Jumat, 04 Maret 2016

Menjaga Fitrah Anak dalam Keluarga

Seorang ibu memotret anak laki- lakinya yang berusia sekitar 2 tahun dengan mengenakan jilbab pink lalu meng-uploadnya ke sebuah media sosial.
Berbagai komentar lalu bermunculan. “Aduh kayak cewek yah, cantik mirip ibunya,” ada juga yang berkomentar “Sabar yah, sepertinya pengen banget punya anak cewek ya?”
Terkadang hal di atas hanya dianggap biasa oleh sebagian orangtua atau sekedar ajang lucu-lucuan saja.
Padahal demikian itu adalah awal daripada budaya permisivisme yang menjadikan segalanya serba boleh untuk dilakukan.
Lebih jauh hal itu ternyata bisa menjadi faktor adanya penyimpangan dalam fitrah seorang anak. Bahkan ia yang dianggap “lucu” dan “heboh” tadi justru dicela oleh Nabi Shallallahu alaihi wasallam (Saw).
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Dari Ibn Abbas, Rasulullah Shallallau alaihi wasallam (Saw) melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari).
Sebagai orangtua, tak sepatutnya mengajari anak-anak kebiasaan yang tercela yang bisa merusak fitrah tersebut.
Justru hendaknya lingkungan keluarga, terutama orangtua menjadi benteng awal dan utama yang melindungi fitrah anak terhadap kebenaran.
Boleh jadi sebagian orang dewasa di sekitarnya berdalih hanya buat guyonan atau iseng semata, namun memori sang anak tentu saja belum mampu membedakan niat tersebut.
Mereka hanya bisa merekam bahwa perbuatan dan penampilan seperti itu dibolehkan saja oleh orangtua mereka sendiri.
Imam al-Ghazali mengingatkan:
إعلم أن الطريق في رياضة الصبيان من أهم الأمور وأوكدها والصبي أمانة عند والدين وقلبه الطاهر جوهرة نفسية سادجة خالية عن كل نفس و صورة وهو قابلة لكل ما نفش مائل إلي كلما بمال به إليه ونعود الخير وعلمه نشأ عليه وسعد في الدنيا والأخرة.
“… Ketahuilah, melatih anak-anak itu termasuk urusan penting dan menentukan. Anak kecil itu adalah amanat bagi kedua orangtuanya. Hati anak yang (masih) suci itu seperti mutiara yang indah, halus, dan bersih dari setiap lukisan yang menggoresnya. Jiwa anak tersebut condong pada sesuatu yang dibiasakan kepadanya. Jika anak itu tumbuh dalam pembiasaan kepada kebaikan dan ajaran kebaikan, niscaya jiwanya tumbuh pada kebaikan dan mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.”
Belakangan ini, para orangtua kembali disentak oleh adanya dukungan sebagian manusia terhadap pegiat LGBT (Lesbian, Homoseksual, Biseks, dan Transgender).
Tentu saja fenomena ini mengerikan sebab ia merupakan perbuatan yang pernah dilaknat secara langsung kepada  kaum Nabi Luth.
Jika orangtua dan keluarga sudah acuh dan tak peduli terhadap keselamatan generasi ke depan.
Jika orang-orang dewasa hanya abai dan menganggap biasa dengan perbuatan dosa besar. Lalu kepada siapa anak-anak tersebut mencari perlindungan?
Kini saatnya, menata ulang visi dalam berkeluarga. Sebab penjagaan terhadap fitrah anak itu bermula dengan pendidikan keluarga secara benar.
Yaitu pendidikan yang mengajarkan ilmu serta adab secara integral. Ada akidah, ibadah, dan akhlak sebagai materi yang tak terpisahkan buat anak-anak generasi penerus perjuangan bangsa.
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (QS. Al-Tahrim [66]: 6).*/Mujtahidah, ibu rumah tangga di Batu Kajang, Kaltim
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar