Sumber Gambar : Suara Merdeka |
Meskipun hal ini sering dilakukan. Tetapi pada dasarnya banyak yang
tidak mengerti maksud dari “sesaji” ini. Bagi kalangan santri,
pasti akan langsung memvonis kegiatan ini sebagai syirik. Saya juga
tidak menyalahkan pendapat mereka. Karena pada kenyataannya memang
kegiatan “sesaji” ini oleh pelakunya dimaksudkan untuk mengusir
setan.
Tapi agar kita tidak sembarangan memvonis orang lain sebagai musyrik
atau kafir, dan bagi para pelakunya agar tidak terjerumus lebih jauh
pada perbuatan syirik maka saya akan menjelaskan tentang maksud dan
tujuan sebenarnya dari “sesaji” ini.
Tujuan dari sesaji ini adalah menjauhkan dari gangguan setan. Hal ini
tidaklah salah. Tapi jangan salah paham dulu setan yang dimaksud
disini bukan dari kalangan bangsa jin, tapi dari kalangan bangsa
manusia. Orang punya hajatan itu kan identik dengan kesenangan
terutama makan-makan. Nah belum tentu juga orang lain, terutama
tetangga kita juga bisa merasakan kesenangan tersebut. Mungkin saja
mereka sedang kelaparan ketika kita sedang senang-senang. Jika
tetangga kita termasuk orang baik mungkin bisa sabar jika tidak bisa
ikut menikmati kesenangan. Tapi bagaimana jika tetangga kita orang
yang usil, terlebih orang yang jahat ?.
Bisa saja dia akan mengganggu jalannya pesta pernikahan. Misal
mematikan diesel sebagai sumber listrik. Nah untuk mencegah hal itu
terjadi maka di dekat diesel tadi ditaruhlah “sesaji” itu. Yang
biasanya berupa makanan, kelapa, rokok dan uang. Jika tadinya “tetangga”
kita berniat mengganggu jalannya pesta pernikahan akibat rasa lapar,
tapi karena di situ sudah ada makanan, rokok dan uang maka diapun
tidak jadi mengganggu.
Lah buat apa mengganggu kalau dia sudah mendapatkan apa yang jadi
“kebutuhannya”. Setelah perut kenyang, mulut bisa menghisap rokok, sudah punya bahan makanan yang akan dimasak dan uangpun dapat, pastinya dia akan pulang. Nah tuan rumahpun aman
dari gangguan.
“Sesaji” ini biasanya juga masih bisa ditemui saat masyarakat
akan memanen hasil padinya. Yang biasa disebut methik. Mereka
meletakkan “sesaji” di pematang sawah. Lalu meninggalkannya. Ini
sebenarnya bukan untuk memberikan sesaji pada dewi sri, tetapi untuk
menghindari pencurian padi. Karena jaman orang tua kita dulu orang
mencuri hanya karena masalah perut yang lapar.
Jadi sekali lagi, bahwa memang benar “sesaji” ini untuk
menjauhkan dari gangguan setan. Tapi bukan dari kalangan jin, tapi
dari kalangan manusia.
Berdasarkan
Firman Allah SWT:
مِنْ
شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ﴿٤﴾
(4)Dari
kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
الَّذِي
يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ﴿٥﴾
(5)yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
مِنَ
الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ﴿٦﴾
(6)dari
(golongan) jin dan manusia.
Mohon
kiranya agar kita tidak dengan mudahnya memvonis saudara kita sebagai
musyrik atau kafir. Dan bagi orang-orang yang masih melakukan
kegiatan “sesaji” agar lebih diluruskan lagi niatnya, diperbaiki
caranya. Agar tidak terjerumus pada kemusyrikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar