“Mana ada yang mau mengalami kerugian
jangka panjang karena rusaknya generasi bangsa dibandingkan dengan
pendapatan bea cukai dari miras sebesar 6 triliun?” kata Gobel, usai
acara diskusi dengan Gerakan Nasional Anti Miras (GENAM), di Gedung
Kementerian Perdagangan, Jakarta, Sabtu (31/01/2015).
Menurut Gobel, peredaran miras yang sudah
kelewat batas itu bukan lagi soal dagangan, tetapi menyangkut masa depan
moral bangsa. Di saat persaingan global yang seharusnya generasi muda
punya daya tahan dan daya saing yang kuat, justru bangsa ribut sendiri
dengan hal yang berpotensi merusak generasi muda akibat negatif dari
miras.
“Bisa kita dapati anak-anak yang masih
berseragam sekolah membeli bir di minimarket. Hal itu tidak hanya
merusak moral, tetapi juga merusak pola pikir serta kesehatan daya tahan
tubuh jangka panjang mereka,” tegas Gobel.
Tidak hanya itu, Gobel menyampaikan,
peredaran miras bebas masuk melalui minimarket-minimarket, di mana
minimarket tersebut berada di daerah seperti pemukiman, dekat tempat
ibadah maupun sekolah-sekolah.
“Kalau dijual bebas seperti itu, kan tambah bikin rusak moral generasi muda,” tegasnya.
Oleh karena itu, kata Gobel, pemerintah
melalui Peraturan Menteri Perdagangan, mengontrol peredaran sesuatu yang
mengganggu kesehatan, baik itu melalui produk makanan atau minuman,
termasuk yang datang melalui impor.
Ketua GENAM, Fahira Idris menyampaikan,
diskusi GENAM dengan Kemendag digelar sebagai wujud dukungan GENAM
terhadap Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan
Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman
Beralkohol.
“Diskusi ini kami adakan sebagai wujud
dukungan GENAM kepada Kemendag terkait dengan Permendag soal larangan
miras,” ujar Fahira.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar