Merinding mengingati
sebuah hadis. Ramadhan kian dekat, tapi diri ini serasa masih jauh dari
taat. Padahal inilah kesempatan terbaik untuk meraih ampunan Allah
Ta’ala. Sedemikian besar peluang ampunan yang Allah Ta’ala berikan
kepada kita sampai-sampai malaikat mendo’akan keburukan bagi yang
menjumpai Ramadhan, tapi keluar darinya dalam keadaan belum mendapatkan
ampunan Allah Ta’ala. Ini sekaligus menunjukkan bahwa tidak setiap yang
tampak berpuasa akan mendapat ampunan. Boleh jadi ia merasa berpuasa,
padahal hanya sekedar mengubah jadwal makan dan minum semata. Ia menahan
diri dari lapar dan dahaga, tapi ucapannya sia-sia, melalaikan atau
bahkan jelas-jelas mengandung kemunkaran.
Termasuk yang manakah kita? Apakah kita
termasuk orang-orang yang beruntung sehingga keluar dari bulan Ramadhan
dalam keadaan diampuni dosa-dosa kita? Ataukah kita termasuk yang merugi
dan bahkan mendapat do’a keburukan dari Jibril?
Ingatlah sejenak hadis ini:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ
فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ
ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ
أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ
“Sungguh sangat terhina dan rendah
seseorang yang disebutkanku, lalu dia tidak bershalawat atasku. Sungguh
sangat terhina dan rendah seseorang yang datang kepadanya Ramadhan
kemudian bulan tersebut berlalu sebelum diampuni untuknya
(dosa-dosanya). Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang
mendapati kedua orangtuanya lalu keduanya tidak memasukkannya ke dalam
surga.” (HR. Tirmidzi).
Sesudah itu, marilah kita mengingat
sejenak hadis berikut ini. Semoga Allah Ta’ala berikan hidayah seraya
bertanya pada diri sendiri, sudah adakah kepantasan pada diri kita untuk
memperoleh ampunan-Nya yang sempurna? Sementara ibadah kita masih ala
kadarnya. Sungguh, ‘Idul Fithri bukan penanda terhapusnya semua dosa.
Bagaimana kita akan terbebas dari dosa jika puasa kita hanya menahan
diri dari lapar dan dahaga? Maka, sekali lagi, mari kita bertanya pada
diri sendiri.
Mari kita renungi sejenak:
Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Mendekatlah kalian ke mimbar!”
Lalu kami pun mendekati mimbar itu. Ketika Rasulullah menaiki tangga mimbar yang pertama, beliau berkata, “Amin.”
Ketika beliau menaiki tangga yang kedua, beliau pun berkata, “Amin.”
Ketika beliau menaiki tangga yang ketiga, beliau pun berkata, “Amin.”
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam turun dari mimbar, kami pun berkata, “Ya Rasulullah, sungguh
kami telah mendengar dari engkau pada hari ini, sesuatu yang belum
pernah kami dengar sebelumnya.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ketika aku
menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan berkata,
“Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi
tidak memperoleh keampunan.”
Maka aku berkata, “Amin”
Ketika aku menaiki tangga yang kedua,
Jibril berkata, “Celakalah orang yang apabila namamu disebutkan, dia
tidak bersalawat ke atasmu.” Aku pun berkata, “Amin.”
Ketika aku melangkah ke tangga ketiga,
Jibril berkata, “Celakalah orang yang mendapati ibu bapaknya yang telah
tua, atau salah satu dari keduanya, tetapi keduanya tidak menyebabkan
orang itu masuk surga.”
Aku pun berkata, “Amin.” (HR. Al-Hakim).
Kira-kira, termasuk yang manakah kita?
Semoga kita dapat saling mengingatkan. Semoga pula tidaklah kita mati
kecuali dalam keadaan sebagai muslim. Benar-benar muslim.