat dominan dilambangkan oleh kecenderungan terhadap
kesombongan dan keangkuhan sementara mengikuti hawa nafsu seseorang
menghasilkan kebencian dan keengganan untuk orang lain.
Secara umum, di samping penyakit-penyakit psikologis dan fisik lain
seperti diabetes dan angina, menurut penelitian ilmiah dan menurut Dr
Shawki, mengafirmasi kenyataan bahwa kemarahan yang terus-menerus dapat
mempercepat kematian manusia.
Nabi Muhammad Saw. memerintahkan kita untuk menahan diri jika marah
karena setiap tindakan di waktu marah itu dapat membawa penyesalan
ketika tenang.
Alquran menggambarkan amarah sebagai kekuatan jahat yang memaksa
orang untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Ketika Nabi Musa
Saw. kepada kaumnya, maka ia marah, lalu dilemparnya lembaran-lembaran
kitab suci, lalu ia menarik kepala saudaranya. Kemudian ketika amarah
Musa mereda, maka beliau mengambil lembaran-lembaran kitab suci
tersebut. Tampak jelas perbandingan antara kedua kondisi tersebut.
Jadi, apa yang kita butuhkan adalah kontrol diri setelah iman yang
kuat dan kepercayaan kepada Allah, Pencipta kita. Petunjuk Nabi Saw.
mengajarkan kepada kita bahwa kekuatan itu identik dengan ketenangan,
bukan kemarahan yang tak terkontrol.
Obat penenang juga tidak dapat menjadi solusi, karena efeknya justeru negatif.
Penggunaan obat penenang sering mereka dapat menjadikan kecanduan
sehingga tidak dapat dihentikan. Cara mengatasinya adalah dengan
mengubah perilaku manusia itu sendiri dalam menghadapi masalah
sehari-hari, yaitu dengan ketenangan dan kehalusan, bukan dengan marah.
Dr. Shawki menambahkan bahwa ada dua terapi psikologis untuk meredakan
kemarahan:
Pertama: mengurangi kepekaan emosional dengan
melatih pasien, di bawah pengawasan medis, untuk bersantai jika bertemu
dengan situasi sulit sedangkan ia tidak merasakan kegembiraan.
Kedua: melalui relaksasi psikologis dan fisik,
sembari mengingat pengalaman yang paling sulit dan mengubah posisi
fisik, yaitu berdiri, duduk atau berbaring.
Walaupun ini adalah yang direkomendasikan oleh obat ini sangat
beberapa tahun terakhir, Nabi-saw-mengajarkannya kepada para sahabatnya
dalam hadis yang mengatakan bahwa bila seseorang merasa marah sambil
berdiri (misalnya) mereka dapat duduk atau berbaring untuk mengusir
kemarahan pergi.
http://www.eramuslim.com/peradaban/quran-sunnah/misteri-marah-antara-sains-dan-quran.htm#.VHUMz5520r8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar