Selasa, 29 Desember 2015

Tahukah kenapa diadakan selamatan 3 bulanan dst. saat istri hamil?



Bagi orang Indonesia, khususnya Jawa pasti tidak asing lagi dengan tradisi telonan (tiga bulanan), tingkepan (tujuh bulanan) dan brokohan (selamatan yang diadakan sesaat setelah kelahiran bayi). Terlepas dari polemik bid’ah atau bukan, di sini saya hanya akan membahas petuah bijak yang ada dalam tradisi atau budaya tersebut sehingga sebisa mungkin kita tidak terjerumus ke dalam perbuatan syirik yang sangat dibenci Allah SWT.
Yang pertama saya bahas pertama adalah telonan (tiga bulanan).
عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق " إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة
Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata : bahwa Rasulullah telah bersabda, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.
[Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]
Sebagian ulama menafsirkan hadits diatas janin diberikan nyawa oleh Allah SWT saat memasuki usia 120 hari. Maka sebelum janin diberi nyawa maka kita dianjurkan meminta kepada Allah SWT agar memberikan yang baik-baik mengenai janin yang dikandung. Mulai dari rezeki yang banyak dan berkah, minta umurnya panjang dan digunakan untuk beramal sholeh, dan semoga baik diakhirnya. Saat mengadakan tradisi tersebut pasti kita sering melihat adanya buceng (nasi tumpeng), endhog (telur ayam), kuluban (sayuran).
Tahukah kalian kenapa ada makanan yang seperti itu?. Sekarang saya akan menjelaskannya satu persatu. Mulai dari buceng (nasi tumpeng). Buceng dalam bahasa jawa berasal dari nyebuto sing kenceng. Disini dimaksudkan agar kita banyak menyebut Asma Allah swt, dengan kata lain kita banyak berizikir dan meninggalkan maksiat. Kita akan menjadi orang tua, tentu kita harus mempersiapkan diri dengan baik karena kita akan menjadi panutan buat anak kita.
Yang kedua adalah endhog (telur ayam). Berasal dari kata ndhok yang dalam bahasa Indonesia artinya letakkan. Apa yang diletakkan? Yaitu kuluban (sayuran) dari kata Qulbun yang dalam bahasa Indonesia berarti hati. Maksudnya di sini kita harus merendahkan hati kita di hadapan Allah swt. Lalu ada keluwih, moga-moga nanti jadi anak sing linuwih (punya kelebihan).
Lalu ada selamatan tingkepan, dari kata tingkep (ati-ati lek ngekep) hati-hati kalau memeluk. Karena kandungan istri sudah mulai membesar, tidur telentang tidak enak, tidur tengkurap malah seperti timbangan.
Setelah bayi lahir ada selamatan brokohan, dari kati barokah. Ya, anak adalah barokah dari Allah swt. Maka sebagai rasa syukur, orang tua si bayi mengadakan selamatan (orang lain biasa menyebut bersedekah).

Semoga setelah membaca tulisan ini, kita semakin paham mengapa tradisi ini diadakan dan apa maksud dan tujuannya sehingga kita tidak terjebak dalam fanatisme buta yang malah takutnya menjerumuskan kita dalam perbuatan syirik

Petuah bijak dalam pernikahan adat jawa



Di dalam resepsi pernikahan yang menggunakan adat jawa, pasti kita sering melihat penggunaan kembar mayang, kuade, ritual injak telur, nemokne manten (mempertemukan kedua mempelai). Tapi tahukah sebenarnya arti dari hal-hal yang saya sebutkan tadi. Sebagian besar pasti menjawab tidak. Karena memang sebagian masyarakat hanya mengikuti tradisi dari nenek moyang tanpa pernah bertanya tentang makna dari tradisi tersebut.
Yang pertama adalah kembar mayang. Ada banyak sekali bagian dari kembar mayang, mulai dari batang pohon pisang, janur kuning, mayang, daun puring, daun andong, daun beringin, lalu burung-burungan dari janur kuning.
1.       Mayang adalah bunga pohon pinang, pinang itu pohonnya lurus tidak bercabang. Nasehatnya adalah diharapkan menjadi suami dan istri yang lurus dan jujur. Tidak
mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan.
2.       Batang pohon pisang yang dipakai adalah batang pohon pisang raja, kenapa pisang raja? Karena diharap rezekinya banyak seperti raja ( harus halal dan berkah pastinya).
3.       Daun puring maknanya nyuwun separing-paring ing ngarsane Gusti Allah (meminta sedikasihnya Allah swt) alias tawakkal.
4.       Daun andong artinya andongoo (berdoalah kepada Allah swt)
5.       Daun beringin dari kata ro’in yang artinya pemimpin. Setelah menikah lelaki adalah pemimpin dalam keluarga.
6.       Burung-burungan dari janur kuning. Burung-burungan melambangkan burung merpati, merpati itu hewan yang setia, meskipun dalam satu kandang dicampur 5 merpati jantan dan 5 merpati betina jika bukan pasangannya merpati tidak mau menyetubuhi. Hal ini menasehati kita agar tidak berzina. Dan merpati itu pembagian tugasnya jelas, yang jantan mencari makan yang betina merawat anaknya. Jangan dicoba dibuatkan ayam-ayaman. Karena karakter ayam itu yang betina merawat anaknya yang jantan menyetubuhi tetangganya (becanda).
Yang kedua adalah ritual injak telur. Kita tidak tahu kelak telur itu akan menjadi ayam betina atau ayam jantan jika sudah menetas. Begitu pula setelah kita menikah kita tidak tahu masalah apa saja yang akan kita hadapi. Maka setelah injak telur sang istri membasuh kaki sang suami, ini menggambarkan bahwa diperlukan kerja sama yang baik dari suami istri dalam menyelesaikan masalah.
Yang ketiga ritual nemokne manten (mempertemukan kedua mempelai). Sebenarnya ini adalah mengingat sejarah nabi Adam AS dan Siti Hawa yang dipisahkan oleh Allah Swt saat keduanya diturunkan ke dunia. Lalu keduanya dipertemukan kembali setelah berpisah sekian lama.
Penggunaan kuade, (kuato yo ndhuk, koe arep ngangkat barang sing gede).
Alasnya menggunakan karpet, kalau yang bawah mekar yang atas bisa segera mepet.
Itulah sedikit ilmu yang bisa saya bagikan. Semoga setelah membaca ini, bisa menambah sedikit pengetahuan mengenai adat jawa saat resepsi pernikahan, sehingga kita tidak jadi pengikut buta yang hanya tahu melaksanakan tanpa pernah tahu maknanya.

Kamis, 03 Desember 2015

Jangan Sebarkan Perbuatan Maksiatmu!

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:كُلُّ أُمَّتِى مُعَافىً إِلِّا الْمُجَاهِرَ الَّذِى يَعْمَلُ الْعَمَلَ بِالَّليْلِ فَيَسْتُرُهُ رَبُّهُ ثُمَّ يُصْبِحُ فَيَقُوْلُ : يَا فُلَان إِنِّى 
  عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَ كَذَا فَيَكْشِفُ سِتْرَ اللَّه عَزَّ و جَلَّ-الطبراني 
Artinya: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Seluruh umatku diampuni, kecuali pelaku terang-terangan (dalam maksiat), yang melakukan perbuatan di malam hari dan Rabb-nya menutupinya, kemudian di pagi harinya mengatakan,’Wahai fulan, tadi malam aku melakukan demikian…demikian…’ Maka ia membuka tutup Allah Azza wa Jalla.” (Riwayat At Thabarani, dishahihkan oleh As Suyuthi)
Al Munawi menyampaikan bahwa tutup itu terbuka dikarenakan pelakunya telah mengumumkannya kepada khalayak. Dan perbuatan itu termasuk penghianatan, karena Allah telah menutupi perbuatan itu. Karena sifat Allah dan nikmat-Nya adalah menampakkan keindahan dan menutupi keburukan. Maka menampakkannya merupakan kekufuran terhadap nikmat Allah.
Dan adanya dampak dari perbuatan itu yang berupa timbulnya keinginan untuk melakukan maksiat bagi siapa yang mendengar dan menyaksikannya maka itu merupakan dua dosa. Jika hal itu ditambahi dengan ajakan untuk melakukan maksiat dan menyebabkan seseorang melakukannya maka dosanya menjadi empat, dan keadaan pun semakin memburuk.
Oleh sebab itu, Imam An Nawawi berpendapat jika seseorang melakukan maksiat hendaklah ia tidak menyampaikan kepada siapapun, namun segera berhenti malakukan hal  itu dan menyesalinya serta berazam kuat untuk tidak mengulanginya.
Namun apabila menceritakan perbuatan itu kepada syeikhnya, agar penanya memperoleh cara untuk bisa mengetahui sebabnya dan cara menghentikan maksiatnya tersebut maka hal itu merupakan perkara yang baik.
Sebagaimana Imam  Al Ghazali membedakan antara mengabarkan perbuatan maksiat dalam rangka bertanya dan mengabarkannya dalam rangka menjadikan perbuatan tersebut sebagai bahan senda-gurau. Yang pertama tidak mengapa, yang kedua merupakan perbuatan yang dicela. (Lihat, Faidh Al Qadir, 5/41,42)
http://www.hidayatullah.com/kajian/lentera-hidup/read/2015/08/29/76677/jangan-sebarkan-perbuatan-maksiatmu.html