IBRAHIM BIN ADHAM suatu malam yang dingin
mengetahui ada tempat menyalakan api serta seorang pemantik api yang
sedang menyalakannya. Ibrahim bin Adham pun mengucapkan salam kepada
lelaki itu, namun si lelaki tidak segera menjawab kecuali setelah
selesai menyalakan api. Ibrahim bin Adham pun melihat lelaki itu menoleh
ke kiri dan ke kanan.
Setelah itu Ibrahim bin Adham pun
bertanya,”Kenapa engkau tidak menjawab salam pada waktunya?” Si lelaki
pun menjawab,”Aku sedang disewa untuk bekerja, aku takut jika aku
menyibukkan diri denganmu, hingga aku tidak maksimal dalam bekerja, maka
aku berdosa. Sedangkan aku menoleh ke kiri dan ke kanan karena aku
takut kedatangan maut yang tidak di sangka-sangka datangnya”.
Ibrahin Bin Adham pun bertanya,”Berapa
upahmu setiap hari?” Si lelaki pun menjawab,”Satu dirham dan satu daniq.
Satu daniq untuk diriku sendiri sedangkan satu dirham untuk anak-anak
saudaraku sahabatku yang telah meninggal sejak dua puluh tahun lalu”.
Ibrahim bin Adham terus bertanya,”Apakah
engkau tidak pernah meminta hajat kepada Allah?” Lelaki itu pun
menjawab,”Ya, aku pernah meminta satu hajat selama dua puluh tahun dan
belum terkabul”.
Ibrahim bin Adham kembali bertanya,”Apa
itu?” Lelaki itu pun menjawab,”Aku ingin menyaksikan Ibrahim bin Adham,
kemudian setelah itu wafat”.
Ibrahim bin Adham pun berkata,”Demi Allah, aku tidak ingin menemuimu, kacuali ada yang mendorongku ke seni. Akulah dia!”.
Kemudian lelaki itu pun merangkul Ibrahim
bin Adham dan meletakkan kepalanya di pengkuan Ibrahim bin Adham
kemudian berkata,”Ya Allah, Engkau telah mengabulkan hajatku, maka
ambbilah diriku menuju kepada-Mu”. Setelah itu lelaki itu pun wafat.
(Thabaqat Al Auliya, hal. 11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar