Kasus I
Di sebuah resepsi pernikahan mewah seorang bos , seorang wanita
menyapa saya. Sejenak, saya tertegun menatap wajah wanita yang
mengenakan gaun malam ketat dengan belahan rendah di bagian dada itu.
Sepertinya, saya mengenali wanita tersebut. Perlu waktu sekitar satu
menit sebelum saya benar-benar mengenalinya. Anita-sebutlah demikian-
adalah teman satu kantor tetapi beda divisi. Saya shock sekali melihat
penampilan Anita malam itu. Pasalnya, saya terbiasa melihat dia di
kantor sehari-hari dengan jilbab. Saat itu saya hanya bisa terpana dan
tertegun, sedangkan Anita dengan santai dan senyum berlalu dari hadapan
saya untuk menyapa tamu-tamu undangan yang lain. Masih penuhi oleh rasa
terkejut dan penasaran, saya kemudian mencari teman kantor yang lain dan
menceritakan perihal Anita. Teman saya itu menjawab,”Oh, Anita memang
seperti itu. Buka-tutup. Kalau ke pesta, atau habis dari salon, dia gak
pakai jilbab.” Hmm…
Kasus II
Sari-bukan nama sebenarnya-seorang gadis berjilbab berterus terang
kepada saya bahwa dia tidak memakai jilbab jika sedang ‘jalan’ dengan
seorang lelaki yang menjadi pacarnya. Mendengar pengakuannya, alis saya
terangkat dan kening saya berkerut. “Loh kok begitu ? Memangnya kenapa
harus buka jilbab. Pacaran saja sudah di larang, ini kok ditambah
buka-buka aurat?” Tanya saya. Ternyata, Sari merasa jilbab membuatnya
merasa terlihat lebih tua. “Gue kan malu, Wi. Umur gue kan emang lebih
tua dari cowok gue, yaah….Cuma beda beberapa bulan aja sih. Kalau gue
jalan sama dia pakai jilbab, gue keliatan makin tambah tuir. Lebih bebas
tanpa jilbab. Kata cowok gue, gue keliatan kaya anak SMA, ABG gitu
loooh…Lagian, cowok gue lebih suka gue lepas jilbab kalau lagi sama
dia….begitu, jeung…!” o…o….w
Kasus III
Mba Yani-juga nama samaran- teller sebuah bank swasta mengeluh kepada
saya bahwa dia belum diperbolehkan memakai jilbab. Padahal dia sudah
naik haji tahun lalu dan ingin sekali menutup auratnya dengan sempurna.
Saya heran. Ah, masa sih ? Padahal kan sudah banyak bank yang pegawai
wanitanya memakai jilbab bukan hanya di bank-bank Syariah. “Yah, gak tau
deh. Yang pasti di Bank Panin belum boleh pakai jilbab. Jadi, sementara
ini solusi buat saya adalah buka-tutup. Berangkat pakai jilbab, selama
jam kerja lepas jilbab, nanti pulang dipakai lagi.” Tuturnya. Kasus Mba
Yani ini sama dengan seorang Cleaning Service yang sempat mengobrol
dengan saya. “Mba sih, enak. Gak masalah kerja pakai jilbab. Kalau di
tempat saya, belum boleh tuh ! Pilihannya, buka jilbab pas lagi kerja
atau cari kerja di tempat lain.”
Tiga kasus di atas membuat saya merenung sejenak.
Pada kasus Anita dan Sari, apa sih yang menjadi alasan kuat mereka
untuk melepaskan kain penutup kepala itu ? Rasanya, tidak ada. Mereka
tidak di larang oleh pihak perusahaan tempat mereka bekerja untuk
memakai jilbab seperti Mba Yani dan gadis Cleaning Service. Mungkin yang
harus di tanyakan kepada mereka adalah apa yang menjadi dasar ketika
mereka memutuskan untuk memakai jilbab.
Dasar yang utama adalah perintah Allah dalam Alquran.
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha penyayang”. (QS 33:59)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS 24:31)
Jilbab bukan sekedar mode sesaat yang dipakai jika sedang ‘trend’ dan
di lepas jika sudah tidak ‘nge-trend’ lagi. Jilbab adalah kewajiban
bagi seorang wanita muslim yang telah baliqh. Andrea Hirata menulis di
salah satu bukunya, Sang Pemimpi “Bagiku jilbab adalah piagam kemenangan
gilang gemilang, kemenangan terbesar bagi seorang perempuan Islam atas
dirinya, atas imannya dan atas dunia.”
Jilbab adalah identitas wanita Islam, mahkota yang harus di junjung
tinggi. Jika seorang wanita telah memutuskan untuk berjilbab, maka ia
harus siap dengan segala konsekuensinya. Siap menjaga sikap dan
perilakunya. Sebab, jika seorang wanita berjilbab melakukan hal-hal yang
tidak semestinya, maka yang dituding bukan hanya diri wanita itu,
tetapi jilbab dan Islam. Contohnya, jika seorang wanita berjilbab
merokok di tempat umum, maka masyarakat akan berkata “Kok pakai jilbab
merokok ?” Jilbab dan Islam mendapat kesan negatif. Terlepas dari segala
argument tentang hak asasi seseorang untuk bebas melakukan apapun
sepanjang tidak mengganggu kepentingan orang lain, wanita yang telah
memutuskan untuk berjilbab hendaknya menjaga adab perilaku.
Untuk kasus buka-tutup yang diuraikan di atas, saya berpendapat bahwa
sebaiknya mereka –kaum muslimah- meluruskan niat, membekali diri dengan
pemahaman dan ilmu yang cukup terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk
memakai jilbab. Karena bagi saya, detik saat memutuskan untuk memakai
jilbab sama seperti membeli ‘one way ticket’. Maksudnya, tidak
bisa berjalan mundur kembali. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk
menanggalkan jilbab kecuali pada mereka yang memang muhrimnya. Untuk
yang ‘terpaksa’ buka-tutup jilbab karena alasan ekonomi, maka
perbanyaklah mencari ilmu untuk mempertebal keyakinan bahwa rejeki itu
sudah di atur-NYA. Tidak mungkin Allah mempersempit rejeki karena kita
menjalankan apa-apa yang diperintahkan-NYA.
Saya bukanlah seorang ‘jilbaber’-jilbab super lebar dan gamis
gombrong- namun saya terus belajar untuk meluruskan niat, memperkuat
iman , mempertebal keyakinan dan memperbaiki diri.
Saya juga tidak berani ‘nge-judge’’ bahwa mereka yang
memakai jilbab’biasa’ tidak sebaik mereka yang berjilbab lebar dan
gamis. Sebab hanya Allah yang Maha Tahu dan berhak menilai masing-masing
orang. “Don’t judge a book by its cover”
http://www.eramuslim.com/oase-iman/jilbab-buka-tutup.htm#.VTvzE8ZWxzl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar