assalamualaikum
ustadz yg saya hormati dan mudah2an sll dalam lindungan Allah ta’ala
saya senang sekali dan selalu membuka situs ini…dari berbagai isi yg ada sangat indah dan bs menjadi tambahan ilmu buat saya…
saya ada pertanyaan ini ustadz….
1.bagaimana hukum bom bunuh diri?apa ia menyimpang dr ajaran
ISlam?dan apakah ia bs dikatakan syahid?saya pernah membca bhw syahid
itu ada syahid dunia syahid akhirat dan syahid dunia akhirat…….kalu
tidak salah sy membc ini dibab jihad…lalu apa ia termasuk syahid
dunia?akhirat?dunia akhirta?
2.perihal hasan albanna….saya pernah mendengar ocehan dr temen saya
ttg beliau…katanya pemikiran beliau itu bahaya! itu betul atau tidak sh
ustadz?lalu apa benar ada bid’ah yg diajarkan oleh hasan albanna
ini?rasanya ada juga yg tidak senang dengan beliau entah karena
pemikirannya yg gimana atau ajarannya?saya tidak bgt mengerti?
mohon ustadz membantu menjawabnya?
syukron ala ihtimamikum ala suali hazda….wa arju min ijaabatikum ya ustadz fillah….
Waalaikumussalam Wr Wb
Bom Syahid
Masih banyak dari kaum muslimin yang menganggap apa yang dilakukan
para mujahidin di bumi jihad adalah bom bunuh diri. Sungguh pemahaman
keliru yang berhasil dimasukkan oleh media-media barat kedalam
fikiran-fikiran umat ini demi melemahkan semangat perlawanan para
mujahidin di bumi jihad dan memberikan image yang buruk terhadap
perjuangan mereka dikalangan umat manusia di dunia.
Memang secara lahiriyah adanya kesamaan antara bom bunuh diri dengan
apa yang dilakukan mujahidin di bumi jihad , akan tetapi terdapat
perbedaan yang mendasar diantara keduanya, yaitu pada niat para
pelakunya. Niat seorang yang melakukan bom bunuh diri adalah adanya
keputusasaan didalam kehidupannya dengan menyelesaikan hidupnya
dikarenakan adanya kegagalan terhadap suatu urusan tertentu. Sedangkan
niat yang ada didalam diri para mujahidin adalah demi keagungan dan
kejayaan islam, kehormatan dan harga diri kaum muslimin, mempertahankan
bumi kaum muslimin dan memenangkan islam dari penghinaan yang dilakukan
orang-orang musuh Allah.
Dengan demikian apa yang dilakukan para mujahidin di bumi jihad
adalah sebuah upaya mencari mati syahid dijalan Allah swt, sabda Nabi
saw yang diriwayatkan dari Umar bin Khattob bahwa Nabi saw
bersabda,”Sesungguhnya amal perbuatan tergantung dari niatnya, dan bagi
setiap orang hanyalah apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhori Muslim).
Firman Allah swt :
إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا
عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ
أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي
بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka
berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu
telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al
Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada
Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu,
dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah : 111)
Syeikh Yusuf Al Qaradhawi mengatakan bahwa apa yang dilakukan para
mujahidin di bumi Jihad adalah upaya jihad di jalan Allah yang terbesar
dan ini merupakan upaya menakuti musuh Allah yang disyariatkan,
sebagaimana firman Allah swt :
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم
مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ
وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ
يَعْلَمُهُمْ
Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu
dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya.” (QS. Al Anfal : 60)
Diantara dalil yang digunakan al Qaradhawi adalah apa yang
diungkapkan al JAsshosh al Hanafi didalam kitabnya “Ahkamul Qur’an”
dalam menafsirkan friman Allah swt :
وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ
تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ
يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” (QS. Al Baqoroh : 195)
Diriwayatkan dari Aswad bin Imrom berkata,”Bahwa kami memerangi
Konstantinopel dan diantara kami terdapat Abdurrahman bin al Walid
sementara pasukan Romawi berada dibalik benteng kota. dan seorang
mujahid mencoba masuk menemui musuh dan seketika itu kaum muslimin
mengatakan,’tahan…tahan…! tidak ada tuhan selain Allah, sungguh orang
ini telah menjatuhkan dirinya kedalam kebinasaan! Maka Abu Ayyub pun
berkata,’Sesungguhnya ayat itu turun kepada kami kaum Anshor tatkala
Allah menolong nabi-Nya dan memenangkan agama-Nya, islam. Lalu kami pun
mengatakan,’Mari kita jaga dan pelihara harta kita.’ Kemudian turunlah
firman Allah ““Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.” (QS. Al Baqoroh : 195)”
Manjatuhkan diri didalam kebinasaan adalah menyibukkan diri dalam
memelihara harta dan meniggalkan jihad.. Abu Imron mengatakan bahwa Abu
Ayyub adalah seorang sahabat yang senantiasa ikut berjihad di jalan
Allah hingga dia dimakamkan di Konstantinopel. Abu Ayyub memberitahu
bahwa yang dimaksud dengan menjatuhkan diri dalam kebinasaan adalah
meninggalkan jihad dan dalam hal inilah ayat itu diturunkan. Riwayat
yang sama juga berasal dari Ibnu Abbas, Hudzaifah, al Hasan, Qatadah,
Mujahid dan adh Dhahak.
Al Qurthubi al Maliki didalam tafsirnya mengatakan bahwa para ulama
telah berbeda pendapat tentang seorang laki-laki yang masuk sendirian
kedalam kerumunan musuh dalam suatu peperangan maka al Qasim bin al
Muhirah, al Qasim bin Muhammad dan Abdul Malik dari ulama kami (maszhab
Maliki) mengatakan bahwa tidak mengapa seorang sendirian masuk kedalam
kerumunan musuh jika dirinya memiliki kekuatan dengan niat yang ikhlas
karena Allah. Dan jika dia tidak memiliki kekuatan maka hal itu adalah
menjatuhkan diri dalam kebinasaan.
Imam ar Razi asy Syafi’i mengatakan didalam tafsirnya bahwa makna
dari “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
adalah janganlah kamu masuk menemui musuhmu sementara kamu tidak
berharap mafaatnya, dan jika kamu melakukan hal itu maka kamu telah
membunuh dirimu sendiri dan ini tidaklah dihalalkan. Dan diwajibkan
untuk masuk menemui kerumunan musuh jika dia berkeinginan kuat untuk
mengalahkan musuh walaupun dia takut terbunuh sedangkan jika ia sudah
putus asa dari mengalahkan mereka dan adanya kemungkinan besar dirinya
akan terbunuh maka hendaklah dia tidak memaksa masuk ketengah-tengah
mereka, pendapat ini berasal dari Baro bin ‘Azib.
Syeikhul Islam Ibnu Tamiyah mengatakan didalam fatwanya yang terkenal
tentang peperangan dengan pasukan Tartar yang berargumentasi dengan apa
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari kisah al Ukhdud. Didalamnya
disebutkan seorang remaja yang memerintahkan agar dirinya dibunuh demi
kemenangan agamanya,”Dia meminta kepada mereka agar menghujamkannya
dengan anak panah maka mereka pun mengatakan,’Bismillah, demi Robb
(Tuhan) laki-laki ini.” Beliau pun mengatakan bahwa karena inilah para
ulama dari madzhab yang empat membolehkan seorang mujahid yang masuk
ketengah-tengah barisan pasukan kafir walaupun dirinya meyakini bahwa
dia akan terbunuh jika didalamnya terdapat kemaslahatan bagi kaum
muslimin. (www.islamonline.net)
Apa yang dilakukan para mujahidin di bumi Jihad ini bisa dikategorikan
sebagai syahid dunia akherat karena mereka melakukan amaliyah
istisyhadiyah (mencari kematian syahid) di medan pertempuran melawan
musuh-musuh Allah swt dan kaum muslimin demi kejayaan agama-Nya.
Imam Hasan Al Banna
Tentang siapa Imam Al Banna maka anda bisa membacanya didalam jawaban saya sebelumnya yang berjudul “Hukum Membaca Al Ma’surat”
Adapun adanya sebagian orang yang menganggap bahwa beliau banyak
melakukan bid’ah didalam menyebarkan gerakannya maka hal ini sudah
ditegaskan langsung oleh beliau didalam Ushul ‘Isyrin (20 Prinsip
Gerakan) pada prinsip yang kesebelas dari rukun Faham, yaitu : “Setiap
bid’ah didalam agama Allah yang tidak ada dasarnya—walau orang-orang
menganggapnya itu baik dengan hawa nafsu mereka baik dengan menambah
atau menguranginya—adalah sesat dan harus diperangi dan dihilangkan
dengan cara yang paling baik dengan tidak menimbulkan sesuatu yang lebih
jelek darinya.”
Bisa jadi mereka yang menganggap bahwa Hasan Al Banna adalah pelaku
bid’ah dikarenakan beliau pernah bersentuhan dengan salah satu tarekat
tasawuf terlebih lagi dengan ungkapannya bahwa “Kami adalah da’wah
salafiyah dan tasawuf murni” atau mungkin karena tulisan Syeikh Said
Hawwa dalam kitabnya “Tarbiyatuna al Ruhiyah” mengenai Thariqat
Rifa’iyah.
Syeikh Mustafa Masyhur, salah seorang mursyid gerakan da’wah ini,
mengatakan bahwa Imam Hasan Al Banna menghadapi persoalan tasawwuf dan
tarekat sufiyah dengan kebijaksanaan seorang da’i dan cara seorang
dokter yang mengobati. Beliau mengetahui kondisi dan situasi yang
dialami kaum muslimin dan menjadi sebab munculnya tarekat-tarekat
sufiyah, terutama pada masa pemerintahan Fatimiyah dan sesudahnya,
kemudian bagaimana imperialisme dan para penguasa yang represif
disamping sedikitnya ulama—ikut membantu tersebarnya tarekat, kerusakan,
bid’ah dan khurafat dengan tujuan merusak islam dan memalingkan kaum
muslimin dari islam yang benar yang menggerakkan kaum muslimin untuk
menentang penjajahan dan kezhaliman penguasa.
Demikianlah generasi demi generasi tumbuh dengan suatu keyakinan akan perlunya tarekat sufiyah bahwa ia adalah islam yang benar.
Imam Al Banna melihat bahwa mereka semua adalah medan da’wah yang
harus dihadapi dan tidak boleh kita “ledakkan” dengan membangun
dinding-dinding pemisah antara kita dengan mereka. Tetapi penanganannya
memerlukan kebijaksanaan dan kesabaran agar kita dapat menuntun mereka
dan menghapuskan pemahaman-pemahaman mereka yang keliru serta
menjelaskan berbagai pelanggaran yang nyata-nyata bertentangan dengan
syariat terutama menyangkut aqidah, ibadah dan adat. Agar tujuan ini
dapat tercapai maka ikhwan harus memiliki hubungan baik dengan semua
tarekat tersebut. Tetapi ini tidak berarti bahwa ikhwan mendukung dan
mengakui kebid’ahan dan pelanggaran syariat yang ada.
Mungkin orang-orang selain ikhwan ada yang menggunakan cara-cara yang
kasar dengan “menyerang” mereka atau kadang-kadang sampai mengkafirkan
dan memfasiqkannya. Tetapi ikhwan tidak dapat menerima cara seperti itu
dalam menghadapi mereka. Cara yang terbaik ialah berusaha dengan tekun
untuk membongkar fikiran-fikiran kesalahan-kesalahan yang keliru selama
berabad-abad tersebut dalam suatu suasana hubungan baik.
Tentang ungkapan “tasawuf murni” yang diucakan oleh Imam Al Banna
tersebut, tidak berarti bahwa ikhwan adalah tarekat sufiyah. Tetapi
ungkapan itu dimaksudkan untuk mengungkapkan perhatian ikhwan terhadap
aspek pembinaan spiritual bagi anggota jama’ah, mengingat pentingnya
aspek ini dalam mempersiapkan pembela-pembela aqidah. Sebab tazkiyat ar
ruh (pensucian jiwa) adalah tujuan utama yang ingin dicapai oleh kaum
sufi, tetapi kemudian telah terjadi perubahan besar dan jauh dari tujuan
semula. (Fiqih Da’wah jilid II hal 248)
Wallahu A’lam
http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/bom-bunuh-diri-dan-hasan-albana.htm