“Bius Itu Bernama Bola,” demikian sekilas kubaca judul sebuah artikel
di media online milik umat. Diam-diam aku sangat setuju, dan bila obat
bius yang bernama bola itu didiamkan saja maka akan membuat siapapun
muslim lupa akan sebuah ayat alqur’an yang mengatkan : “qad aflahal muminuun, walladziina hum ‘anillaghwi mu’ridhuun
… Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, dan orang-orang
yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.”
Ini penggalan kisah sebuah keluarga muslim yang semua heboh karena
bola, namun dibalik kegusaran seorang ibu, terdapat syukur bahwa semua
orang bisa berkumpul karena bola, suami segera pulang dan anak-anak pun
duduk dengan tenang menunggu pertandingan bola, dan sambil tangan
masing-masing anggota keluarga tetap sibuk memegang handphone atau
blackberry yang tidak pernah jauh dari diri masing-masing, mata, mulut
dan perhatiannya semua bekerja keras dengan tujuan sama.
Mata menyiratkan ketidakinginan melepaskan trik-trik,
tendangan-tendangan indah pemain Brazil, juga kekuatan dan kekekaran
tubuh si pemain korea yang menjadi idola para remaja putri, mereka
menyebutnya macan asia, karena biasanya orang korea yang mewakili asia
berbadan kecil, tipis dan anggun, namun kali ini para pemain korea
terlihat begitu disemangati oleh penonton Indonesia ketika melawan
pemain dari paraguay (si kulit merah berhidung betet-demikianjulukan
anak-anak pada pemain dari paraguay, karena wajahnya yang ke eropahan,
sedikitnya menimbulkan anti eropah dan pro asia, dengan adanya
pertandingan bola yang membius para pemirsa.
Ya, beramai-ramai pemirsa memusatkan perhatian dan menjatuhkan
pilihan pada korea dengan alasan klise, asia diwakili bangsa korea, dan
piring kecil dengan seonggok kacang menjadi berhamburan, ketika penalti
ditetapkan dan serentak perasaan mencekam timbul bersamaan diantara
anggota keluarga, dimana ibu yang tadinya tak peduli dan sudah sangat
mengantuk, akhirnya didorong kakak untuk ikut melihat, sekali ini aja,
bun…mewakili asia melawan bangsa penjajah, dan ibupun menjerit kecil
sambil menutup mulutnya, ketika ada pemain yang tersengkat, atau
tertabrak yang diiringi tawa dari si bungsu, dan senyum bahagia ayah,
karena baru pertama kali ini ibu tertarik untuk duduk dan menikmati
bola.
Akhirnya gelas pecah dua diiringi teriakan dari ayah dan anak-anak,
ketika korea melesatkan bola dan menimpa tiang gawang yang menyebabkan
pupusnya harapan asia mampu tembus ke babak final. Dan ibupun kembali
menjerit lirih dan ikut bersemangat dan juga lemah semangat, dan esok
paginya ketika semua anggota keluarga berkumpul di meja makan, ibu
menjadi anggota keluarga yang sedikit paham dan tidak lagi menjadi
anggota yang terasing, kerena pembicaraan mengenai bola yang selama ini
tidak dimengerti olehnya.
Duuh, ukhuwah itu bernama bola, ketika semua orang di restoran yang
buka sampai malam hari, berkumpul bersama dan semua jenis, baik lelaki
maupun perempuan, kenal tak kenal baik muhrim maupun bukan, ramai-ramai
bersorak dan menjagokan jagoannya masing-masing dan ketika team yang
dijagokan menang, maka lagi-lagi, para pemirsa berpelukan dan minimal
berjabat tangan, seakan sudah kenal puluhan tahun padahal setahu saya,
mereka tidak mengenal satu sama lain, namun getaran ukhuwah begitu
terasa ketika team bola mulai berlaga.
Bius itu menyerang rumahtangga kita,menyerang anak-anak kita dan
suami-suami kitabahkan diri kita sendiri, ada baiknya sehingga semua
orang dirumah menjadi pulang kerumah dan bersama dalam satu kepentingan
dan minat yaitu menonton pertandingan bola, namun ada yang teriris di
hati ini ketika melihatbahwa seringkali masalah utama dalam sebuah
keluarga tidak dapat diselesaikan karena pikiran dan perhatian tertuju
pada bola, dan bila dalam keadaan sadarpun, seringkali anggota keluarga
sudah setengah mengantuk dan malas untuk membicarakan yang susah-susah.
haruskah bola menjadi penyambung ukhuwah dan media utama dari
keluarga untuk berkumpul bersama dan dengan bola maka semua keluarga
menjadi berkumpul, tinggal kita menanti, sebuah ide baru yang lahir dari
umat muslim, sebuah media yang mampu menciptakan ukhuwah yang begitu
hebat dan minat yang begitu tinggi yang dapat menggantikan bola, sebagai
obat bius bagi keluarga, dimana semua anggota keluarga berkumpul
bersama, ayah, ibu dan anak tanpa paksaan dan tanpa bersungut-sungut.
http://www.eramuslim.com/pendidikan-keluarga/pendidikan-pk/haruskah-bola-menjadi-perekat-keluarga.htm#.VHZcFp520r9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar