“Sekolah hari ini ya nak?“ bujuk ibu pada Rayhan yang langsung
meronta dan menggeleng keras. Sambil membawa piring bersisi ayam goreng
dan nasi uduk, Rayhan yang berusia 8 tahun, berjalan cepat menghindari
ibunya yang membujuk terus dengan kasih sayang. “Gak mauuuu.. ibu.. ibu
mengerti tidak bahasa Indonesia,“ jawab Rayhan lucu dengan mulut yang
dimonyongkan dan kepala gundulnya yang berambut seperti duri-duri landak
yang belum lama dicukur, membuat ibu mencubit pipinya lembut karena
gemas dengan wajahnya yang lucu.
“Kenapa sayang, kamu gak mau sekolah, tuh bu Nisa sudah menelepon
berkali-kali dan mengatakan bahwa kamu sudah ditunggu oleh kawan-kawanmu
di kelas. Mereka ingin kamu bergabung lagi disekolah yaa..?” bujuk ibu
sekali lagi, tetap dengan gaya ibu yang lembut dan penuh kasih sayang.
“Rayhan sudah bilang ibuu, ibukuu sayang,” kata Rayhan dengan wajah yang
ramah dan memegang kedua belah pipi ibu. “Rayhan tidak mau sekolah
karena Rayhan maunya belajar dengan pak Dedy saja, pak Dedy itu lucu
setengah mati dan kalau pak Dedy ngajar, Rayhan jadi ngerti seratus
persen, kalo di kelas berisik, gurunya juga gak enak, gak pernah becanda
dan jarang ngomong yang lucu-lucu, penuh aturan, bosan ibuuu.. ibuku
sayang..” demikian papar Rayhan lugas. “Hmm kalau begitu, baiknya
bagaimana dong Rayhan?” sejenak ibu bingung bagaimana harus menghadapi
Rayhan yang sudah tidak mau sekolah lagi. Sudah sejak seminggu yang
lalu, sejak pak Dedy seorang guru matematika yang seharusnya hanya
membantu memberikan tambahan pelajaran kepada Rayhan seminggu tiga kali,
namun karena bulan lalu Rayhan sakit demam berdarah selama hampir tiga
minggu ditambah masa pemulihan satu minggu sehingga untuk mengejar
ketinggalan tersebut, Rayhan diikutkan dalam pelajaran tambahan
matematika dengan dibimbing pak Dedy, seorang mahasiswa ITB jurusan
matematika yang sayang anak.
Gaya mengajar pak Dedy yang lucu dan menyenangkan ternyata membuat
Rayhan terkesan. Setiap pak Dedy mengajar, pasti ada teka-teki yang
kemudian jawabannya akan diberikan setelah selesai mengajar, contohnya:
apa coba, beda kacang panjang dengan celana panjang? Rayhan tidak mampu
menjawab, lalu bertanya sambil tersenyum-senyum. Pak Dedy berjanji akan
memberikan jawabannya setelah Rayhan selesai belajar dan menghabiskan 10
soal latihan serta membuat 10 PR utuk dikerjakan besok harinya. Dan
pada akhir pelajaran, pak Dedy akan memberikan jawaban dari teka-tekinya
yang lucu itu, yaitu “bedanya celana panjang dengan kacang panjang
adalah kalau celana panjang dipotong akan jadi celana pendek, kalau
kacang panjang dipotong tetap jadi kacang panjang, tidak ada kan kacang
pendek,” demikian papar pak Dedy dengan kalem. Hal itulah yang membuat
anak-anak menjadi suka dengan pak Dedy, apalagi Rayhan yang memutuskan
tidak mau sekolah dan belajar matematika dengan bu Nisa yang kaku,
karena menurutnya pak Dedy adalah guru yang paling menyenangkan di
seluruh dunia.
Memang sepatutnya sebagai pengajar, kita harus mampu menembus apa
yang disukai anak dan menyajikan sebuah pelajaran dengan cara yang
disukai anak-anak lewat lelucon, games atau bercerita, tidak harus teori
dan teori saja. Ya, semoga bu Nisa dapat belajar dari pak Dedy
bagaimana mengajar matematika dengan cara yang menyenangkan anak, agar
Rayhan mau kembali ke sekolah.
Note : Belajar dengan metode yang menyenangkan sudah dilakukan oleh
Jakarta Islamic School sehingga semua anak begitu menyukai semua sesi
pembelajaran di sekolah. Jakarta Islamic School. Itulah mengapa walau
sekolah dasar kami sesi pembelajaran dimulai dari pukul 07.20 pagi
hingga pukul 15.15 sore, namun anak-anak begitu senang bersekolah dan
tidak merasa lelah, karena semua metode pembelajaran disampaikan dengan
bercerita, berdongeng, mengajak anak ke luar ruangan, dan juga banyak
hal lain yang menarik yang membuat anak menunggu-nunggu pembelajaran di
sekolah.
http://www.eramuslim.com/pendidikan-keluarga/pendidikan-pk/beda-kacang-panjang-dan-celana-panjang.htm#.VHZVRJ520r8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar