Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar.” ( QS. At Taubah: 100 )
Inilah generasi terbaik sepanjang masa, paling baik hatinya, paling
dalam ilmunya, paling sedikit takallufnya. Mereka adalah qaidah
sholabah, siang seperti singa, malam seperti seorang rahib. Kecintaannya
terhadap akhirat melebihi kecintaannya kepada dunia. Mereka telah
mencapai puncak keimanan, hingga andaikata jannah ditampakkan
dihadapannya sekalipun, niscaya imannya tidak akan bertambah,
subhanallah.
Generasi seperti ini tsullatun minal awwaliin, wa qoliilun minal
aakhiriin. Mereka mayoritas di awal-awal islam dan sedikit di akhir
zaman. Inilah secuil harapan, ada kemungkinan dan mudah-mudahan kita
berada di dalamnya, walaupun berat dan tidak akan menyamai mereka,
setidaknya bisa mengikuti jejak mereka dengan baik, walladziinat
taba’uuhum bi ihsaan.
Hari ini, generasi seperti mereka bagai oase di gurun pasir, kecil
tapi diharapkan oleh ummat sebagai pelita, sebagai penuntun menuju
kejayaan/kemuliaan di dunia dan kebahagiaan di akherat. Tapi generasi
seperti mereka apakah lahir begitu saja ? apakah datang secara tiba-tiba
tanpa ada proses yang melatarbelakanginya, yang menghalanginya atau
tanpa ada yang menentangnya ? Tidak, mereka lahir dari rahim kesulitan,
lahir dari gelombang situasi dan kondisi yang tidak mengenakkan, mereka
lahir dari proses yang panjang dan berliku, lahir dari tarbiyah robbany
secara langsung.
Lahirnya orang-orang seperti mereka akan menjadikan orang-orang yang
di dalam hatinya ada penyakit semakin menderita karena jengkelnya, akan
semakin tersiksa melihat kebenaran berada di tengah-tengah umat. Mereka
akan berupaya dengan segala kemampuan untuk menghalangi agar al-haq
tidak muncul, karena jelas akan mengganggu kepentingan dunia mereka
entah itu ketenaran, pengaruh kekuasaan atau yang lainya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menggolongkan mereka menjadi tiga
bagian, munafiqun, mukhodzilun (penggembos) dan murjifun (
pencacat/pencela ).
Pertama, munafik. Allah menerangkan sifat mereka
yang buruk dalam banyak ayat. Salah satu sifat buruk mereka adalah
seperti yang tercantum dalam ayat 1-2 surat Al Munafiqun ;
“ Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:
“Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar
orang pendusta. Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai lalu
mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang telah mereka kerjakan.”(QS al Munafiqun 1-2 )
Salah satu sifat buruk mereka adalah mencari jalan selamat untuk
menyelamatkan dirinya sendiri baik nyawa, harta , keluarga atau status
mereka.
Banyak di kalangan kaum muslimin yang mempunyai sifat seperti mereka,
bahkan sifat-sifat seperti itu kadang ada pada sebagian anggota harakah
jihadiyah. Jika datang amaran yang ada hubungannya dengan keamanan atau
sedikit menganggu atau mengancam jiwa dan hartanya segera muncul
alasan-alasan yang kadang dicari-cari untuk tidak ikut terlibat dalam
proses jihad.
Sadar atau tidak sadar kadang beberapa aktifis harakah jihadiyah mempunyai sifat seperti ini.
Kedua, mukhodzilun (penggembos).
Bahasa mereka sama dengan bahasa kita, pakaian mereka sama dengan
pakaian kita, dalil mereka sama dengan dalil yang kita pakai, yang
membedakan adalah mereka mempunyai sifat dan hati yang buruk, sehingga
produk/out put tentang sikap mental juga berbeda. Inilah sifat yang
kadang menikam jihad dari belakang.
Bila di hadapan jamaah dan sedang bersama-sama, seolah – olah tidak
terjadi apa – apa tapi di belakang terkadang mereka mencerca, menilai
kebijakan dengan kacamata kuda. Egonya kadang lebih mendominasi dari
pada ketawadhu’annya. Maka jika keinginan, hasrat, kemauannya belum
teradopsi atau terlaksana, mereka akan bergerak terus, bergerilya di
antara bangunan tatanan yang ada.
Sifat ini akan menjalar sebagaimana virus, cepat dan mudah menyebar
dan membakar apa yang ada di depannya. Seberapa pun tingkat bahaya virus
jenis ini tentu akan menjadi perusak tatanan tandzim yang ada,
memporakporandakan kesolidan sebuah jamaah.
Ketiga, murjifun (pencela/pencacat)
Keberadaan mereka telah disinyalir melalui firman Allah ;
“ Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang
murtad dari diennya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah
lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut
kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Maaidah 54 )
Walaupun kandungan ayat di atas bercerita tentang sifat dan karakter
kaum yang mengganti dari kaum sebelumnya yang murtad, tapi keberadaan
orang yang senantiasa mencela dan mencerca selalu ada di sekitar kita.
Sebutan, cercaan, celaan mereka kepada mujahidin kadang tidak enak
didengar, bahkan terlampau menyakitkan.
Dan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Akan selalu ada sekelompok dari ummatku yang dzohir di atas
kebenaran, mereka tidak peduli dengan orang-orang yang menyelisihi dan
mentelantarkan mereka hingga terjadi kiamat, dan diriwayat Muslim berbunyi: “Akan senantiasa ada ahlul ghorb” (orang-orang barat). (Majmu’ Fatawa, XIII / 531).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah seandainya seluruh ummat ini berkumpul untuk
memberikan sesuatu yang bermanfaat bagimu, maka mereka tidak akan bisa
memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepadamu.
dan seandainya seluruh ummat ini berkumpul untuk memberikan sesuatu yang
merugikan kamu, maka mereka tidak akan bisa merugikanmu kecuali dengan
sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah terhadapmu. Pena-pena telah
diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering tintanya.”
(HR. Tirmidzi).
Ikhwah fiddien…
Ketiganya seperti saudara kembar, saling terkait dan saling
melengkapi. Sifat dan karakter di atas bisa jadi berkumpul pada
seseorang, atau salah satunya. Ketidaksolidan, kekisruhan atau bahkan
kerusakan jihad dan para penghasungnya bisa jadi karena orang-orang
seperti mereka.
Sebagai solusi menghadapi mereka, bagi sebuah jamaah
jihad
perlu dan harus mendisiplinkan anggotanya. Disiplin dalam melaksanakan
program, disiplin dalam mengelola arus informasi, disiplin dalam menjaga
kebersamaan.
Wallahu a’lam bishowab.
http://www.lasdipo.com/kajian/taushiyah/2015/01/18/mereka-para-penikam-jihad.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar