Diantara ketinggian Islam
sebagai dīn adalah penghormatannya kepada kaum wanita. Di dalam
Al-Quran saja ayat yang menunjukkan betapa tinggi perempuan bertebaran.
Siti Maryam, ibunda nabi ‘Isa as. dijadikan sebagai contoh ideal bagi
kaum beriman (Qs. At-Taḥrīm [66]: 11-12). Disamping ada ‘Asiah istri
Fir’aun yang begitu kokoh imannya karena harus mendampingi suaminya yang
mengaku sebagai Tuhan yang maha tinggi (Qs. An-Nāziʻāt [79]: 24).
Belum lagi khusus dalam sūrah Maryam, yang
begitu istimewa menyinggung kesucian dan kehebatan seorang wanita dari
keluarga ‘Imrān. Keluarganya ‘Imrān ini menjadi panutan dalam etika
berkeluarga, sehingga sampai melahirkan seorang wanita teladan untuk
dunia, Maryam namanya. (Lihat, Qs. Āl ‘Imrān [3]: 33-47).
Dan di dalam dalam artikel ini hanya akan diulas beberapa kedudukan wanita di dalam Islam.
Persamaan Perempuan dan Laki-laki
Di dalam Islam kedudukan perempuan dan
laki-laki adalah sama, sesuai dengan kewajiban dan hak yang ditetapkan
oleh syariat. Seorang mufassir kenamaan sekaligus kebanggaan Indonesia,
Almarhum Prof. Dr. Hamka (w. 1981) dalam bukunya Kedudukan Perempuan
dalam Islam (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996. Buku ini diterbitkan ulang
oleh Gema Insani dengan judul Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan,
2014) ketika menjelaskan Qs. An-Nisā’ [4]: 1 menyatakan dengan indah,
“Di dalam ayat ini dipadukan antara jantan dengan betina, dipertemukan
antara laki-laki dengan perempuan. Disadarkan mereka bahwa meskipun
terpisah, mereka pada hakikatnya adalah satu.” (Prof. Dr. Hamka, Kedudukan Perempuan dalam Islam, 3; dan Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan, 4).
Tentu saja demikian. Di dalam Al-Quran
dengan tegas Allah ‘menyatukan’ kewajiban dan hak kaum laki-laki dan
perempuan: saling tolong-menolong, menyuruh orang lain berbuat maʻrūf
sekaligus mencegah perbuatan munkar, sama-sama mendirikan shalat,
sama-sama mengeluarkan zakat, sama-sama menaati Allah dan rasul-Nya.
Dan, hak mereka adalah: Allah berjanji menurunkan kasih-sayang-Nya
kepada laki-laki dan perempuan yang berbuat demikian. Lebih dari itu,
bagi laki-laki dan perempuan yang beriman kepada Allah Swt. Dia sudah
siapkan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Tempat tinggal
yang baik berupa Surga ‘Adn (Eden) pun menjadi milik mereka. Itu semua
merupakan ridha Allah atas amal-amal yang mereka lakukan (Qs. At-Taubah
[9]: 71-72).
Hak Waris Perempuan
Diantara kemuliaan wanita dalam Islam
adalah mereka memiliki hak mendapat warisan. Dan hak ini telah
ditetapkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. di dalam Al-Quran, utamanya di
dalam Surah kaum perempuan: Sūrah an-Nisā’. Surah ini berbicara khusus
tentang hak-hak wanita berkaitan dengan hak waris (mawārīts) (Qs.
An-Nisā’ [4]:11-13).
Ini justru bertolak-belakang dengan
tradisi Jāhiliyah dimana masa itu harta warisan hanya diperuntukkan bagi
anak laki-laki yang telah dewasa. Sementara kaum wanita dan anak-anak
tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan, mereka menjadikan perempuan sebagai
salah satu harta warisan yang ditinggalkan oleh si mayit untuk
diwariskan kepada anaknya. Bahkan, jika perempuan itu adalah ibu
tirinya, ia berhak untuk menikahinya. (Dr. Lailah Ibrahim Abū al-Majd, al-Mar’ah baina al-Yahūdiyyah wa al-Islām (Kairo: al-Dār al-Tsaqāfiyyah, 2007: 59).
Namun ketika Islam datang anak-anak
perempuan dan para wanita mendapat hak waris. Ketika wahyu turun membawa
aturan kewarisan dengan menyertakan anak-anak perempuan, sebagian orang
di masa Jāhiliyyah datang menghadap Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam. dan bertanya, “Wahai Rasulillah, apakah kami harus berikan
setengah harta warisan kepada anak perempuan dari harta yang
ditinggalkan oleh bapaknya? Padahal, dia tidak bisa menunggang kuda dan
tidak berperang. Dan apakah kami juga harus memberi warisan kepada anak
kecil padahal dia memberikan apa-apa.” (Hadits dari Ibn ‘Abbās). (Dr.
Laila, al-Mar’ah, 60).
Wanita dan Hak Menuntut Ilmu
Wanita dalam Islam memiliki keistimewaan
lain, yakni: hak menuntut ilmu. Ini sisi lain dari keagungan wanita
dalam Islam. Dan hak menuntut ilmu bagi perempuan dalam Islam tidak
membeda-bedakan apakah dia seorang wanita merdeka atau budak. Dalam satu
riwayat dari Abū Burdah disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam. bersabda, “Siapa saja yang memiliki satu budak perempuan
lalu dia mengajarkan ilmu dan adab dengan sebaik-baiknya. Kemudian, dia
merdekakan dan menikahinya maka dia mendapat dua pahala.”
Menurut Islam, ilmu memang menjadi hak
mendasar yang tidak boleh dihilangkan. Karena satu masyarakat tidak akan
maju karena makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal saja. Karena
ini semua adalah hak materi. Harus ada hak maknawi dan spiritual, yaitu
ilmu pengetahuan. Dan hidup tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa
ini. Itu sebabnya hati, ruh, dan nalar harus terus “diremajakan” dengan
ilmu.
Dalam sejarah Islam, pendidikan khusus
para wanita telah dipraktikkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam. Dimana beliau meluangkan satu haris khusus untuk mengajari
kaum wanita. Disamping secara khusus beliau mendidik para ibu kaum
Mukminin – istri beliau – (ummahāt al-Mu’minīn). (Lihat, Syekh Muhammad
al-Ghazālī, Dr. Muhammad Sayyid Ṭanṭāwī, dan Dr. Ahmad ‘Umar Hāsyim, al-Mar’ah fī al-Islām (Kairo: Maṭbaʻah Akhbār al-Yaum, 1991: 87).
Itulah sekelumit uraian mengenai kedudukan
wanita di dalam Islam. Ia begitu mulia karena kehadiran Islam. Dan bagi
Muslim agama Islam merupakan satu-satunya agama yang memberikan hak
yang begitu tinggi terhadap wanita. Karena Islam bukan agama
diskriminasi terhadap jenis kelamin karena Allah telah membagi hak dan
kewajiban masing-masing dengan begitu indah. Wallāhu aʻlam bi al-ṣawāb.*
Penulis adalah guru di Pesantren
Ar-Raudhatul Hasanah, Medan-Sumatera Utara. Penulis buku “Membongkar
Kedok Liberalisme di Indonesia”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar