Dalam kunjungannya ke Malaysia kemarin, Jokowi menyempatkan diri
untuk berkunjung ke produsen pembuat mobil nasional Malaysia Proton.
Kepada Proton, Jokowi mengutarakan keinginannya agar perusahaan itu mau
bergandengan tangan dengan perusahaan Indonesia untuk membuat mobil
proyek nasional Indonesia. Kontan, keputusan Jokowi ini mengundang
banyak kecaman. Bahkan Sofyan Wanandi, Ketua KADIN yang juga sekondan
Jokowi, menyebutnya sebagai berlebihan.
Bukan apa-apa, yang pertama mengapa Jokowi menggandeng Proton,
perusahaan Malaysia yang sudah mau bangkrut? Bukannya membesarkan Esemka
yang dulu ketika kampanye digadang-gadang sebagai mobil nasional.
Kedua, keinginan itu diutarakan pada momentum yang sangat kurang
tepat mengingat Jakarta baru saja dinobatkan sebagai kota paling macet
sedunia. Seharusnya Jokowi memikirkan agar kemacetan di ibukota negara
yang sangat merugikan semuanya ini bisa terurai, misalnya dengan
memperluas infrastruktur jalan raya, mengurangi pertambahan jumlah
kendaraan roda dua dan empat di jalan raya dengan berbagai regulasi
seperti pajak progresif yang data kendaraannya addressed-based bukan
owner-based (karena yang belakangan ini mudah diakali), menata ulang
moda transportasi massal menjadi lebih nyaman dan aman, dan sebagainya.
“Mobil nasional sekarang ini tidak menjadi prioritas bangsa.
Prioritas bangsa adalah memperbaiki sistem transportasi publik, bukan
membantu perusahaan yang mau bangkrut,” kecam Nico Harjanto dari Populi
Center di Jakarta, (7/2).
Pertanyaannya adalah, punyakah Jokowi cetak biru atau rencana
strategis apa yang harus dilakukan buat memakmurkan negara dan bangsa
ini selama masa kekuasaannya? Mengapa semua yang dilakukan Jokowi
terkesan ujug-ujug, bagaikan supir bajaj, metromini, dan mikrolet, yang
mau kemana saja hanya dia dan Tuhan yang tahu?
http://www.eramuslim.com/berita/ora-mikir-jakarta-kota-macet-sedunia-jokowi-malah-ingin-perbanyak-mobil.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar