Ia tumbuh dan dididik dalam keluarga kelas menengah di AS yang
menganut ajaran Kristen, meski tidak menjadi anggota sebuah gereja
tertentu atau secara rutin mengikuti kebaktian setiap hari Minggu dan
terlibat dalam berbagai kegiatan keagamaan. Satu-satunya momen yang
mereka rayakan untuk menunjukkan jati diri keagamaan mereka adalah
perayaan Natal.
Meski bukan penganut agama Kristen yang rajin ke gereja, orang tuanya
mengajarkan dengan tegas dan jelas soal “akhlak” yang harus
dipatuhinya, agar menjadi manusia yang berkarakter dan berperilaku baik.
Di sisi lain, minat kedua orang tuanya terhadap sejarah dan budaya
beragam bangsa di dunia menciptakan sebuah lingkungan yang
mengajarkannya untuk bersikap toleran, menghormati dan mengagumi adat
istiadat dan keyakinan orang lain yang berbeda dengan keyakinan yang
dianutnya. Dan lingkungan seperti inilah yang suatu saat memberikan
kontribusi besar baginya untuk menerima dan akhirnya memeluk agama
Islam.
Begitulah latar belakang kehidupan Justin L.Peyton, seorang warga AS
keturunan Afrika asal Philadelphia, Pennsylvania. Perjalanannya menuju
Islam berawal dari peristiwa serangan 11 September 2001. Ia jadi lebih
banyak membaca tentang Islam dan Muslim dari media massa pasca peristiwa
itu, meski pemberitaannya cenderung negatif. Namun ia mengaku potret
negatif tentang Islam dan Muslim yang diumbar media massa Barat tidak
mempengaruhi interaksinya dengan teman atau tetangganya yang Muslim.
“Pemberitaan yang negatif itu tidak pernah mengganggu keinginan saya
untuk meluangkan waktu guna mempelajari Islam,” ujar Peyton.
Dengan sikap keterbukaan yang ditanamkan kedua orang tuanya, ia
memutuskan untuk melakukan riset sendiri, mencari fakta-fakta tentang
Islam dan menemukan benang merah antara pengalaman pribadinya bergaul
dengan Muslim dengan pemberitaan media massa yang negatif tentang Islam
dan Muslim. Karena saat itu Peyton masih berstatus mahasiswa, maka
internet menjadi media pertama yang digunakannya untuk melakukan
“pencarian dan pengkajian” itu.
Selama beberapa bulan ia mengakses informasi dari internet,
pengetahuannya terus bertambah secara bertahap. Peyton membaca berbagai
artikel mulai pengetahuan dasar tentang ajaran Islam dan Muslim sampai
hal-hal yang lebih mendalam tentang konsep ketuhanan dalam Islam,
nabi-nabi, Al-Quran, hari Kiamat serta petunjuk tentang tata cara
melakukan salat, puasa, haji dan pengetahuan lainnya tentang Islam dan
Muslim seperti konsep keluarga dalam Islam, pernijahan dan kisah-kisah
para mualaf . Cerita tentang mereka yang masuk agama Islam adalah
artikel yang paling ia sukai.
Ia lalu membeli Al-Quran dengan terjemahan di sebuah toko buku dan
mulai membaca isi Al-Quran. Dalam sehari, Peyton bisa membaca
berlembar-lembar halaman Al-Quran dan membuat daftar isi Al-Quran yang
paling memicu rasa ingin tahunya yang lebih dalam tentang Islam. “Apa
yang saya baca, memberikan sensasi dalam jiwa saya,” kata Peyton.
Mengakses internet dan membaca isi Al-Quran ternyata tidak membuatnya
merasa cukup untuk mengetahui dan memahami lebih jauh tentang Islam dan
Muslim. Peyton memutuskan untuk berkunjung ke masjid-masjid terdekat di
Philadelphia. “Saya mengontak sebuah masjid yang jaraknya 45 mil dari
rumah, bicara dengan pimpinan masjid itu dan menyusun jadwal untuk
datang dan berdiskusi tentang Islam dengan komunitas Muslim di masjid
itu,” ujarnya.
Di hari yang sudah ditentukan, Peyton datang dan menghabiskan banyak
waktu dengan seorang muslim di masjid itu. Pertemuan dan perbincangan
itu menggugah hatinya, hingga kunjungan keduanya pada musim panas tahun
2002, Peyton meyakini bahwa Islam adalah kebenaran. Saat itu juga Peyton
mengucapkan dua kalimat syahadat dan selama sepekan menetap di masjid
untuk belajar salat dan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan sendiri
sebagai muslim.
Dua bulan setelah masuk Islam, Peyton menandatagani surat-surat untuk
bergabung ke korps Marinir AS dan harus tinggal di barak militer.
Sebagai orang yang baru masuk Islam, Peyton mengakui bahwa kehidupan
militer tidak kondusif. Contohnya, jadwal dan lama latiihan yang kadang
membuatnya sangat sulit untuk menunaikan kewajiban salat atau berpuasa
saat bulan Ramadan.
Bahkan setelah selesai menjalankan pelatihan sebagai Marinir, Peyton
ditempat di daerah yang sama sekali tidak ada komunitas Muslimnya, yang
membuatnya makin sulit untuk memperkuat keyakinan agama yang baru
dipeluknya. Baru tiga tahun kemudian, Peyton bertemu dengan sesama
prajurit yang juga Muslim, yang bisa mengajarkannya tentang Islam dan
menuntunnya untuk menjalani kehidupan sebagai Muslim di dalam dinas
kemiliteran AS.
Musim panas tahun 2007, Peyton menyelesaikan tugas di dinas
kemiliteran dan kembali ke Philadelphia, kampung halamannya. Ia kemudian
aktif di sebuah masjid dan dengan kemampuan yang dimilikinya, ia
mendapatkan pekerjaan di organisasi muslim terbesar di AS, Council on
American-Islamic Relation (CAIR).
“Selama dua tahun menjadi bagian dari komunitas Muslim dan bekerja di
CAIR merupakan pengalaman belajar yang luar biasa, membuat saya makin
berkembang dan berminat untuk belajar Islam lebih mendalam,” tukasnya.
Tahun 2009, Peyton mendaftarkan diri ke Hartford Seminary di
Connecticut dan mendapatkan gelar master di bidang studi Seni Islam,
hubungan Muslim-Kristen dan mendapatkan sertifikat di bidang dakwah
Islam.
http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/peristiwa-black-september-mengantarkanku-pada-islam.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar