Assalamu ‘Alaikum Wr.Wb
Ustaz, bagaimana pandangan Islam terhadap anak yang meminta harta
dari orangtua (dengan dalih sebagai warisan), padahal orang tersebut
masih hidup? Kedua, bagaimana hukumnya apabila ternyata anak tersebut
masih berlanjut meminta bagiannya dari harta yang lain lagi, padahal dia
telah menerima bagian dari pembagian harta yang telah dibagi
sebelumnya?
Ketiga, bagaimana kedudukan dalam hukum Islam atas harta yang
dihibahkan kepada satu anak dengan persetujuan semua pihak. Apakah ahli
waris yang lain gugur? Dan jika tidak gugur bagaimana porsi
pembagiannya? Mohon kiranya penjelasan disertai dalil-dalil sahih.
Terima kasih.
Wassalamu ‘Alaikum Wr.Wb
Ima Riestandry K
Surabaya
Wa’alaikum Salam Wr.Wb.
Bagi yang tahu apa yang dimaksud dengan harta warisan, tentu hal itu
sangat aneh. Tetapi mungkin anak itu belum tahu bahwa yang namanya harta
warisan adalah harta yang ditinggalkan seseorang setelah terbukti
wafat, baik orangtua, saudara maupun kerabat lain. Artinya, bila
orangtua masih dalam kondisi hidup, status semua harta tersebut adalah
miliknya. Belum ada secuil pun yang dikatakan harta warisan, serta tak
seorang pun di antara anaknya yang telah berhak atas harta tersebut atas
nama warisan.
Allah berfirman: ”Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (al-Nisa’ :
7). Firman Allah ini begitu tegas menyatakan bahwa anak itu hanya
berhak atas ”harta peninggalan”. Harta itu dikatakan ”harta peninggalan”
orangtua, bila orang tersebut telah meninggal.
Hukum meminta harta warisan dari orangtua pada saat hidup secara
khusus, memang tidak ada, tetapi yang jelas yang demikian adalah
permintaan yang bukan haknya dan belum saatnya. Di samping itu, ada hal
lain yang perlu dicermati, yaitu sisi etika. Tatkala seorang anak
meminta warisan, sementara orangtua masih hidup, mengandung pelanggaran
etika yang mendalam, yaitu adanya ketidaksabaran dari anak atas masih
hidupnya orangtua, sehingga warisan itu harus diminta sebelum waktunya.
Makna lain yang termasuk dalam tindakan itu adalah, adanya unsur
harapan orangtua agar segera meninggal. Dua sikap demikian, tentu sangat
menyakitkan orangtua, yang secara hukum jelas haram, sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah: ”Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia.” (al-Isra’: 23).
Kedua, secara hukum apa ia peroleh di awal tidak dapat dikatakan
warisan –maksimal hanya dikatakan hibah–, maka dari itu harta yang
diberikan tidak dapat menggugurkan hak warisan itu, kecuali ia
mensyaratkan diri demikian.
Ketiga, pada dasarnya pemberian orangtua kepada anak harus sama,
kecuali ada kondisi yang menghendaki untuk dibedakan secara adil alias
proporsional. Nabi bersabda: ”Berbuat adillah kalian kepada anak-anak
kalian. Berbuat adillah kalian kepada anak-anak kalian” (HR. Abu Dawud
dan al-Nasa’i).
Dalam riwayat lain Nabi bersabda: ”Berbuat adillah kalian kepada
anak-anak kalian dalam memberi (nahal), sebagaimana kalian menyukai
mereka untuk berbuat adil kepada kalian dalam berbakti dan menyayangi.”
(HR. Ibn Hibban, al-Baihaqi dan al-Thabrani). Bila kemudian semua anak
telah sepakat bahwa semua bagiannya diberikan untuk salah seorang di
antara mereka, berarti mereka tidak berhak lagi untuk mewarisi apa yang
semestinya menjadi bagian warisannya.Wallahu a’lam bishshawab.
http://www.hidayatullah.com/konsultasi/konsultasi-syariah/read/2012/07/02/5342/meminta-warisan-saat-orangtua-masih-hidup.html#.VHkiNJ520r8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar