Jumat, 05 Desember 2014

Inovasi Militer Muslim Di Masa Perang Salib (2)


3. Penemuan Greek Fire Super
Kota-kota pada abad pertengahan biasanya dilindungi oleh tembok benteng yang kuat. Untuk menaklukkan sebuah kota, di antara alat yang sering digunakan adalah menara kayu (siege tower) yang dibuat sama atau lebih tinggi dari tembok kota yang sedang diserang. Menara ini biasanya diberi roda sehingga dapat digerakkan mendekati tembok dan dibuat beberapa tingkat sehingga dapat diisi tentara di dalamnya.
Tantangan utama menara kayu ini adalah jika pasukan yang berada di dalam kota atau benteng memiliki teknologi greek fire. Greek fire adalah bom abad pertengahan. Ia dibuat dari campuran minyak nafta, sulfur, dan beberapa bahan lainnya. Dinamakan seperti itu karena yang membuat dan menggunakan senjata ini pertama kali adalah Kekaisaran Byzantium yang didominasi oleh orang-orang Yunani (Greek).
Senjata ini pada awalnya digunakan dalam pertempuran laut dengan cara melemparkannya ke laut dan membakarnya sehingga dapat menghalangi atau membakar kapal-kapal lawan. Namun, belakangan ia juga digunakan untuk menangkal menara kepung (siege tower) ataupun beberapa keperluan lainnya.
Caranya, campuran minyak ini disiapkan di dalam sebuah guci tanah liat, kemudian disulut api dan dilemparkan ke arah menara musuh. Saat menghantam menara, guci itu pecah, minyaknya menyebar dan segera tersulut oleh api. Maka dalam waktu singkat menara berikut tentara yang ada di dalamnya akan terbakar dan musnah. Menara kepung tak mampu bertahan di hadapan greek fire.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, orang-orang menemukan cara untuk menangkal greek fire. Mereka melapisi menara kepung dengan tanah liat dan melapisi lagi bagian luarnya dengan kulit yang sudah direndam cuka. Lapisan ini mampu menangkal serangan greek fire dan menghindarkan menara kepung dari resiko terbakar.
Pada awal Perang Salib III, kota Acre dikepung oleh tentara salib selama dua tahun. Di tengah-tengah pertempuran itu, pasukan salib membuat tiga buah menara kepung yang besar dan tinggi, hingga melebihi ketinggian tembok kota Acre. Menara itu dibuat lima tingkat dan dapat diisi lima ratus tentara. Selain itu, bagian luarnya juga dilapisi secara sempurna dengan tanah liat dan kulit yang telah direndam cuka.
Pasukan Muslim yang berada di dalam kota melempari menara ini dengan greek fire, tetapi serangan itu sia-sia. Greek fire yang mereka miliki tidak memberikan efek apa pun terhadap menara-menara itu. Secara perlahan-lahan, menara-menara itu digerakkan semakin dekat ke arah tembok kota. Hal ini membuat pasukan Muslim yang berada di dalam kota merasa sangat khawatir bahwa kota Acre akan segera jatuh ke tangan musuh.
Ketika itu di tengah pasukan Muslim ada seorang pemuda Damaskus bernama Ali ibn al-Nahhas. Ia hanya anak seorang pandai besi (nahhasin). Namun pemuda ini memiliki rasa ingin tahu yang sangat kuat. Ia memiliki ketertarikan yang besar terhadap greek fire.
Ketertarikannya itu membuatnya suka melakukan percobaan dengan greek fire. Ia mempelajari komposisi greek fire dan mencoba menambahnya dengan campuran yang berbeda dan memperhatikan efek yang ditimbulkannya. Kesukaannya melakukan percobaan ini membuatnya sering diomeli oleh orang-orang. Namun karena rasa ingin tahunya yang kuat, ia meneruskan percobaannya.
Saat pasukan Muslim di Acre sudah merasa frustrasi dengan kegagalan mereka untuk menghancurkan menara kepung musuh, pemuda ini tiba-tiba muncul dan menawarkan bantuannya. Selama masa pertempuran, pemuda ini telah mencoba membuat ramuan greek fire yang mampu mengatasi tanah liat dan lapisan cuka. ia menawarkan temuannya pada jenderal yang memimpin pertahanan kota Acre, Baha’uddin Qaraqush. Saat mendengar tawaran dari si pemuda, Qaraqush yang sedang dalam keadaan penuh tekanan berkata, “Para pakar ini telah mencoba semua yang mereka mampu dalam melancarkan greek fire dan yang semisalnya (tapi) tanpa hasil.”
Qaraqush merasa ia tidak memiliki waktu untuk bermain-main dan mencoba-coba sesuatu yang tidak jelas dari seorang pemuda yang tidak dikenal dan tidak berpengalaman. Keadaan yang sedang dihadapi kota Acre terlalu serius untuk usaha coba-coba. Namun, seseorang lainnya yang ada di tempat itu berkata, “Mungkin Allah telah mengatur kebebasan bagi kita melalui tangan pemuda ini. Tidak ada kerugian bagi kita untuk menyetujui apa yang ia katakan.” Yang ia katakan memang benar. Jika semua cara sudah gagal, apa salahnya mencoba sesuatu yang berbeda. Mungkin saja Allah justru memberi keberhasilan dengan jalan itu.
Beginilah mesin pelontar misil di masa lalu guna menjebol musuh
Beginilah mesin pelontar misil di masa lalu guna menjebol musuh
Qaraqush akhirnya setuju. Pemuda itu kemudian menyiapkan beberapa guci tanah liat yang diisi dengan ramuan racikannya. Setelah siap, greek fire buatan si pemuda ini segera diujicobakan dan diarahkan ke sebuah menara musuh. Beberapa buah greek fire dilemparkan tanpa disulut api ke arah menara musuh. Tentara salib di dalam menara bersorak-sorai mengejek, karena bom itu pecah dan minyaknya menyebar tetapi tanpa ada api sama sekali. Namun, setelah itu dilontarkan greek fire yang sudah disulut api. Efeknya sungguh mengejutkan. Api menyebar cepat ke seluruh menara dan membakarnya dengan hebat. Banyak tentara salib yang berada di dalamnya ikut terbakar karena serangan itu. Menara itu pun hancur terbakar oleh api.
Pasukan Muslim segera menuju ke arah dua menara musuh lainnya. Mereka melakukan hal yang sama dan membakar kedua menara itu dengan greek fire rancangan si pemuda. Maka hancurlah seluruh menara kepung musuh. Mereka tak lagi mampu menyerang dengan menggunakan menara kepung. Memang pada akhirnya kota Acre tetap jatuh ke tangan tentara salib, tetapi diperlukan waktu selama dua tahun sebelum kota itu takluk.
Shalahuddin yang berada di luar kota Acre bersama pasukannya yang lain merasa sangat gembira dan bersyukur saat mendengar kejadian itu. Ia mengundang si pemuda ke tempatnya dan menawarkan kepadanya sejumlah uang dan tanah sebagai hadiah. Namun, pemuda itu menolaknya. “Saya melakukan hal itu semata-mata karena Allah. Hanya dari-Nya saya mengharapkan balasan,” begitu jawaban si pemuda kepada Shalahuddin al-Ayyubi.
Kita memang tidak pernah mendengar lagi tentang penggunaan inovasi baru ini dalam pertempuran-pertempuran lainnya.Sumber-sumber sejarah juga tidak memberi nama khusus kepadagreek fire rancangan si pemuda itu. Namun kita dapat berasumsi bahwa temuan itu tetap digunakan pada masa-masa berikutnya oleh pasukan Muslim. Dan rasanya tidak salah jika kita menamai temuan itu sebagai al-nahhas greek fire, sesuai nama penemunya.
4. Kurir bawah laut
Hal berikut ini masih terkait kisah pengepungan kota Acre. Ketika itu kota Acre dikepung oleh musuh dari darat dan laut, sehingga sangat sulit bagi pasukan Muslim yang berada di dalam benteng untuk berkomunikasi dengan Shalahuddin yang berada di luar benteng. Walaupun sesekali tentara Muslim bisa menyusup masuk dan keluar ditambah adanya komunikasi dengan bantuan burung-burung merpati, tetapi hal ini masih belum memadai.
Untuk mengatasi kesulitan ini, Shalahuddin membuat terobosan dengan menggunakan sejumlah penyelam. Para penyelam ini ditugasi untuk menyusup masuk ke dalam kota dan keluar lagi melalui jalur laut. Tugas ini biasanya dilakukan pada malam hari untuk menghindari sergapan dari kapal-kapal musuh yang berada di perairan itu.Pada pinggang para penyelam ini biasanya diikatkan surat, dan kadang sejumlah uang, untuk dikirimkan ke dalam kota. Surat itu dibalut dalam bahan yang kedap air.
Pada suatu hari, ada seorang penyelam bernama Isa yang mendapat tugas untuk membawa sepucuk surat dan uang sebesar 1.000 dinar. Isa adalah seorang penyelam yang terlatih dan telah menjalankan tugas dengan baik selama beberapa kali. Namun kali ini ada sesuatu yang berbeda.
Malam itu Isa menyelam dan pergi menjalankan tugasnya menuju ke dalam benteng Acre. Biasanya pada pagi hari akan ada pesan merpati yang dikirimkan dari dalam kota untuk mengabarkan bahwa misi telah sampai pada mereka, dan petugas yang menerima pesan itu di luar kota akan mengirimkan jawabannya melalui burung merpati juga. Namun, kali ini tidak ada pesan. Dengan kata lain, Isa si penyelam tidak sampai ke tujuannya. Selama beberapa waktu lamanya sama sekali tidak ada kabar tentang Isa. Orang-orang menduga telah terjadi sesuatu yang serius padanya. Mungkin ia telah tertangkap musuh, atau mungkin juga ia telah mati terbunuh. Beberapa orang lainnya berprasangka buruk bahwa Isa telah melarikan diri bersama dengan uang yang dititipkan kepadanya.
Beberapa hari kemudian, orang-orang yang berjaga di pelabuhan Acre menemukan sesosok mayat yang mengambang ke arah mereka. Ternyata itu adalah mayat Isa si penyelam. Ia rupanya mati tenggelam saat menjalankan tugasnya. Surat dan uang yang dititipkan kepadanya masih terbungkus rapi di pinggangnya. Jadi, walaupun terlambat selama beberapa hari, amanah yang dititipkan kepada Isa tetap sampai ke tujuannya.
Tentang ini, Baha’uddin Ibn Syaddad, salah satu ulama kepercayaan Shalahuddin dan penulis biografinya, memberi komentar, “Pria ini adalah satu-satunya orang yang telah memenuhi amanahnya baik ketika masih hidup dan juga menjalankannya setelah ia wafat.” Sekretaris Shalahuddin, Imaduddin al-Katib juga memberikan komentar yang senada. “Allah hendak membuktikan kejujurannya; sehingga ia ditemukan wafat di pantai Acre,” tulisnya.
Walaupun kaum Muslimin akhirnya mengalami kekalahan di Acre, tetapi mereka berhasil memenangkan Perang Salib III. Tentara salib pada akhirnya tidak berhasil merebut kembali al-Quds yang telah dikuasai oleh Shalahuddin. Sebagian besar wilayah tentara salib di Suriah-Palestina yang telah berhasil direbut oleh Shalahuddin selepas Pertempuran Hattin juga tetap berada di tangan kaum Muslimin.*
Oleh: Alwi Alatas
http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2014/10/21/31719/inovasi-militer-muslim-di-masa-perang-salib-2.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar