Seorang filsuf dan antropolog Jerman Ludwig Andreas von Feuerbach (lahir di Landshut, Bavaria, 28 Juli 1804 pernah mengatakan “Der Mann ist vas er isst”
(Manusia adalah apa yang dia makan). Lebih dari satu abad sebelumnya,
pada 1728, seorang ahli kimia Italia Bartolomeo Beccari menyampaikan
penghakiman “Quid Alius sumus, nisi itu unde alimur?” (Apa lagi kita, jika tidak apa yang kita makan?)
Selama ada kehidupan, kegiatan berkaitan dengan makan tak akan pernah
berakhir. Begitu pula kegiatan manusia dengan hal-hal berkaitan dengan
makanan. Sebab makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber
energi vital manusia agar ia dapat melaksanakan kegiatan sehari.
Umumnya di alam hewan karnivora sangat kejam dan agresif, sementara
non-carnivorous yang damai dan sociable. Penelitian menemukan, makan
dalam jumlah besar protein hewani memiliki efek yang lebih mendalam pada
perilaku manusia. Demikian hasil penelitian yang resumenya pernah
disampaikan naturalis dan ahli dalam vegetarian dietetics, Armando
D’Elia (dalam Consequences of Meat Protein on Human Behaviour).
Makanan dan Perilaku
Makanan mempunyai pengaruh yang dominan bagi diri orang yang
memakannya. Makanan sehat akan membentuk jiwa dan fisik yang sehat.
Sementara makanan tidak sehat akan mengakibatkan pemakannya sakit.
Pembahasan tentang pengaruh makanan terhadap perilaku manusia ini pernah diseminarkan di Italia bertajuk “6th European Vegetarian Congress Bussolengo” pada 21-26 September 1997.
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2006 di Chemical Senses
menyarankan bahwa makan daging dapat membuat bau badan kurang sedap.
Dalam studi tersebut, 17 laki-laki makan daging rutin dan 17 lainnya
tidak selama dua pekan.
Ahli Kesehatan, Cynthia Sass juga pernah mengatakan bahwa hubungan
antara makanan dan dorongan seksual memiliki kaitan. Studi menunjukkan
bahwa makanan dan nutrisi tertentu memainkan peran dalam meningkatkan
libido dan mendukung kehidupan seks seseorang, demikian dilansir dari
Health.Com.
Dalam penelitian terbaru, apa penyebab terjadinya gangguan perilaku
seperti autisme, ADHD ada kaitannya dengan reaksi pola makanan dan
konsumsi makanan yang salah. Dr. Wayne Callaway, ahli gizi endokrinologi
dan ahli gizi Klinik Mayo, Minnesota, AS pernah mengatakan, susunan
makanan dapat memengaruhi suasana hati seseorang. Reaksi yang tidak
diinginkan terhadap makanan tertentu dapat mengakibatkan gangguan
kebocoran pada saluran cerna yang selanjutnya dapat mengganggu susunan
saraf pusat manusia.
Di zaman Orde Baru kita mengenal kampanye yang cukup popular, “Makanan 4 Sehat, 5 Sempurna.”
Maksudnya, makanan penuh gizi plus susu. Saya kira, kampanye seperti
itu menyesatkan. Sebab, orang tak diajarkan dari mana dan dengan cara
apa makanan sehat itu
diperoleh. Memakan makanan yang salah saja akan berpengaruh pada
kesehatan dan perilaku, apalagi makanan yang haram baik substansi dan
cara memperolehnya. Gizi dan vitamin yang cukup mungkin menyehatkan.
Tapi belum tentu menumbuhkan perilaku yang baik. Sebaliknya bisa
merusak.
Manusia yang lahir dari makanan yang haram itu secara otomatis akan
mendorong perilaku yang jahat, yang menyebabkan kecelakaan yang bersifat
abadi di akhirat nanti. Karenanya, untuk dunia super gila seperti
sekarang ini, istilah yang tepat adalah,
“Makanan 4 Sehat 5 Sempurna Plus Halal.”
Ada kisah tentang ulama sufi. Suatu siang ia mengalami muntah-muntah
setelah makan. Padahal, selama bertahun-tahun ia menempuh hidup secara
teratur. Tak pernah makan aneh-aneh, bahkan selalu sesuai dengan kadar
kesehatan.
Untuk mengusut kasus ini, ia memanggil pembantunya untuk menjelaskan
perihal makanan yang ia konsumsi. “Dari mana dibeli sayuran yang dimasak
hari ini?,” tanya sang ulama sufi. “Saya agak kesiangan ke pasar.
Sayuran yang dijual di pasar sudah habis. Untunglah sawah tetangga kita
ada daun kacang panjang. Saya memetiknya segenggam, itulah sayuran yang
saya masak hari ini,” jawab pembantu polos. Sang ulama akhirnya paham,
yang membuat ia sakit karena makanan haram tadi.
Suatu hari, Sahabat Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ’Anhu menyuruh
budak laki-lakinya mengambil uang upah untuk beliau. Saat itu, si budak
usai mengambil upah, Abu Bakar menggunakannya untuk membeli makanan.
Setelah semuanya dihabiskan, tak lama kemudian, si budak mengakan, ”Anda
tahu, apa yang telah Anda makan?” Abu Bakar menjawab,”Apa?”.
Si budak mengatakan,”Di masa jahiliyah saya telah melakukan ramalan
untuk seseorang, akan tetapi saya menipunya, dan ia mendatangiku dengan
memberi sesuatu, yakni barang yang telah Anda makan itu. Mendengar
ucapan si budak, Abu Bakar segera memasukkan jarinya ke kerongkongan,
hingga beliau memuntahkan seluruh isi perutnya.
Sebagaimana disebutkan Al Bukhari dalam Bab Al Manaqib, Abu Bakar
mengatakan,”Celakalah engkau! Hampir saja engkau mencelakakanku! Aku
takut kalau dagingku tumbuh karena harta haram ini. Bagaimana bisa aku
melakukan hal itu, sedangkan aku telah mendengarkan Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Sesungguhnya daging tidak akan
tumbuh dari harta haram, kecuali neraka lebih utama untuknya.”
Bahkan, dari riwayat lain yang dibawakan Abu Nuaim disebutkan, bahwa
Abu Bakar mengatakan, ”Kalau seandainya tidak keluar (makanan haram
itu), kecuali bersama nyawaku, niscaya akan aku tetap mengeluarkannya.”
Karena kehati-hatian terhadap makanan, Imam Abu Hanifah menahan diri
tidak memakan daging kambing, hanya karena mendengar bahwa ada seekor
kambing dicuri.
Imam Abu Hanifah bahkan menahan untuk tidak memakan daging kambing
selama beberapa tahun, sesuai dengan usia kehidupan kambing pada
umumnya, hingga diperkirakan kambing itu telah mati. (Dalam Ar Raudh Al Faiq, hal. 215)..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar