Seperti apa manhaj mujahidin Daulah Islamiyah? Haruskah umat Islam
di seluruh di dunia berbaiat kepada ISIS di Irak? Jawabannya adalah
maaf, kali ini kita berhenti sejenak bicara soal itu.
Ada baiknya jika kita coba membuka mata dan melihat sisi-sisi lain
dari berbagai topik seputar mujahidin Daulah Islamiyah. Salah satunya
adalah melihat mujahidin Daulah Islamiyah murni dari kacamata politik
dan militer. Harapannya, dari data dan analisis yang disajikan, dapat
diambil pelajaran.
Berikut kami terjemahkan satu ulasan dari Combating Terrorism Center (CTC) Sentinel; West Point, Virginia, United States.
Dalam analisis ini, kita akan diajak untuk melihat perjalanan
mujahidin Daulah Islamiyah dalam membangun kekuatan militernya. Mulai
re-organisasi internal hingga membangun komunikasi yang baik dengan
berbagai suku dan kelompok hingga mau berdiri di barisan mujahidin ISIS.
Serangan-serangan cepat mujahidin di pertengahan 2014 lalu; hingga
menyebabkan hengkangnya pasukan Irak dari beberapa provinsi dalam waktu
singkat, ternyata telah dipersiapkan selama bertahun-tahun.
Para analis barat pun terbelalak dan mengakui jika mujahidin ISIS berhasil berevolusi cepat dari sekedar
â€pemberontak desaâ€
yang beroperasi dari luar kota menjadi tentara regular yang mampu
menguasai kota dan hingga saat ini masih mampu mengatur dan bertahan
dari upaya
counter attack pasukan Irak dan Kurdi sekuler.
Kunci keberhasilan mujahidin Daulah Islamiyah hingga akhirnya mendeklarasikan khilafah bertumpu pada kejelian
memanfaatkan momentum dan memanfaatkan kelemahan lawan.
Tentu saja dibalik segala keunggulan mujahidin, ada beberapa
kekurangan yang harus segera dibenahi oleh mujahidin Daulah Islamiyah.
Sebab, beberapa celah kekurangan ini sangat berpotensi menjadi titik
balik musuh untuk melancarkan hantaman kepada mujahidin.
Mampukah mujahidin Daulah Islamiyah yang lihai memanfaatkan momentum
dan kelemahan lawan akan mampu bertahan seiring menguatnya lawan dan
makin beratnya beban kontrol wilayah? Selamat mengikuti.
Bedah Kekuatan Politik dan Militer ISIS di Irak; Keunggulan dan Kelemahannya
27 Agustus 2014
Author: Michael Knights
Dr. Michael Knights adalah analis untuk kebijakan Timur dekat di
Washington Institute. Ia telah bekerja di seluruh provinsi di Irak,
termasuk pada periode pendudukan pasukan keamanan Amerika di Irak. Dr.
Knights telah mengarahkan para pejabat AS soal kebangkitan Al-Qa`eda
di Irak sejak 2012 dan memberikan kesaksian di hadapan kongres mengenai
masalah ini pada bulan Desember 2013. Dia telah menulis tentang
militansi di Irak untuk CTC Sentinel sejak tahun 2008.
Islamic State of Iraq and The Levant (ISIL) dianggap telah berevolusi
dari hanya sebuah kelompok teroris menjadi tentara regular yang kuat.
Demikian menurut Deputi Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur
Dekat; Brett McGurk.
Lembaga Studi Perang Amerika mencatat, secara keseluruhan, strategi
ISIS adalah mengkonsolidasikan dan memperluas kekhalifahan
versinya dengan bergantung pada keunggulan militer untuk merebut
kendali atas satu wilayah.
Analisis atas prestasi militer ISIS akhir-akhir ini agak sulit
dilakukan karena kurangnya fakta valid dan masih bias untuk dikonfirmasi
kebenarannya, khususnya selama bulan-bulan sibuk sejak rontoknya
pasukan keamanan Irak di Mosul pada tanggal 10 Juni 2014.
Pertanyaan yang muncul masih berkutat seputar kiprah ISIS yang
menyebabkan hilangnya kontrol pemerintah Irak atas beberapa provinsi
serta seperti apa komposisi pejuang ISIS & non ISIS yang ikut
bertempur. Namun demikian, dengan menggunakan berbagai studi kasus dari
sisi operasi militer ISIS, artikel ini mengeksplorasi apa yang saat ini
bisa diketahui tentang gerakan itu dari sudut pandang militer.
Jika ISIS adalah tentara, tentara seperti apakah itu dan apa kelemahannya?
Artikel ini menemukan bahwa ISIS adalah kekuatan militer yang kuat
karena bersamaan dengan kelemahan dan ketidaksiapan musuh-musuhnya. ISIS
membentuk medan perang yang luas, mengandalkan kejutan dan mobilitas
pasukan. Hasilnya pun seperti yang kini kita lihat. Sebagai kekuatan
pertahanan, ISIS berjuang dengan menahan serangan -jika diserang secara
bersamaan di beberapa titik atau jika ada sekutunya yangmembelot-.
Serangan Lintas Tahun ISIS
Ofensif sukses ISIS sejak Juni 2014 hanya dapat dipahami dengan
menempatkannya dalam konteks yang lebih luas; yaitu kampanye
politik-militer ISIS sejak re-organisasi di bawah kepemimpinan Abu Bakr
al-Baghdadi pada tanggal 15 Mei 2010.
ISIS tidak tiba-tiba menjadi efektif seperti pada awal Juni 2014,
tapi merupakan hasil dari usaha untuk terus memperkuat diri dan secara
aktif membentuk lingkungan operasi jangka panjang selama empat tahun.
Seperti dicatat oleh Brett McGurk dan disampaikan pada kongres di bulan
Februari 2014, menurutnya, â€perencanaan ISIS ini telah canggih, lebih
sabar dan fokus.â€
Hancurnya pasukan keamanan Irak (ISF) pada Juni 2014 hanyalah salah
satu poin kasus saja, sebagai hasil dari persiapan operasi
bertahun-tahun.
Pada awal masa kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi, Negara Islam Irak
(ISI); cikal bakal kelompok saat ini, mulai menargetkan anasir-anasir
Arab pro-pemerintah Irak dalam kampanye bertahun-tahun dan ditandai
dengan memuncaknya angka pembunuhan yang menarget anggota pasukan
keamanan dari 29 Juli 2013 hingga Juni 2014.
Selain penghancuran markas prajurit Irak, pada enam bulan pertama,
dunia menyaksikan peningkatan tajam sebesar 150% pada kasus pembunuhan
tentara Irak dalam jarak dekat; termasuk di dalam pos-pos pemeriksaan
mereka sendiri serta serangan efektif kepada kendaraan militer
menggunakan alat peledak improvisasi (IED), juga serangan terhadap para
pemimpin kunci.
Meski kampanye militer difokuskan pada Mosul dan Provinsi Ninawa,
ISIS tetap meningkatkan upaya untuk memotong jalur besar Mosul-Baghdad.
Pada bulan Juni 2014, menurut McGurk, (Mosul) menjalani hari-harinya
dan semua tampak normal, tetapi pada malam hari, ISIS telah menguasai
jalan-jalan!”
Ketika ofensif ISIS bergulir di Mosul pada tanggal 6 Juni 2014, ISF
yang rapuh dan relatif lemah runtuh hanya dengan perang kota selama tiga
hari.
Di samping melemahnya lawan, al-Baghdadi juga memanfaatkan
keberhasilan operasi musim panas pada tahun-tahun sebelumnya untuk
membangun kekuatan ISIS saat ini. Penarikan pasukan AS dari Irak dan
perang sipil di Suriah menyediakan basis aman bagi ISIS.
Para analis mencatat, ISIS telah mengembangkan kader dan sangat
termotivasi untuk membangun pasukan infanteri ringan yang berkualitas
sejak 2012.
Mereka dilengkapi dengan pengalaman tempur perang kota dan mobile di
Suriah, serta dari pengalaman tempur sebelumnya yang dimiliki para
jihadis asing yang bertugas di Semenanjung Balkan (terutama di Bosnia).
Berbagai pelajaran penting ini dikombinasikan dengan pengalaman di
Chechnya, dan disempurnakan di kamp-kamp pelatihan di Suriah sejak paruh
pertama tahun 2013, juga di Irak.
Pergeseran posisi para pejuang terlatih dari Suriah ke Irak sejak
awal 2013 dan pendirian kamp-kamp baru di perbatasan Irak (rata-rata
dilengkapi dengan pertahanan anti-pesawat) terbukti efektif dalam
menangkal serangan-serangan helikopter Irak.
ISIS menyerang Mosul pada tanggal 6 Juni 2014 dengan kekuatan
serangan utama yang dikerahkan dari Suriah sebagai unit infanteri mobile
termasuk ratusan kendaraan bersenjata berat.
Dalam semua kasus ini, bala bantuan untuk ISIS dari Suriah bergabung
dengan sel lokal Irak yang sudah disiapkan untuk menyambut genderang
operasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan perkiraan dari berbagai ahli,
jumlah pejuang yang berada di bawah kendali ISIS langsung di Irak
mungkin telah mencapai 10.000 -15.000 personal.
Dalam estimasi itu juga dihitung dengan mempertimbangkan pembelotan
dari kelompok lain seperti anggota Jamaat Ansar al-Islam, anggota
pasukan keamanan Irak, dan pejuang yang berbaiat.
Abu Bakar al-Baghdadi juga mengembangkan gaya tersendiri dalam garis komando dan kontrol. Selama operasi
“Breaking the Walls” (Juli 2012-Juli 2013), ISI waktu itu menunjukkan dan berulang kali memperlihatkan sistem komando dan kontrol
re-sentralisasi
di lebih dari 20 kota; disinkronkan dengan gelombang bom mobildan
rangkaian serangan yang berkelanjutan sampai akhir tahun 2013.
Al-Baghdadi men-setting pemboman dengan kontrol terpusat tetapi
eksekusinya ter-desentralisasi, dengan sel komandonya yang mengatur
sendiri tanggal serangan, tetapi para komandan tetap diatur wilayah
operasinya dengan tingkat partisipasi mereka disesuaikan dengan kondisi
lokal.
Operasi Ofensif di 2014
Kejutan, daya gerak yang tinggi dan
shock adalah
karakteristik utama dari operasi ofensif ISIS di Irak. Kelompok ini
sering meraih kejutan taktis, baik terhadap pasukan federal Irak (ISF)
atau pasukan Kurdi. Hal ini dicapai melalui pendekatan kecepatan; yang
memanfaatkan kepadatan, jaringan jalan berkualitas tinggi di Irak dan
seringkali dilakukan pada malam hari atau serangan dini hari.
Selain itu, sel-sel di Irak relatif kompak, di mana hal itu menjadi
jalan yang baik dan memungkinkan ISIS untuk menguasai sebagian besar
wilayah negara dalam satu hari, memberikan kekuatan kemampuan yang kuat
lagi agresif untuk menitikkan kekuatan pada titik serangan tertentu.
Mobilitas dan tipudaya memungkinkan pasukan ISIS untuk mencapai
keunggulan meskipun kekuatan mereka lebih kecil dibandingkan dengan
angkatan bersenjata negara. Dengan serangan agresif yang dilakukan
unit-unit setingkat peleton, ISIS secara bertahap berhasil mencabut
tentara Irak dan tentara Kurdi dari posisinya.
Secara umum, elemen penyerang ISIS terlatih untuk mengejutkan lawan,
mendobrak garis pertahanan yang solid serta menarik diri dari kejaran
pasukan musuh.
ISIS memiliki mobilitas cepat untuk mengeksploitasi lemahnya pasukan
musuh, seperti yang terjadi baru-baru ini ketika ISIS mencaplok Jalula
pada 10 Agustus 2014, kota yang akhirnya ditinggalkan pasukan khusus
Kurdi hingga terdesak di Makhmour.
Di sini, pasukan federal Irak ISF dan pasukan Kurdi memang kurang
terampil dan tak cerdas menganal ISIS, mereka juga dibebani dengan
luasnya wilayah yang harus diawasi, serta kurangnya alat bantu
teropong malam/
Night Vision. Seluruh faktor kelemahan ini membuat pasukan Irak dan Kurdi terlambat menyadari kehadiran pasukan ISIS di depan mata mereka.
Sejak meningkatnya serangan dengan kendaraan bersenjata berat pada
bulan Juni 2014, ISIS sering mengerahkan 2-5 kendaraan lapis baja untuk
memberikan efek kejutan, dalam beberapa kasus, taktik ini menyebabkan
ketakutan dikalangan pasukan junior ISF atau unit pasukan Irak yang tak
dilengkapi pertahanan anti-tank.
Perang lapis baja ISIS dalam jumlah besar di Irak pertama kali
terjadi pada 24 Juli 2014. Unit lapis baja dan kendaraan bersenjata
berat ISIS melancarkan serangan pada Perusahaan Farmasi Negara; lima
kilometer di belakang garis pertahanan Kurdi timur laut kota Mosul.
Serangan itu melibatkan beberapa truck pick up 4 x 4 dengan senapan
mesin 12,7 mm terpasang dan setidaknya tiga lapis baja milik pemerintah
berhasil dijarah dari pangkalan ISF di Mosul.
Serangan itu menyerbu pos pemeriksaan Peshmerga (milisi Kurdi) di
Highway 2 kemudian terus mengeksploitasi garis belakang pertahanan
pasukan Kurdish Peshmerga sepanjang lima mil setelah penetrasi pasukan
ISIS ke pabrik farmasi; total penetrasi adalah sejauh 10 mil.
ISIS juga telah mengerahkan unit khusus artileri, meski hanya dalam
sejumlah kecil kasus (seperti pada 3 Agustus 2014 dengan serangan
terhadap Zummar dan Kisik di sebelah barat Mosul).
Ketika ISIS menggunakan artileri, biasanya mereka menggunakan
artileri tunggal atau roket artileri kecil 57mm dan mortar dengan sangat
efektif. Pada beberapa kesempatan, ISIS juga mengerahkan artileri
berat, terutama di Zowiya; diperkirakan 500 peluru artileri ISIS
mendarat di situ.
Sebaliknya, senjata berat yang paling sering digunakan oleh ISIS
cenderung menjadi alat-tradisional untuk bom bunuh diri atau bom mobil
remote. Untuk menciptakan kepanikan dan mengusir pasukan musuh, ISIS
hampir selalu memulainya dengan serangan intensif yang memakan banyak
korban di satu atau lebih markas musuh dan pos pemeriksaan.
Alur taktik penyerbuan telah dipraktikkan dan dikembangkan dari
hari-hari awal kelahiran kembali ISI pada tahun 2010, ketika al-Baghdadi
menggelar ofensif pertama bulan Ramadhan; dimulai pada 29 Juni 2010,
dengan melumat salah satu pos pemeriksaan polisi di Adhamiyah hingga
memungkinkan ISI mengibarkan benderanya di pusat kota Baghdad pada siang
hari.
Dari musim panas 2011 dan seterusnya, insiden seperti ini menjadi
pandangan umum dan biasanya diiringi bom mobil untuk menciptakan
kekacauan dan melanggar barikade pasukan Irak, beberapa percobaan
serangan bunuh diri dengan penyerang berompi dan bersenjata (seringkali
menyamar dengan mengenakan seragam pasukan keamanan) ke dalam kompleks
tentara, dan drama penyanderaan untuk memperpanjang insiden itu.
Meski biasanya pembukaan serangan menargetkan satu atau dua pos
kecil, serangan ini kadang-kadang jauh lebih besar. Pada tanggal 11
Agustus 2014, ISIS melancarkan serangan ke Jalula yang dimulai dengan
bom mobil di markas Peshmerga, menewaskan lebih dari 20 pejuang
Peshmerga.
Diiringi juga dengan serangan bom kedua menggunakan tanker minyak di
pusat kota. Diikuti dengan pemboman individu dengan rompi ledak serentak
di 12 pos pemeriksaan oleh pejuang ISIS yang mengenakan seragam ala
Kurdi.
Tidak mengherankan, serangan ini langsung menghancurkan moral pasukan Kurdi Peshmerga dan kota itupun jatuh.
ISIS juga menggunakan berbagai jenis kekerasan, seperti
diistilahkan oleh Robert Scales dan Douglas Ollivant sebagai “pembunuhan
strategis,” menakuti musuh militer mereka dan mengusir penduduk sipil.
Selama awal bulan Juni, ISIS gencar menggunakan media sosial
(terutama Twitter) untuk menyebarkan berita bahwa ISIS tidak akan
memberi ampun pada calon pasukan keamanan yang nekat mendaftar jadi
polisi/tentara dan menjamin keselamatan mereka yang mau bertaubat.
Pembunuhan atas sekitar 100 anggota pasukan keamanan dilakukan di
Tikrit pada 11 Juni 2014 dan dipublikasikan secara luas. ISIS juga
melancarkan kampanye etno-sektarian; seperti pembersihan di daerah yang
mereka kendalikan, menghapus Syi`ah Turkmen, Yazidi, Shabaks, Kristen
dan bahkan Sunni Muslim Kurdi dari wilayah baru.
Sebagian besar masyarakat telah diperingatkan untuk pergi, maka
terjadi peningkatan kekerasan skala besar termasuk penculikan-pembunuhan
dan pemboman mobil secara progresif selama 2-3 minggu.
ISIS juga sengaja menghambat aliran air dan listrik ke daerah-daerah
di mana minoritas telah dibersihkan; tampaknya hal ini bertujuan untuk
mencegah orang-orang itu kembali ke pemukiman di daerah ini.
Kemampuan Bertahan ISIS
Menghadapi sebuah organisasi (ISIS) yang banyak mengeksploitasi
pemanfaatan mobilitas dan pertahanan zonal, tentu menyajikan sebuah
tantangan tersendiri.
JM. Berger menjelaskan, “Kalkulus penguasaan wilayah sekarang telah
berubah. Sebelum deklarasi [kekhalifahan], [ISIS] hanyalah domain
seperti sebelumnya; yang hanya ada di sepanjang perbatasan Irak dan
Suriah dengan sedikit kehilangan muka.”
Jessica Lewis menambahkan dalam sebuah artikel terpisah, “Upaya
memvalidasi tata negara [ISIS] secara lebih lanjut, harus menunjukkan
bahwa secara fisik dapat dipertahankan, atau setidaknya mencegah militer
saingan (ISIS) agar tidak menyerang.”
Sebelumnya, para analis CTC Sentinel berpendapat bahwa ISIS adalah
“harimau yang juga punya ekor”, di mana sekarang ISIS harus
mempertahankan benteng perkotaan. Namun, dalam menghadapi serangan balik
awal yang masih lemah dari ISF, ISIS telah menunjukkan dirinya cukup
mahir membangun pertahanan.
Fakta ini bahkan mengungkap beberapa aspek baru yang paling menarik
dan bisa menjadi obyek riset; yaitu evolusi militer ISIS baru-baru ini
hingga menjadi tentara hibrida.
Playbook defensif ISIS dimulai dengan konsolidasi defence yang
dinamis di “kerak”/ di tepi luar dari daerah yang baru diduduki; tempat
di mana ISF atau Kurdi sangat memungkinkan untuk melakukan serangan
balik.
ISIS telah menggunakan keahlian teknik lapangan dasar dan sigap untuk
segera membangun tanggul tanah yang besar dan membuat parit pertahanan
di daerah perbatasan.
Setelah menguasai Jalula pada 11 Agustus 2014, buldoser-buldoser ISIS
segera memblokir rute kunci yang digunakan pasukan Kurdi untuk
melancarkan serangan balik.
ISIS juga menanam banyak bom pinggir jalan di sepanjang jalur arteri tersebut. Selanjutnya, mereka menciptakan
barrier
di sekitar Sungai Diyala; yaitu dengan menghancurkan jembatan jalan
Jalula-Kalar. Ini adalah taktik umum ISIS dalam membentuk tameng
geografis lokal untuk menghambat serangan balik atau memotong penguatan
pasukan musuh.
Menciptakan banjir buatan ke dataran rendah adalah taktik lain yang juga digunakan untuk mengacaukan ISF.
Sejumlah kecil senjata berat juga dikerahkan ke lokasi penjagaan, lengkap dengan pertahanan anti-armor ditambah dengan
single hull-down tank T-55 atau T-62, senapan recoilless, senjata panggul anti-tank, rudal anti-tank, dan
booby-trapping yang dipasang di lokasi-lokasi yang dianggap mungkin direbut kembali oleh pasukan keamanan Irak.
Keterlibatan ISIS dengan para pemangku kepentingan lokal dan militan
mungkin merupakan aspek yang paling penting dari pengaturan system
defensive mereka.
Menyusul kekalahan al-Qa’eda di Irak dan ISI oleh pasukan
Sahawat, ISIS dapat mengenali bahwa penduduk lokal juga menjadi ancaman besar seperti halnya musuh eksternal.
Seperti disebutkan sebelumnya, ISIS berusaha untuk mengusir
orang-orang non-Sunni dan populasi non-Arab dari wilayahnya. Hal ini
tampaknya didorong oleh pembenaran ideologis dan dengan pertimbangan
yang lebih korup (seperti penjarahan ke desa-desa dan mengharap tebusan
dari aksi penculikan), tetapi pembersihan tersebut juga menciptakan zona
tak berpenghuni.
Dalam banyak lingkungan defensif seperti Falluja dan Suleiman Beg
yang sebagian besar wilayahnya dikosongkan, ISIS memilih untuk bekerja
di daerah-daerah itu dengan beberapa warga sipil, mungkin karena
ketakutan mereka dengan potensi pemberontakan dan informan local.
Dimana ada populasi, ISIS tertarik untuk menghormati mereka dan
menciptakan kerangka kolaboratif untuk membela daerah tersebut. Ahli dan
pengamat pemberontakan Irak; Aymenn al-Tamimi mencatat, ISIS dengan
cepat meningkatkan penyebaran spanduk mereka atas kantor pusat
administrasi, kantor pusat keamanan dan landmark lain untuk menunjukkan
bahwa mereka mengendalikan daerah tersebut.
ISIS benar-benar memanfaatkan billboard, leaflet, speakerphone, atau bahkan speaker masjid.
Di kebanyakan tempat, ISIS tidak langsung mengerahkan polisi
syariahnya; kecuali di beberapa jantung kota Raqqa dan Mosul.
Sebaliknya, interaksi ISIS praktis terfokus pada tentara rezim; di mana
mantan ISF harus mendaftarkan diri dan bertobat, dari situ dimulailah
proses evaluasi dimana mantan ISF tersebut dapat direkrut, disandera
atau dibunuh.
ISIS biasanya sudah memiliki beberapa bekal latar belakang di
daerah-daerah setelah bertahun-tahun belajar dan berinteraksi dengan
masyarakat setempat, sehingga mereka mendapat info detail soal
langkah-langkah keamanan yang ditempuh oleh rezim serta menerima janji
kesetiaan individu.
ISIS sering menyerap jaringan seluruh militan ke jajarannya, dikenal
sebagai merger dan pendekatan akuisisi, dengan berpikiran bahwa kelompok
Salafi seperti Jamaat Ansar al-Islam menjadi lebih kooperatif dan lebih
mudah dikendalikan.
Ada beberapa kelompok Salafi dan pasukan Dewan Militer Jenderal
terkait dengan Jaysh Rijal al-Tariq al-Naqsyabandi (JRTN) dan militan
lainnya; yang juga berkontribusi sebagai tenaga defensif inti di
daerah-daerah yang didominasi ISIS.
ISIS mahir dalam menyelaraskan tujuannya dengan kebutuhan suku-suku,
seperti dengan cara menghubungkan suku-suku Arab dengan sentiment
anti-Kurdi di sekitar Jalula atau membiarkan suku-suku Arab untuk
memanen ladang gandum milik petani Syi`ah Turkmen di Amerli.
Aymenn al-Tamimi menjelaskan, bahwa saat ini, sekutu kelompok menjadi
lebih erat dan lebih selaras dengan ISIS. Ada transisi peran ISIS dari
sekedar “
backing” menjadi radikalisasi ideologis yang lebih
dalam. Aymenn juga menambahkan bahwa semakin lama kelompok-kelompok itu
semakin sulit untuk lepas atau melawan ISIS.
“Kelompok suku kini telah berdiri untuk ISIS, mereka (ISIS) berhasil
mendorong reaksi yang sangat agresif, yang paling terkenal adalah di
Zowiya (terletak di persimpangan sungai Tigris dan sungai Zab Lesser),
di mana pemberontak suku secara brutal memberikan bantuan tembakan
mortir secara terus-menerus dan mengamuk bersama pasukan ISIS pada
tanggal 7 Juli, 2014," ungkap Aymenn.
Ketika ISF atau pasukan Kurdi menyerang wilayah yang diklaim ISIS,
ISIS ternyata lebih cepat dengan memberikan dukungan kepada penduduk
setempat dengan berbagai kemampuan khusus.
Tim anti-armor ISIS yang berpengalaman telah mencapai beberapa hasil
spektakuler ketika menghancurkan unit-unit tank tentara Irak. Misalnya,
di Humayrah, dekat Ramadi, pada tanggal 20 April 2014, tentara Irak
hancur dengan hilangnya seluruh peleton yang mengendarai tank T-62 dan
kendaraan lapis baja MTLB.
Di Tikrit, ISIS memimpin serangkaian serangan spektakuler mulai dari
penyergapan sampai bom bunuh diri dalam menghalau upaya tergesa-gesa dan
salah yang dilancarkan oleh tentara Irak untuk mengambil alih kota pada
tanggal 16 Juli 2014.
Di Jalula, ISIS berhasil menyapu pasukan khusus Kurdi yang dilengkapi
armor dan artileri dalam perang di jalan-jalan berpasir. ISIS juga
memimpin serangan balik yang didukung suku-suku lokal ke area yang
sempat hilang kontrol pada 11 Agustus 2014.
Pada 8 Agustus 2014, unit tank T-55 ISIS berhasil menggagalkan upaya
250 milisi Syiah yang berkonvoi dengan mengerahkan kendaraan bersenjata
berat untuk hendak melonggarkan pengepungan ISIS atas kota Amerli.
Sifat Kunci dan Kerentanan ISIS
Meskipun ISIS telah berbuat banyak dengan membentuk lingkungan
operasional sendiri, tapi ISIS sebenarnya diliputi keberuntung karena
hanya menghadapi lawan yang tidak siap dan dinilai lemah; yaitu tentara
pemerintah Irak.
Negara yang lemah; terutama ISF, telah memperbesar reputasi dan
kepercayaan diri ISIS, dan untuk sementara waktu, itu semua menutupi
kelemahan dan kerentanan ISIS sendiri.
ISIS saat ini masih dalam posisi puncak dan berlayar di atas
gelombang pasang dalam keberhasilan militer, namun lawan-lawannya juga
mulai pulih dan mendapatkan peningkatan terutama dari dukungan
internasional.
Kekuatan ofensif ISIS sebenarnya cenderung berkurang daya pukulnya
terutama saat mendekati wilayah mayoritas Syi`ah atau daerah berpenduduk
Kurdi.
Momentum memiliki nilai luar biasa dalam perang, tapi itu rapuh, dan
ISIS mungkin terpaksa untuk secara bertahap menyerahkan inisiatif
strategis di Irak, seperti yang telah dilakukan di Kirkuk dan Makhmour,
di mana ISIS melepaskan kontrolnya pada pertengahan Juni dan merebutnya
kembali pada 10 Agustus.
Langkah ini menunjukkan kepemimpinan kolektif ISIS yang jelas terdiri
dari para perencana berbakat, mampu menyusun kampanye politik-militer
jauh ke depan yang cukup tangguh untuk bertahan hidup.
Namun laju perang melawan ISIS juga makin melejit cepat, dan
kemampuan kelompok untuk terus membentuk dan mengendalikan konflik akan
sangat diuji.
Meskipun mereka mungkin membanggakan individu-individu berbakat
dijajaran elitnya serta suntikan dari para komandan yang bebas dari
tahanan Irak, belum lagi para pemimpin yang muncul dari perekrutan.
Mereka semua diharapkan mampu memegang kendali di masa depan.
Mobilitas dan factor kejut telah memungkinkan ISIS untuk memukul
musuhnya dalam operasi ofensif militer yang terhitung berat, namun
keunggulan ini juga dapat berkurang. Jika dukungan militer AS untuk Irak
meningkat, itu akan menjadi lebih sulit bagi ISIS untuk mencapai efek
kejutan taktis menggunakan kekuatan penyerang yang mobile. Tanda-tanda
itu telah terjadi di mana divisi penyerang ISIS mendapat mimpi buruk.
Di Tuz Khurmatu, misalnya, konvoi kendaraan militer ISIS berusaha
menembus kota menggunakan gerakan malam pada tanggal 9 Agustus dan 13
Agustus, namun upaya itu terdeteksi oleh militer AS yang memberitahukan
seluruh koordinat strategis pasukan ISIS kepada artileri Kurdi untuk
menumpulkan serangan ISIS.
Banyak anasir-anasir pemerintah Irak atau milisi Kurdi sedang
berkonsolidasi menyusun dasar pijakan kuat untuk operasi masa depan di
bawah tatapan waspada intelijen, pengawasan dan pengintaian (ISR)
sebagai aset AS.
ISIS pasti akan mencoba untuk mempertahankan inisiatif strategis,
namun bertindak ofensif dengan menyerang kini menjadi makin sulit bagi
gerakan.
Hal ini dapat menyebabkan ISIS untuk jatuh kembali pada pendekatan operasi
klasik
mereka seperti serangan dengan mengerahkan pasukan dalam jumlah besar
yang ikut turun menyerbu dan operasi rompi peledak seperti yang
digunakan di Jalula pada tanggal 11 Agustus dan di sisi lain
memanfaatkan
“komuter pemberontakan” seperti Ramadi dan Baghdad.
Pertahanan juga dapat menjadi sulit bagi ISIS ketika ISF dan pasukan
Kurdi meningkatkan operasi ofensif mereka. Menurut pandangan para ahli,
ISIS memiliki kekuatan dengan tidak hadirnya pasukan Irak di lembah
Tigris Tigris; seperti juga di di Mosul, Tall Afar, dan Tikrit, serta di
lembah Efrat barat berbatasan dengan Suriah dan daerah-daerah lain di
sekitar Jalula dan pegunungan Hamrin.
Dareah ini hanya dijaga oleh unsur-unsur sel kecil ISIS, berjumlah
kurang dari 3.000 pejuang, sementara sebagian besar tenaga kerja
defensif ISIS masih terikat dengan daerah tertentu saja dan terdiri dari
anggota dan sekutu baru.
Meskipun ISIS berhasil memiliki momentum dan para sekutu ISIS ini
tampaknya kokoh di belakang mereka, jika nantinya angina sejuk militer
mulai berubah arah, terutama ketika kemampuan pengaturan hubungan ISIS
mulai mengendur, kemungkinan besar ISIS akan mengalami penurunan
kekuatan militer efektifnya secara dramatis.
Sekarang saja ISIS dipaksa untuk melepaskan beberapa kota -Makhmour,
Saadiyya, Muqdadiyah, Zummar, Bashiqa, Bartella, Qara Qosh-dan mereka
dituntut untul selalu menjaga kecepatan operasi.
Jika pasukan ISF dan Kurdi melakukan operasi ofensif selektif serta
melakukan sejumlah pelebaran medan tempur, pertahanan yang digalang ISIS
niscaya akan menjadi renggang, terutama jika kemampuannya untuk
bergerak dan kekuatan serangan balik ISIS makin terbatas. ISIS bisa
berubah kembali menjadi
pemberontak pedesaan yang beroperasi di luar kota sekali lagi
http://www.lasdipo.com/artikel/analisa/2014/11/24/bedah-kekuatan-politik-dan-militer-isis-di-irak-keunggulan-dan-kelemahannya.html