“Tidaklah aku melihat para qari kita ini melainkan orang-orang yang
paling rakus makannya, paling dusta pembicaraannya, dan paling pengecut
di antara kita dalam peperangan,” demikian pria itu bertutur kepada
teman-temannya. Tiba-tiba ada yang menimpalinya dengan penuh kemarahan,
“Dusta! Engkau ini seorang munafik! Akan aku beritahukan ini kepada
Rasulullah.”
Siapa mereka berdua? Apa yang mereka ributkan? Keduanya merupakan
bagian dari rombongan yang berjihad bersama Rasulullah صلى الله عليه
وسلم dalam perang Tabuk. Lantas siapa yang diejek oleh pria yang
pertama? Ia mengejek para sahabat Nabi yang ahli baca Al-Quran.
Karena itulah pria yang kedua menjadi berang lalu mengancam akan
melaporkan ucapannya itu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Lantas,
apakah ia melaporkannya? Akhirnya ia melaporkannya. Namun, belum sampai
ia di hadapan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, wahyu telah turun
mendahuluinya.
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah Allah,
ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?’ Tidak usah kamu minta
maaf, karena kamu kufur sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan
daripada kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab
golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu
berbuat dosa.” (QS. At-Taubah [9] : 65-66)
Akhirnya datanglah pria pertama tadi kepada Rasulullah صلى الله عليه
وسلم, sedangkan beliau صلى الله عليه وسلم sudah beranjak dari tempatnya
dan menaiki untanya. Ia berkata sembari berpegangan pada sabuk pelana
unta Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sedang kedua kakinya
tersandung-sandung batu, “Ya Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda
gurau dan bermain-main saja.” Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda
dengan mengucapkan ayat, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok? ” Beliau tidak menengoknya, dan tidak pula berkata kepadanya lebih dari itu. (Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir)
Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa memperolok-olok apa pun
yang datang dari agama adalah kekufuran dan kemurtadan, mengeluarkan
pelakunya dari islam. Dan itu adalah perkara yang sangat besar dan tidak
ringan tentunya.
Jika orang yang telah merasakan keutamaan berjuang bersama Rasulullah
صلى الله عليه وسلم dan mencecap shalat di belakang beliau saja, menjadi
murtad karena ucapan yang keluar dari lisannya, lantas bagaimana pula
orang yang tidak pernah merasakan keutamaan itu?
Lalu bagaimana dengan orang yang shalat pun sering bolong-bolong dan
kerap bergelimangan maksiat? Apa jadinya jika kondisi amalnya yang sudah
rusak, ditambah pula dengan memperolok-olok agama?
Jika mengolok-olok agama yang tentunya itu bergurau, bukan serius
saja menyebabkan kemurtadan, lantas bagaimana pula jika dilakukan dalam
keadaan serius dan sungguh-sungguh?
Kalau begitu, siapa yang berolok-olok, “Al-Quran itu buatan orang Arab!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang berolok-olok, “Al-Quran itu kitab porno!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang bercanda, “Saya sudah tobat dari agama!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang bersenda gurau, “Jangan puasa, puasa Ramadhan itu perintah manusia!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang berkelakar, “Setan itu lebih baik dibandingkan Nabi Adam!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang berseloroh, “Allah keliru telah menyebutkan poligami dalam Al-Quran!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapa yang bertingkah, “Saya tidak takut neraka! Saya tidak butuh surga!” bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok?”
Siapapun dan dengan alasan apapun jika berani memperolok-olok Allah,
ayat-ayat-Nya dan para rasul-Nya atau apa saja perkara dalam agama-Nya,
entah dengan lisan atau perbuatan, bacakanlah kepadanya, “Apakah Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu perolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kufur sesudah beriman.” (QS. At-Taubah [9] : 66)
Demikianlah balasan bagi setiap orang yang melecehkan-Nya dan
menghinakan syiar-syiar-Nya. Allah akan menghukum mereka atas ucapan
yang meluncur dari lisan mereka. Ucapan yang sebenarnya merupakan
perwujudan dari apa yang ada di batin mereka. Ya, kekufuran lahir mereka
menunjukkan akan kekufuran batin mereka. Sebab, seandainya dalam hati
mereka ada pengagungan terhadap-Nya, tentu tak mungkin mereka berani
untuk memperolok-olok dan melecehkan agama serta syiar-syiar-Nya.
“Dan siapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj [22] : 32)
Maka, wahai para pencela Allah, segeralah bertaubat kepada Allah
dengan setulus hati kalian. Hentikanlah kekufuran kalian. Menangislah
dengan penuh penyesalan atas apa yang telah kalian perbuat. Bertekadlah
dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi lagi. Niscaya Allah
mengampuni kalian dan merahmati kalian.
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, “Jika mereka
berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka
tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi,
sungguh, akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap)
orang-orang dahulu.”(QS. Al-Anfal [8] : 38)
Tapi, jika kalian kukuh bersikeras berada dalam penentangan ini, mari… marilah kemari. Ini kabar gembira untuk kalian:
1. Seorang murtad tidak boleh menikah dengan seorang muslim, dan apabila telah menikah, maka batallah pernikahannya.
“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hati kalian. Dan janganlah kalian
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hati kalian. Mereka mengajak ke neraka,
sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 221)
2. Seorang murtad tidak bisa mendapatkan warisan dari kerabatnya yang muslim.
“Seorang Muslim tidak berhak mewarisi harta orang kafir dan seorang
kafir tidak berhak pula mewarisi harta seorang muslim.” (HR. Bukhari dan
Muslim dari Usamah bin Zaid رضي الله عنهما )
3. Seorang murtad tidak terjaga darahnya.
“Siapa yang mengganti agamanya (murtad), bunuhlah ia.” (HR. Bukhari)
4. Seorang murtad jika mati tidak boleh dishalati dan dikuburkan di pekuburan muslimin.
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyolati (jenazah) seorang yang
mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di
kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan
mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS. At-Taubah [9] : 84)
5. Seorang murtad akan disiksa di neraka kekal selama-lamanya
“Siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati
dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus
amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka.
Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2] : 217)
Siapkah kalian menghadapi konsekuensi ini?
Jakarta,
anungumar.wordpress.com
http://www.eramuslim.com/oase-iman/anung-umar-tidak-kamu-kafir.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar