لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا
تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُواآمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا
أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ الْآيَةَ
“Jangan kalian benarkan ahli kitab, dan jangan pula kalian
mendustakannya, dan katakan saja ‘Kami beriman kepada Allah, dan apa
yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu’.”(HR.
Bukhari 6816) Sedangkan sumber utama ajaran Al-Islam, yakni Al-Qur’an
dan As-Sunnah, keduanya memperoleh jaminan terpelihara keasliannya dari
Allah سبحانه و تعالى :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15] : 9)
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
“…dan tiadalah yang diucapkannya (Nabi Muhammad صلى الله عليه و
سلم ) itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),” (QS. An-Najm [53] : 3-4)
Selain itu, kaum muslimin menjadi mundur
saat meninggalkan agamanya karena Islam dan ilmu pengetahuan berjalan
seiring. Sehingga begitu kaum muslimin meninggalkan Islam secara
otomatis juga meninggalkan ilmu pengetahuan, maka akibatnya mereka
menjadi mundur. Sebaliknya, kaum kafir Eropa memiliki agama yang
diwakili oleh pihak gereja pada abad kegelapan. Dan bukan rahasia lagi
bahwa pada masa itu banyak doktrin dan ajaran fihak gereja alias agama
Nasrani bertolak belakang dengan ilmu pengetahuan. Sehingga ketika
masyarakat kafir Eropa berontak terhadap belenggu gereja mereka secara
otomatis mendekat kepada ilmu pengetahuan dan itu menyebabkan mereka
menjadi maju.
Dalam situasi seperti itu Amir Syakib Arsalan membedah persoalan kaum
muslimin. Dengan piawai beliau berhasil merumuskan secara tertib
rangkaian sebab mundurnya kaum muslimin dan majunya kaum selainnya. Ada
lima sebab menurutnya. Dan kelima sebab tersebut memiliki hubungan
sebab-akibat satu sama lainnya. Uniknya lagi, kelima sebab tersebut jika
kita perhatikan baik-baik, masih sangat relevan dengan keadaan kaum
muslimin hingga saat ini. Kelima sebab tersebut ialah sebagai berikut:- Jauh dari Kitabullah Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah
- Hilangnya tsiqoh (kepercayaan) terhadap Islam—inhizamun dakhily (inferior/rendah diri)
- At-Taqlid (mengekor secara mambabi buta)
- At-Tafriqoh (perpecahan)
- Tertinggal dalam berbagai urusan dunia
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda, “Telah aku tinggalkan
untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian
berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik 1395)
Semestinya kedua perkara ini menjadi rujukan utama kaum muslimin,
baik dalam urusan kecil maupun besar, baik urusan pribadi maupun
bermasyarakat. Kedua perkara ini merupakan sumber kemuliaan dan
kebanggaan kaum muslimin. Jika mereka akrab dengannya, niscaya mereka
menjadi mulia. Jika mereka jauh dari keduanya, niscaya mereka akan
dihinggapi kehinaan sebagaimana yang tampak dewasa ini.
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ
لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُوَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ
بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
“Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti
binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya.
Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka
tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. Al-Mukminun [23] :
71) Realitasnya, dewasa ini hubungan kaum muslimin umumnya jauh dari
kedua sumber utama ajaran Islam tersebut. Kalaupun ada hubungan biasanya
hanya hubungan parsial. Ada yang hubungannya dengan Al-Qur’an hanya
sebatas tilawah (membacanya). Atau kalaupun ada yang lebih daripada itu ialah hubungan tahfizh
(menghafalkannya). Ini bukan berarti kita tidak menganggap penting
aktifitas tilawah dan tahfizh Al-Qur’an. Tetapi masalahnya ini tidaklah
cukup. Allah سبحانه و تعالى tidak menurunkan Al-Qur’an dengan maksud
sebatas itu. Allah سبحانه و تعالى menurunkan Al-Qur’an agar menjadi
petunjuk, pedoman hidup bagi ummat Islam, bahkan segenap ummat manusia.
Allah سبحانه و تعالى menghendaki agar dengan berpedoman kepada Al-Qur’an
ummat manusia keluar dari kegelapan jahiliyah menuju terangnya hidayah
cahaya Islam. Maka sepatutnya kaum muslimin juga tadabbur (memahami) dan tathbiq
(mengamalkan) Al-Qur’anul Karim. Tetapi hal di atas tidak terjadi.
Malah banyak muslim yang lebih bangga hidup berpedoman kepada berbagai
sumber kebanggaan selain daripada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi صلى الله
عليه و سلم . Mereka bangga dengan berbagai kitab karya manusia. Ada yang
lebih bangga dengan kitab warisan nenek moyangnya yang bukan Islam. Ada
yang membanggakan kitab produk kaum kuffar Eropa. Ada yang membanggakan
kitab lokal-tradisional suku atau bangsanya yang bukan berpedoman
kepada Kitabullah. Dan banyak lagi lainnya. Padahal Allah سبحانه و تعالى
sudah memperingatkan apa yang bakal terjadi jika mereka meninggalkan
sumber kebanggaan yang berasal dari Allah سبحانه و تعالى dan Sunnah Nabi
Muhammad صلى الله عليه و سلم .
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُواالسُّبُلَفَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“…dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.
Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’aam [6] : 153)
Kedua, Hilangnya tsiqoh (kepercayaan) terhadap Islam—inhizamun dakhily (inferior).
Dikarenakan kaum muslimin jauh dari sumber kebanggaan dan kemuliaannya,
maka mulailah tumbuh sikap minder atau malu menjadi seorang muslim.
Mulailah kaum muslimin terjangkiti penyakit inferior (rendah
diri) untuk menampilkan nilai-nilai Islam dalam kesehariannya. Mereka
tidak ingin dianggap terbelakang dan ketinggalan zaman. Sedangkan agama
Islam sudah terlanjur di-asosiasi-kan dengan segala sesuatu yang
mengindikasikan keterbelakangan dan ketinggalan zaman. Hilang sudah
kebanggaan diri sebagai seorang muslim. Padahal di dalam Al-Qur’an
justeru Allah سبحانه و تعالى muliakan orang-orang beriman dengan
menamakan mereka kaum muslimin.
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ
عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَأَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dia (Allah سبحانه و تعالى ) telah memilih kamu dan Dia
sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu
sekalian muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini.”
(QS. Al-Hajj [22] : 78) Karena jauh dari Al-Qur’an, maka kaum muslimin
menjadi seolah tidak pernah membaca ayat di atas. Mereka tidak sadar
bahwa justeru tampil dengan identitas Islam merupakan tuntutan dari
Allah سبحانه و تعالى dan barangsiapa bangga dengan nilai-nilai Islam
berarti ia sedang mengejar ridha Allah سبحانه و تعالى . Dan ini berarti
mereka belum benar-benar beriman. Sebab Allah سبحانه و تعالى berjanji
bahwa barangsiapa yang beriman dengan benar, niscaya hilanglah rasa
rendah diri dan kesedihan hidupnya.
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih
hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika
kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali-Imran [3] : 139) Ketiga, At-Taqlid (mengekor secara mambabi buta). Karena sudah tidak memiliki tsiqoh
(kepercayaan) terhadap Islam sebagai jalan hidup, maka mulailah kaum
muslimin melirik berbagai ajaran selain agama Allah سبحانه و تعالى .
Karena mereka minder menyebut diri sebagai muslim, minder bila tampil
dengan identitas Islam semata, tidak yakin bakal diterima di tengah
masyarakat modern bila hanya mengkampanyekan Islam saja, maka mulailah
mereka mencari alternatif lain yang diyakini bakal lebih “laku” di
tengah zaman penuh fitnah ini. Mulailah mereka mencari alternatif lain
yang mereka yakini bakal secara cepat mendatangkan dukungan luas
masyarakat. Sambil melupakan pentingnya dukungan Allah سبحانه و تعالى
sebelum segala sesuatunya. Apalah artinya mendapat dukungan luas
masyarakat bila Allah سبحانه و تعالى tidak ridha. Jauh lebih penting dan
sudah semestinya kaum muslmin selalu mengutamakan dukungan atau ridha
Allah سبحانه و تعالى daripada dukungan masyarakat luas. Walaupun sudah
barang tentu ideal bila dapat memperoleh dukungan Allah سبحانه و تعالى
sekaligus dukungan masyarakat luas. Tetapi di zaman penuh fitnah seperti
sekarang ini, pilihan yang ada seringkali sangat pahit. You can”t win them all…!
Masing-masing diri dan kelompok mencari seruan, jalan hidup, ideologi,
pandanganhidup, nilai-nilai selain Islam yang dia lebih tsiqoh
kepadanya. Lalu mereka mengikutinya dengan semangat taqlid alias
membabi-buta. Mereka tidak mengkritisi ajaran baru yang mereka pandang
menjadi solusi lebih baik dari Islam, baik mengikutinya secara murni
maupun dengan mengkombinasikannya bersama ajaran Islam. Biasanya sebelum
mereka taqlid dengan ajaran baru tersebut mereka mengaku sudah meneliti
dan mempelajarinya secara mendalam. Dan kesimpulannya mereka katakan
bahwa ajaran baru tersebut sejalan alias tidak bertentangan dengan
Islam. Itulah sebabnya mereka menganutnya. Mereka lupa bahwa kalaupun
ajaran baru itu tampak sejalan dengan Islam, namun ia merupakan produk
manusia yang sudah barang tentu tidak sempurna bebas-cacat dan
penyimpangan, serta tidak pantas disetarakan, apalagi ditinggikan lebih
daripada ajaran produk Allah سبحانه و تعالى . Subaahanallahi ‘amma yusyrikun
(Maha Suci Allah سبحانه و تعالى dari apa-apa yang mereka
persekutukan/asosiasikan). Dan lagi, kalaupun ada ajaran selain Islam
yang “sejalan” dengan Islam, mengapa tidak merasa cukup dengan menganut
Islam saja? Mengapa harus lebih mengedepankan ajaran selain Islam-nya?
Mengapa tidak Islam-nya saja yang dikedepankan? Bukankah Allah سبحانه و
تعالى sudah mengarahkan kita untuk senantiasa menampilkan Islam dan
mengaku muslim dalam berbagai kiprah saat kita mengajak manusia menuju
Allah سبحانه و تعالى alias saat sedang terlibat dalam aktifitas mengajak
manusia yang biasa dikenal dengan istilah ad-da’wah..?
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِوَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
(mengajak) kepada Allah سبحانه و تعالى , mengerjakan amal yang saleh
dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk kaum muslimin (orang-orang yang
berserah diri)?’” (QS. Fushilat [41] : 33) Mulailah penyakit taqlid
alias mengekor secara membabi buta menjadi fenomena di tengah kaum
muslimin. Yang terlalu kagum dengan asal-usul identitas bangsa dan nenek
moyangnya mengambil nasionalisme. Yang over-kagum dengan tatanan sosial masyarakat barat mengambil sekularisme dan demokrasi. Yang berlebihan mengutamakan toleransi dan perdamaian mengambil pluralisme. Yang tidak kuasa mengendalikan hawa nafsunya dan terlena dengan kesenangan dunia fana mengambil liberalisme dan hedonisme. Yang mendewakan akalnya sibuk berlomba mengejar ketertinggalan di bidang materi, sains dan teknologi, tanpa melihat halal-haramnya. Yang mengutamakan aspek spiritual modern mengambil new age religion. Yang mengutamakan spiritual tradisional mengambil paham kearifan lokal alias mistik-klenik.
Pendek kata, masing-masing telah memiliki alternatif lain ajaran yang
diikuti selain Islam. Ada yang terang-terangan mengaku mengikutinya
tanpa menyertakan Islam dalam identitasnya. Tetapi yang kebanyakan
adalah yang malu-malu untuk mengaku bahwa ia telah menganut ajaran
selain Islam dan meninggalkan Islam. Sehingga akhirnya mereka cenderung
mengkombinasikannya dengan Islam sebagai identitas. Artinya ajaran
barunya itu biasanya “dicantolkan” bersama dengan identitas Islam yang
-kata mereka- masih mereka anut. Akhirnya muncullah istilah-istilah
asing seperti Islam-nasionalis, Islam-demokrat, Islam-liberalis,
Islam-modernis, Islam-pluralis, Islam-progressif, Islam-universalis,
Islam-humanis, Islam-spiritualis dan lain sebagainya. Pada prakteknya
justeru ajaran selain Islam yang ditempelkan kepada identitas Islam
itulah yang lebih diutamakan daripada Islamnya itu sendiri. Perlu
diingat bahwa Islam-plus atau Islam-minus atau apapun
namanya dia bukanlah Islam. Sebab Islam adalah Islam. Ia adalah agama
Allah سبحانه و تعالى yang telah sempurna. Tidak memerlukan tambahan dan
tidak sepatutnya dikurangi atau ditawar-tawar…!
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُعَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama
bagimu.” (QS Al-Maidah 3) Keempat, At-Tafriqoh (perpecahan).
Karena masing-masing kelompok tenggelam di dalam kebanggaan ajaran
selain Islam, maka otomatis merebaklah perpecahan di dalam tubuh ummat
Islam. Masing-masing kelompok membanggakan seruan kelompoknya. Padahal
seruannya sudah tidak murni ajaran Allah سبحانه و تعالى . Lalu apa yang
mereka harapkan? Apakah mereka mengira jika manusia menyambut seruan
mereka berarti itu pertanda benarnya seruan mereka? Inilah dua pasal
yang dibahas dengan tajam oleh Syakib Arsalan: (1) Dalam Berjuang jangan Membanggakan Jumlah Pengikut dan (2) Kemenangan Suatu Ummat Tidak Bergantung Kepada Kuantitas Tetapi Kualitas. Mereka menjadi sibuk mengutamakan kuantitas pengikut, kohesitas kelompok, daya konsolidasi dan kemampuan mobilisasi anggotanya daripada memfokus kepada substansi
ajaran yang mereka serukan. Padahal sudah jelas di dalam Al-Qur’an
Allah سبحانه و تعالى menyuruh ummat Islam untuk memastikan komitmen
kepada agama Allah سبحانه و تعالى sebelum membangun soliditas
kebersamaan. Bahkan komitmen murni dan konsekuen kepada agama Allah
سبحانه و تعالى itulah syarat lahirnya sebuah jama’ah yang solid, mumpuni, tidak terpecah dan selamat di dunia-akhirat.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang-teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.”
(QS. Ali-Imran [3] : 103) Ayat ini sering disalah-fahami sebagai ayat
yang memerintahkan pentingnya جَمِيعًا (berjamaah). Padahal berjamaah
merupakan hasil dari pelaksanaan perintah utama di dalam ayat ini, yakni
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ (berpegang-teguhlah kamu kepada tali
(agama) Allah). Bila sekumpulan muslim berpegang-teguh secara murni dan
konsekuen kepada agama Allah, niscaya kesatuan hati di antara mereka
Allah سبحانه و تعالى tumbuhkan. Mereka menjadi akrab satu sama lain,
baik secara resmi berada di dalam satu kelompok maupun tidak. Tapi
sebaliknya, berbagai pengelompokan yang berlandaskan selain agama Allah,
baik secara eksplisit maupun tersamar alias malu-malu, maka ia tidak
akan dijamin kesatuan hatinya, Kalaupun tampak solid, ia hanya akan
solid sebatas tampilan luar saja dan sebatas di dunia saja, sedangkan di
akhirat mereka pasti akan bercerai-berai bahkan saling mencela satu
sama lain.
الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Az-Zukhruf [43] : 67) Bahkan kepatuhan mereka kepada pimpinan
kelompok masing-masing yang sewaktu di dunia dibanggakan sebagai bukti
kedisiplinan dan kemuliaanan komitmen, justru menjadi penyesalan di
akhirat.
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ
يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا
الرَّسُولاوَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا
فَأَضَلُّونَا السَّبِيلارَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ
وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka
berkata, “Alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat
(pula) kepada Rasul.” Dan mereka berkata, “Ya Rabb kami, sesungguhnya
kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu
mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami,
timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan
kutukan yang besar.” (QS. Al-Ahzab [33] : 66-68) Masing-masing
kelompok yang berjuang dengan aneka seruan selain Islam
salingmembanggakan seruan dan kelompoknya. Sehingga berpecah-belahlah
ummat Islam. Solusi yang tiap-tiap kelompok tawarkan bukanlah kembali
kepada kemurnian Islam, tetapi malah semakin bersemangat mempromosikan
kehebatan dan keutamaan masing-masing kelompoknya. Akhirnya group values menjadi lebih utama daripada Islamic values.
Apa saja yang berasal dari kelompoknya dia bela dan apa saja yang
datang dari luar kelompknya dia curigai. Akhirnya tolok-ukur benar-salah
bukan lagi Islam tetapi kelompoknya dan apa saja yang bersumber dari
pimpinan kelompoknya.
وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْوَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“…dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka
menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa
yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Ruum [30] : 31-32) Kelima, tertinggal dalam berbagai urusan dunia.
Akhirnya, menurut Syakib Arsalan, tenggelamnya kaum muslimin dalam
perpecahan secara otomatis melemahkan ummat Islam secara keseluruhan.
Dan Allah سبحانه و تعالى jelas telah menegaskan bahwa ketidak-kompakkan
ummat dalam mentaati Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه و
سلم pasti melahirkan kelemahan dan menghilangkan kekuatan ummat Islam.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُواوَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.” (QS. Al-Anfaal [8] : 46) Semua bersumber dari lebih
bangganya kaum muslimin terhadap seruan selain Islam, baik sendirian
maupun bersama Islam. Apakah itu dengan cara menampilkan seruan Islam-plus atau Islam-minus,
maka apapun seruannya jika kaum muslimin tidak menerima Islam secara
utuh dan apa adanya dari Allah سبحانه و تعالى , niscaya mereka bakal
menjadi hina di dunia dan merugi di akhirat.
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ
وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍفَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا
خِزْيٌفِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى
أَشَدِّ الْعَذَابِ
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan
ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang
berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia,
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat
berat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 85) Walaupun ayat di atas turun
berkenaan dengan kaum yahudi, namun Allah سبحانه و تعالى menyuruh ummat
Islam untuk mengambil pelajaran dari kisah ummat-ummat terdahulu. Sebab
bila ummat Islam mengikuti kekeliruan kaum Yahudi, niscaya nasib yang
sama bakal menimpa mereka. Hina di dunia dan azab di akhirat….! Wa na’udzu billaahi min dzaalika…..http://www.eramuslim.com/suara-langit/undangan-surga/mengapa-kaum-muslimin-mundur-dan-kaum-selainnya-maju.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar