Imam Ahmad Bin Hambal (164-241 H), salah satu ulama
madzhab 4, berasal dari Bagdad, karya beliau antara lain, Musnad Ahmad,
Ar Radd ilal Jahmiyah Waz Zanadiqah, dll. Beliau dikenal amat tegas
terhadap hukum, akan tetapi amat tawadhu’ terhadap sesama ulama Ahlu
Sunnah, berikut ini beberapa nukilan yang menunjukkan kearifan Ahmad bin
Hambal terhadap mereka yang berbeda pendapat dengannya.
Dalam Siyar ‘Alam An Nubala’, dalam tarjamah, Ishaq bin Rahuyah,
berkata Ahmad bin Hafsh As Sa’di, Syeikh Ibnu ‘Adi: “Aku mendengar Ahmad
bin Hambal berkata: Tidak ada seorang pun yang pernah pergi ke Khurasan
menyerupai Ishaq (kelebihannya), walaui dia telah menyelisihi kita
dalam beberapa hal, sesungguhnya manusia masih berselisih satu sama
lain.” (Siyar ‘Alam An Nubala’ hal. 16, vol. 10).
Juga diriwayatkan oleh Al Hafidz Abu ‘Umar bin ‘Abdul Barr, dalam
Jami’ Bayan Al ‘Ilmi, dalam bab Itsbat Al Munadharah Wal Mujadalah Wa
Iqamati Al Hujjah, dari Muhamad Bin ‘Attab bin Al Murba’, dia berka, aku
mendengar Al ‘Abbas bin Abdi Al Al Adzim Al Ambari mengabarkan
kepadaku: “Aku bersama Ahmad bin Hambal dan datanglah ‘Ali bin Madini
dengan mengandarai tunggangan, lalu keduanya berdebat dalam masalah
syahadah, hingga meninggi suara keduanya, sampai aku takut terjadi
apa-apa di antara keduanya. Ahmad berpendapat adanya syahadah sedangakan
‘Ali menolak dan menyanggah, akan tetapi ketika Ali hendak meninggalkan
tempat tersebut Ahmad bangkit dan menaiki kendaraan bersamanya.” (Jami’ Bayan Al ‘Ilmi hal. 968, vol.2).
Juga diriwayatkan bahwa Ahmad bin Hambal juga pernah berdebat dengan
guru beliau Imam Syaf’i dalam masalah hukum meninggalkan shalat, maka
berkata kepada dia Imam Syafi’i: “Wahai Ahmad, apakah engkau mengatakan
dia (yang meninggalkan shalat) kafir?” Ahmad menjawab: “Iya.” Imam
Syafi’i lantas bertanya: ”Jika sudah kafir bagaimana cara untuk
berislam?” Imam Ahmad menjawab: “Dengan mengatakan La ilaha ila Allah.”
Dijawab Syafi’I; “Dia masih memegang kata itu dan tidak meninggalkannya
(syahadat).”Ahmad berkata lagi: “Dengan menyerahkan diri untuk mau
mengerjakan shalat.” Syafi’i menjawab; “Shalat orang kafir tidak sah,
dan tidak dihukumi sebagai Muslim dengan hanya shalat.” Maka Ahmad
berhenti berbicara dan diam.” (Thabaqat As Syafi’iyah, hal. 61, vol.2).
Walau terjadi perselisihan dalam beberapa masalah, Imam Ahmad tetap bersikap tawadhu’, bahkan banyak memuji untuk Imam Syafi’i.
Berkata Ishaq bin Rahuyah: “Aku bersama Ahmad di Makkah, dia berkata:
“Kemarilah! Aku tunjukkan kepadamu seorang lelaki yang kamu belum
pernah melihat orang seperti dia!” Ternyata laki-laki tersebut adalah
Imam Syafi’i. (Shifatu As Shofwah, hal. 142, vol. 2)
Tidak sedikit perbedaan pendapat terjadi antara Imam Ahmad dengan
Imam Syafi’i. Namun keduanya mengajarkan kita semua akan akhlak yang
mulia. Di antaranya, Imam Ahmad selalu mendokan Imam Syafi’I hingga 40
tahun lamanya.
Berkata Ahmad bin Al Laits: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata:
“Aku akan benar-benar mendo’akan Syafi’i dalam shalatku selama 40 tahun,
aku berdoa: ”Ya Allah, ampunilah diriku dan orang tuaku, dan Muhammad
bin Idris Asyafi’i.” (Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi, hal. 254, vol. 2).
http://www.hidayatullah.com/kajian/ikhtilaful-ummah/read/2013/07/25/5663/meski-beda-pendapat-imam-ahmad-doakan-syafii-40-tahun.html#.VHpkN5520r8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar